Suara siulan terdengar hingga menarik atensi sekitarnya. Kenvaro berjalan riang sepanjang jalan serta wajahnya yang berseri-seri. Ia merasakan hangatnya dunia bagai seseorang yang kali pertama merasakan puber.
Sungguh, tidak ada yang lebih membahagiakan dari apapun saat mulai menjalin hubungan dengan wanita yang didambakan. Begitu ada banyak kupu-kupu bertebangan di perutnya, menggelitikinya sampai tertawa berlebihan. Mata Kenvaro yang sipit akibat rasa geli itu kemudian mulai membuka matanya sedikit demi sedikit. "Wuah, haha-stop, geli heii." Ia terkikik sambil memegang tangan yang ada di perutnya.
Masih dengan suara kikik-an yang sama, Kenvaro sadar bahwa di depannya terpampang wajah datar dari seseorang. Wajah itu...seperti tatapan melihat sesuatu yang dibencinya.
"Ngapain lo?" Perempuan memakai headset– pengganggu Kenvaro itu bersedekap dada. Ia menatap dengan ekspresi tidak percaya, "Kerasukan apa lo sampe jadi gila?" Gelengnya penuh napas panjang.
"Seneng banget aku hari ini, mau tau alasannya?" Alih-alih menjawab, Kenvaro memilih topik berbeda. "Aku ha–"
"Ogah, mendingan gue main game online." Ujar gadis tersebut lalu pergi meninggalkan Kenvaro sendirian.
Lelaki itu geleng-geleng kepala melihat tingkah adik perempuannya yang sangat suka dengan game seperti anak laki-laki. Kenvaro juga menyukainya, namun adik bandel satu itu lebih gemar dan banyak mengoleksi hal yang berkaitan dengan game.
"Dasar."
***
"AAA...dari mana aja sih? Gue kangen tauu."
Seseorang datang bersama sebuah pelukan. Ia berhambur memeluk dengan hangat dalam pelukan Lila. Wanita itu tersenyum lebar tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.
Lila begitu senang melihat sosok yang duduk di depannya. Perempuan berpakaian jas formal yang begitu elegan itu tampak sangat cantik di pandangan Lila, sampai ia sendiri melamun karena terlalu kagum.
"Gimana kabarmu, Sarah?"
Sarah kembali tersenyum lebar, "Baik, Beb. Kamu gimana? " Ucap Sarah menyesuaikan.
"Aku baik kok."
Mereka duduk berhadapan sampai sebelum Sarah menggeser kursinya dekat dengan Lila. "Aku inget deh, waktu itu juga sama. Gatau harus gimana akhirnya aku cuma duduk di samping kamu gini."
Lila masih diam sambil mengingat hal yang Sarah bicarakan. Tak kunjung menanggapi, Sarah akhirnya memberi tahu bahwa itu saat mereka bersekolah dahulu. "Aku inget itu karena saat itu juga hatiku langsung berlabuh sama dia." Mengingat kenangan lama memang membuat kita merasa rindu dengan momen itu, tapi ada kalanya momen bahagia bagi orang lain itu belum tentu baik untuk diri kita. Lila mengingatnya, tapi entah kenapa hatinya ikut merasa sakit. Pelan air matanya turun tanpa dirasa. Kenapa air mata suka seenaknya turun sih.
"Lila? Hey, kenapa?" Sarah yang melihat hal itu segera memeluk sahabatnya dengan erat, mengelus pundak Lila dengan halus dan membiarkan menangis sunyi untuk sementara waktu.
Setelah beberapa saat, Lila sudah kembali dengan senyumnya. Lebar, sangat lebar. Namun, itu tetap tidak membuatnya baik-baik saja.
Sarah prihatin dengan kondisi tersebut, sudah berapa lama dia pergi meninggalkan sahabatnya dengan luka masa lalu yang masih melekat. Sarah pikir semuanya sudah baik-baik saja dalam beberapa tahun, nyatanya orang yang ia sayang masih menyimpan erat sesuatu itu.
Tidak bisa membiarkan Lila sendiri, Sarah akhirnya menginap di rumah Lila. Tampak sepi dan sunyi, mungkin karena cuaca mendung dan hujan rintik-rintik membuat penghuni sekitar sini menutup rapat-rapat jendela.
YOU ARE READING
Rangkulan Rasa
Short Story"Aku tidak bisa tersenyum selebar dulu, sehingga mataku tidak akan menyipit saat itu." "Pada awalnya kita baik, lalu kembali runtuh." Di masa lalu, Liliana Seraphine, memiliki kenangan yang hitam dan putih. Ia ingin mengingat momen berharga itu, tid...