Bagian 3 : Dia

19 2 0
                                    

Nandru dan ayahnya bersiap-siap pergi ke vihara. Mereka tinggal di sebuah desa kecil di lembah yang subur, di bawah naungan Gunung Merapi yang megah. Ayah Nandru adalah umat setia, sering kali mengajak Nandru untuk ikut dalam puja bakti di vihara, sebuah tempat suci yang berfungsi sebagai pusat kehidupan spiritual dan sosial.

Vihara yang mereka tuju dibangun dengan arsitektur khas, dengan batu-batu besar yang disusun rapi membentuk bangunan megah, dihiasi ukiran relief yang bercerita tentang kehidupan Sang Buddha. Terletak di atas bukit kecil, vihara itu menawarkan pemandangan sawah dan hutan yang memukau di kejauhan.

Ketika mereka berjalan menuju vihara, ayah Nandru bercerita tentang pentingnya puja bakti.
"Nandru," kata ayahnya dengan lembut,
"puja bakti bukan sekadar menyampaikan doa, tetapi juga momen untuk membersihkan pikiran dan hati. Di sini kita mengingat ajaran Sang Buddha, dan bagaimana kita bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari."

Sesampainya di vihara, mereka disambut oleh suasana yang tenang dan damai. Umat lain telah berkumpul di pelataran utama, membawa persembahan bunga, buah, dan dupa. Nandru melihat beberapa temannya juga datang bersama keluarga mereka. Para biksu berjubah cokelat duduk di depan, memimpin puja bakti dengan lantunan mantra yang lembut dan penuh kedamaian.

Setelah melakukan puja bakti, para umat mendengarkan dharma dari pemimpin vihara. Dalam ceramahnya, sang pemimpin mengingatkan tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara duniawi dan spiritual, serta hidup dengan welas asih dan tanpa keinginan yang berlebihan. Ayah Nandru, yang selalu hidup sederhana dan penuh kedamaian, menjadi contoh teladan bagi Nandru dalam menjalani ajaran tersebut.

Setelah puja bakti selesai, mereka berdua menyantap makanan sederhana di bawah pohon beringin besar di halaman vihara, berbagi makanan dengan para umat lainnya. Dalam perjalanan pulang, Nandru merenungkan ajaran yang baru saja ia dengar. Ia sadar bahwa apa yang diajarkan di vihara bukan hanya teori, tetapi dapat ia lihat langsung dalam kehidupan sehari-hari ayahnya seorang pria yang selalu tenang, bekerja keras, dan peduli pada orang lain.

Sore harinya, Nandru kembali duduk di tepi danau, menenangkan suasana hatinya setelah hari yang penuh renungan. Semilir angin sore membawa kesejukan, danau yang tenang seolah mencerminkan kedamaian batinnya.

Tak lama, dari kejauhan, Nandru melihat seseorang berjalan mendekat. Garuh, yang rupanya sedang dalam perjalanan pulang, melihat Nandru dan menyapanya dengan senyum.

"Nandru! Hei, kau di sini sendirian lagi?" tanya Garuh sambil melambaikan tangan.

Iya, aku suka datang ke sini untuk menenangkan diri. Kau sendiri, baru pulang dari mana, Garuh?"

Garuh mendekat dan duduk di sebelah Nandru, memandang ke danau yang tenang. "Aku baru saja selesai urusan di desa sebelah. Tadinya mau langsung pulang, tapi melihatmu di sini, aku pikir aku mampir sebentar."Mereka berbicara sedikit lagi tentang latihan yang akan datang, rencana mereka di sanggar, dan bagaimana masing-masing dari mereka memiliki mimpi yang ingin diwujudkan.

Waktu berlalu tanpa terasa, hingga senja mulai meredup.Sebelum berpisah, Garuh menepuk bahu Nandru dengan semangat.

"Kita akan melalui banyak hal menarik bersama di sanggar, aku yakin itu."

Nandru mengangguk, merasa semakin yakin bahwa keputusannya untuk bergabung dengan ANSUKMA adalah langkah yang tepat.

*~~~

Dua bulan telah berlalu dengan cepat. Latihan demi latihan terus mereka jalani, dan kini hanya tinggal 4 hari lagi sebelum pertunjukan besar di Kerajaan Medang dimulai. Para penari di sanggar ANSUKMA, termasuk Nandru dan Garuh, semakin fokus dan bersemangat untuk memberikan yang terbaik. Hari itu, latihan berlangsung intens seperti biasa. Semua murid memperbaiki gerakan mereka dengan bimbingan Nyai Lasturi. Namun, setelah latihan siang berakhir, Nyai Lasturi memberikan waktu untuk istirahat sebelum latihan sore dimulai.

Tertuju Padamu (BL) Ongoing☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang