PROLOG

10 2 0
                                    

POV'S JINGGA ARVIAN

"AYAH! BUNDA!! AKU DULUAN, YA!!" seru remaja dengan seragam yang berantakan, rambutnya yang seperti tak di urus membuat perempuan berusia tiga puluh lima tahun menahan anak laki-laki tersebut.

"TUNGGU, JINGGA!!"

Anak itu menoleh mengarah ke sosok perempuan yang sedang lari terbopoh-bopoh. Dia mengambilkan sebuah dasi dan sisir, dan kemudian memakaikannya kepada Jingga Arvian, anak tunggal dirinya.

"Kamu itu ya, bunda heran deh sama kamu buru-buru mulu. Liat tuh baju dan rambut kamu! Berantakan banget, kayak orang gak di urus!! Terus gak salim dulu ke bunda ayah,"

Perempuan itu terus saja menyerocos sembari tangannya yang lihai memisahkan rambut rambut anaknya dan menyisirnya sehingga menjadi rapi. "Lain kali kalau gak mau buru-buru kayak gini, bangun pagi makanya. Gak usah begadang, main game atau apalah yang bikin kamu telat bangun."

Bukannya mendengarkan, Jingga malah cengengesan mendengar ocehan bundanya. "Iya Bun, maaf,"

Kemudian, Jingga menyalimi bunda dan menanyakan keberadaan ayahnya. Karena, ayahnya tak terlihat dari tadi.

"Sepertinya di kamar nak, ayah sedang istirahat."

Jingga menarik nafasnya panjang. "Yasudah bun, aku ke kamar ayah dulu, ya?"

Larasati Ratyan, hanya bisa mengangguk, menatap punggung sang anak yang sudah menghilang beranjak ke kamar sang ayah.

TOK TOK TOK

Sebuah pintu berhasil terbuka, memperlihatkan seorang pria yang sedang duduk di sebuah kursi roda.

"Selamat pagi, ayah." sapa Jingga dengan lembut, menatap rindu kepada sang ayah.

Jingga duduk lesehan di lantai, kedua kakinya menopang badannya yang berat, tangannya menggenggam erat tangan yang saat ini dingin dan gemetar.

"Ayah, gimana kabar hari ini? Aku hari ini masuk, yah. Aku gak bisa ajak ayah jalan-jalan hari ini, gapapa ya? Nanti pulang sekolah aku langsung ke kamar ayah dan ajak ayah liat pemandangan kayak kemarin lagi, oke?"

Ayahnya diam, badannya tak bisa di gerakkan, mulutnya membisu ia hanya bisa mengangguk pelan sembari tersenyum.

"Ayah sama bunda dulu, ya? Hari ini aku gak les, yah. Nanti aku pulang cepet, okay!"

Lelaki itu menautkan jari kelingking nya dengan jari ayahnya. Membentuk sebuah janji. "Ayah, aku duluan ya. Aku sayang ayah!" pamitnya seraya mencium tangan dan kepala ayahnya.

Melihat pemandangan mengharukan itu,  Larasati tersenyum sendu. Yah, anak kita lucu kan? Anak kita udah gede banget ya sekarang, dia sudah seperti kamu dahulu. Sifat tegas dan perhatiannya kayak kamu SMA dahulu, aku jadi keinget masa itu. Andai kamu masih sehat, sepertinya kita akan menikmati momen ini sebelum ia lebih memilih kekasih yang dicintainya.

"Bun, aku jalan dulu, ya?" Lamunan Laras buyar, suara itu mengagetkan dirinya.

"Iya nak, hati-hati naik motornya, jangan ngebut, jangan bandel di sekolah ya nak. Jangan ikut-ikutan temen jadi anggota geng motor. Camkan itu, Jingga."

DEG

Pernyataan itu membuat hatinya Jingga seolah tersohok, ucapan itu bagaikan aliran listrik yang menyengat tubuhnya tanpa aba-aba. Maaf bunda, yang ini aku gak bisa.

Tak ingin sang bunda mencurigai, dengan cepat ekspresi Jingga berubah. "Siap bos!!" Tangannya membentuk hormat kepada sang ibunda. Lalu segera berpamitan kepada keduanya.

Romansa Di kala SMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang