Dalam sebuah kesepakatan yang sudah tertulis dan bertandatangan, di mana Saga Wijaya hanya bisa tinggal bersama dengan anak bungsunya sampai anak itu berusia tujuh belas tahun.
Setelah anak itu berusia tujuh belas tahun, dia harus tinggal bersama dengan orang kepercayaan mending Kakeknya, untuk mulai belajar menjadi pemimpin perusahaan yang di wariskan Kakek-nya.
Dalam kesepakatan ini, semua anggota keluarga sudah mengetahuinya. Termasuk anak itu sendiri, Rakas sendiri tidak keberatan tinggal bersama dengan orang kepercayaan Kakek-nya, toh sebelumnya ia juga pernah bertemu dengan orang itu.
Nemu tidak dengan kedua orang tuanya dan juga Abang-nya, mereka tidak setuju dan meminta waktu lagi. Setidaknya sampai Raksa wisuda, tentu saja Kakek tidak setuju. Tetap pada kesepakatan yang sudah ada.
"Menurut aku ini enggak benar, Dia masih anak-anak. Kenapa harus belajar tentang bisnis sekarang, nanti saat dia lebih dewasa. Barulah dia belajar." protes Alga, ia tidak pernah setuju dengan kesepakatan gila itu. Adiknya masih duduk di bangku kelas dua SMA. Kenapa harus belajar untuk jadi pemimpin perusahaan besar, bukankah itu terlalu berat untuk anak seusianya.
"Saat Tuan muda Raksa dewasa, ia harus sudah siap untuk memimpin perusahaannya. Bukan lagi pada tahap belajar, Tuan besar akan ngajarinnya perlahan-lahan." ucap Azka tersenyum tipis pada Alga.
"Kalau begitu kenapa enggak Papa aja? Kenapa harus Raksa." ujar Alga lagi.
"Semuanya sudah mendapatkan bagiannya masing-masing Tuan, termasuk Anda."
"Begini Azka, apa enggak bisa. Raksa tetap tinggal di sini? Dan soal belajar, bisa di atur waktunya, yang terpenting Raksa tetap tinggal di sini." ucap Saga, ia mencoba untuk mencari jalan agar anaknya tetap tinggal bersama dengan dirinya.
"Sebelumnya Anda juga sudah tahu tentang kesepakatan ini, saya rasa Anda juga sudah tahu bagaimana Tuan besar. Lagi pula, di hari libur Tuan muda bisa pulang ke rumah Anda, menginap di sini sampai libur sekolah berakhir." balas Azka.
"Anggap aja aku lagi sekolah di asrama, lagian rumah Kakek kan enggak jauh Pa. Aku juga pernah ke sana, ya walaupun cuma sekali. Aku juga enggak sendirian di sana, ada Azka juga." ucap Raksa meyakinkan Papa-nya jika semuanya akan baik-baik saja. Tidak perlu khawatir tentang apapun.
"Enggak bisa gitu dek, adek kan masih kecil. Mana bisa tinggal jauh-jauh dari Mama, Papa." sahut Shakira, semenjak ia tahu tentang kesepakatan itu, ia tidak pernah bisa tenang karena selalu memikirkan hari ini. Dan waktu begitu cepat untuknya bersama dengan anak kesayangan itu, rasanya baru kemarin ia bertemu dengan anaknya dan hari ini harus berpisah lagi. Tentunya ia tidak akan pernah rela jika anaknya jauh.
"Ya kalau gitu aku jadi dong ikut pertukaran pelajar, tingal di luar kota-"
"Terserah lo lah, mau pergi ya pergi aja sana. Susah di bilangin." Alga menyela ucapan adiknya, dia bangkit dari duduknya lalu pergi meninggalkan ruang tamu. Percuma juga ia bersusah menahan adiknya tetap tinggal di rumah, dianya memilih untuk pergi, ia sudah ia juga tidak bisa apa-apa lagi.
"Selalu Abang yang marah-marah dulu, kan kita udah sepakat. Setiap libur sekolah pulang ke rumah, sabtu minggu dalam waktu satu bulan sekali juga pulang ke rumah. Satu bulan enggak lama Ma, Pa." Raksa menatap kedua orang tuanya perhatian.
"Azka beri kita waktu untuk mempertimbangkan ini semua, kita harus mempertimbangkannya dengan matang-matang sebelum kita mengambil keputusan." pungkas Saga.
"Dua hari lagi adalah waktu akhir libur sekolah, saya akan menjemput Tuan muda dalam waktu dua hari lagi. Saya harap Anda sudah mempertimbangkan semua ini dengan baik." ucap Azka bangkit dari duduknya.
"Kalau begitu saya permisi dulu Tuan, Nyonya. Saya harus mempersiapkan keperluan Tuan muda Raksa di rumah Tuan besar." pamit Azka sedikit membukukan tubuhnya pada Raksa lalu pergi dari sana.
"Aku ke kamar Abang dulu Ma, Pa." pamit Raksa lalu pergi ke kamar Alga, untuk melihat apa yang sedang Abang-nya lakukan di kamarnya. Apa dia masih marah-marah.
Tok tok tok
"Abang ini aku, boleh masuk kan?" ucap Raksa sambil membuka pintu kamar Alga, dia masuk ke dalam kamar tanpa menunggu izin dari pemilik kamar.
Raksa tersenyum manis ketika melihat Abang-nya sedang rebahan di atas kasur. "Keluar." ucap Alga tanpa melihat kearah adiknya.
"Abang ini kenapa sih? Aku mau ke asrama marah, tinggal di rumah Kakek marah. Mau pulang kampung marah. Di rumah Papa juga sama, setiap hari marah-marah terus. Harus gimana biar enggak marah-marah terus, darah tinggi, cepat tua nanti." Raka menarik kursi belajar Alga lalu mendudukkan dirinya di kursi.
"Terserah lo, mau pergi ke mana. Bukan urusan gue." ucap Alga melirik pada Raksa.
"Ya udah sih, bisa aja lihatinnya. Gitu amat, dua hari lagi aku pergi sama Azka. Aku bakalan tinggal di rumah Kakek. Abang kan barusan bilang terserah mau pergi ke mana, berati kan suka-suka aku. Jadi enggak boleh marah-marah lagi ya-"
Bugh
Alga melempar bantal guling kearah Raksa, membuat anak itu seketika menghentikan ucapannya. "PAPA ABANG NIH!" teriak Raksa berlari keluar dari kamar Alga.
"PAPA ABANG TUH, AKU DI USIR DARI RUMAH." adu Raksa berjalan mendekati Saga yang sedang mengobrol dengan Shakira.
"Papa aku di lempar bantal sama Abang-"
"Berisik, katanya mau pergi ikut Azka. Pergi saja sana." sela Alga yang baru saja masuk ke ruang keluarga, dia berjalan mendekati adiknya, menarik tangan adiknya.
"Alga, kenapa sih kasar gitu sama adeknya." tegur Shakira melepaskan tangan Alga dengan paksa.
"Kan dia mau pergi ikut Azka Ma, sekarang aja enggak usah nunggu dua hari lagi. Ngapain nunggu dua hari lagi, sekarang aja. Sana pergi, bagus malah. Enggak ada lo, rumah ini jadi lebih tenang." ucap Alga menatap tajam adiknya yang sudah memeluk Papa-nya.
"Nanti giliran beneran pergi ngamuk," ujar Saga menatap anak sulungnya yang berdiri di hadapannya.
"Tapi aku tetap mau pergi-"
"Emang lo yang hobi cari masalah sama gue duluan." geram Alga melepaskan tangan adiknya yang memeluk erat lengan Papa-nya.
"Beresin barang-barang lo, pergi sana sekarang."
"Iya-iya, ini mau beres-beres." ucap Raksa melepaskan pelukannya pada Saga, dia bangun dari duduknya lalu berjalan melewati Alga. "Jangan rindu ya Alga, rindu itu di bilang berat padahal bukan beban. Di bilang ringan tapi-" Rakas menghentikan y ketika Alga mengangkat tangannya bersiap untuk memukulnya jika saja tidak di cegah oleh Mamanya mungkin Alga sudah benar-benar memukul adiknya.
Update setiap hari minggu, sampai jumpa minggu depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAKSA 2
Teen FictionSetelah lika-liku perjalanan hidupnya sampai pada akhirnya bertemu dengan Ayah kandungnya. Kini Raksa harus menjalani sebuah sekolah khusus untuk menjadi pemimpin perusahaan yang di wariskan oleh sang Kakek untuknya. Yang awalnya dia mengira, perusa...