Sesampainya di rumah, Nandru merasa lega, tetapi perasaannya segera berubah ketika dia melihat Handara berdiri di depan rumah kecil mereka, tampak menunggu dengan ekspresi yang sulit dibaca. Suasana di antara mereka terasa canggung.
“Handara!” Nandru menyapa, berusaha terdengar santai meskipun dia masih merasa berdebar. “Kamu… sedang apa di sini?”
Handara menatapnya dengan serius. “Aku melihatmu di sungai barusan. Kenapa kamu pergi ke sana tanpa bilang apa-apa? Dan bersama Amar?” tanyanya, nada suaranya mengisyaratkan kekhawatiran.
Nandru merasa gelisah. “Kami hanya… ingin melihat suasana baru, itu saja,” jawabnya, berusaha menghindari detail lebih lanjut.
Handara mengangguk, tetapi wajahnya tetap tegang. “Baiklah, tapi lain kali beri tahu aku sebelum pergi, ya?” katanya.
Mereka berdiri dalam keheningan yang sedikit memanjang, merasakan ketegangan yang mengisi udara. Nandru merasa tak nyaman dan mencari cara untuk mengubah suasana, tetapi kata-kata tampak tersangkut di tenggorokannya. Handara juga tampak ragu untuk berbicara lebih banyak.
Akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa lama, Nandru berusaha memecah kebuntuan. “Jadi, bagaimana harimu?” tanyanya, tetapi pertanyaannya terasa datar dan tidak begitu membantu. “Tidak ada yang dikhawatirkan. Hanya menunggu kamu pulang,” jawab Handara, suaranya datar. Canggung kembali menyelimuti mereka, membuat Nandru merasa semakin sulit untuk menatap mata Handara.
Nandru berdiri di depan Handara, merasakan canggung di tengah ketegangan. Dalam pikirannya, dia teringat bahwa dia sudah meminta izin sebelum pergi ke sungai. “Bukankah aku sudah meminta izin tadi pagi?” batinnya.
Nandru mencoba menyinggung tentang perempuan yang terlihat bersama Handara di pasar. “Siapa perempuan yang kamu bawa ke pasar tadi?” tanyanya, berusaha terdengar santai.
“Dia sepupuku,” jawab Handara singkat, nada suaranya menunjukkan bahwa itu bukan hal yang istimewa.
“Oh, begitu,” balas Nandru, merasa sedikit lega tetapi. Suasana kembali canggung di antara mereka, dan Nandru tidak tahu harus berkata apa lagi.
Handara mengajak Nandru ke danau saat sore hari, ketika cahaya matahari mulai meredup dan langit berwarna jingga keemasan. Mereka duduk di bawah pohon Kamboja yang rindang, menikmati suasana tenang di sekitar danau. Handara mengambil beberapa bunga Kamboja yang jatuh di tanah dan dengan lembut memasangkan bunga-bunga itu di telinga Nandru.
Sambil melihat Handara menatap danau dengan tatapan penuh refleksi, Nandru teringat akan kebaikan Handara. Dia merasa bersyukur memiliki sosok seperti Handara di hidupnya, seseorang yang selalu ada untuk mendukungnya di masa-masa sulit. Perhatian kecil seperti ini membuat Nandru merasa dihargai dan diingat, meskipun ada banyak hal yang belum terucap di antara mereka.
Saat suasana tenang di bawah pohon Kamboja, tiba-tiba Nandru merasakan dorongan untuk bertindak impulsif. Tanpa berpikir panjang, dia mendekat dan mencium pipi Handara. Tindakan itu mengejutkan mereka berdua, dan sejenak, waktu seolah berhenti Nandru segera merasakan jantungnya berdebar kencang menyadari apa yang baru saja dilakukannya. Sementara Handara tertegun, wajahnya tampak sedikit memerah.Wajah Handara masih memerah setelah tindakan itu, seolah terpengaruh oleh tindakan tiba-tiba Nandru. Dalam momen keheningan yang penuh ketegangan, Handara menatap Nandru sejenak sebelum membalasnya dengan ciuman bibir lembut. Ciuman itu terasa hangat dan penuh makna, seolah menyampaikan semua perasaan yang selama ini terpendam di antara mereka.
Nandru terkejut, tetapi segera merespons dengan lembut, merasakan ikatan yang semakin kuat di antara mereka. Di bawah pohon Kamboja, dengan suasana sore yang tenang, keduanya terlarut dalam momen yang indah dan tak terduga, merasakan kehadiran satu sama lain dengan cara yang baru dan lebih dalam. Sejenak, segala pikiran dan keraguan lenyap, digantikan oleh kebahagiaan yang tulus dan rasa saling menghargai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tertuju Padamu (BL) Ongoing☑️
Ficción históricaSebelum fajar, angin bertiup di pipiku Suara mu Aroma mu membungkus dan mengisi segalanya "Aku mulai mencintaimu tepat di pertemuan kedua kita, kamu mungkin tidak mengingat aku pada waktu itu tetapi tanpa kau sadar bahwa mata kita pernah menatap sa...