dunia lain

20 3 7
                                    



Ssshh!! Seorang gadis terbangun di sebuah ruangan rumah sakit. Aroma obat-obatan menyeruak di udara, berpadu dengan suasana steril dan dinding putih yang mengelilinginya.

Kayla mengusap kepalanya yang terasa berdenyut dan berat. "Apakah aku selamat? Tapi... di mana ini?" gumamnya, merasa kebingungan. Dia sedang berada di tubuh seorang protagonis—gadis yang dikenal cengeng dan sering dipandang sebelah mata karena penampilannya yang lusuh dan seperti jalang.

“Syukurlah, Nak, Ibu senang kamu sudah sembuh,” suara lembut seorang wanita terdengar dari sampingnya. Kayla menoleh dan melihat seorang wanita paruh baya duduk di sebelahnya.

“Siapa Ibu?” tanya Kayla, kebingungan dan berusaha memahami situasi yang tak biasa ini.

Deg! Hati sang ibu terasa sakit saat mendengar putrinya sendiri tidak mengenalinya. Sesaat dia terdiam, menatap hampa ke arah benda-benda di hadapannya. Perasaan sakit hati dan penyesalan menyeruak dalam dirinya.

“Andai saja dulu aku tidak terlalu sibuk dengan karierku... mungkin aku bisa menikmati lebih banyak waktu bersamanya,” batinnya.

Meskipun merasa sedih, sang ibu sudah mengetahui bahwa putrinya, Gisella, mengalami amnesia. Dengan senyum pahit, ia berkata, “Saya ibumu, Nak. Namaku Dasy Liana.”

Meski sudah berusia paruh baya, Dasy masih tampak cantik. Kulitnya halus tanpa keriput, mempertahankan penampilan yang membuatnya tetap dikenal sebagai model ternama dengan bayaran fantastis.

Ayah Gisella adalah seorang pengusaha besar, salah satu pemegang saham utama di berbagai perusahaan. Ia juga mantan mafia, yang kini menyerahkan kendali kepada anak tertuanya, Alden Leon Barnard—kakak tertua Gisella dan penerus keluarga Barnard yang disegani.

Kayla terdiam beberapa saat, kebingungan dengan situasi yang ia hadapi. “Bu, apakah ada cermin di sini?” tanyanya, suara Gisella terdengar darinya.

“Tentu, tunggu sebentar,” jawab Dasy sebelum mengambil cermin kecil. Tak lama, ia kembali dan menyerahkan cermin itu pada Kayla.

“What? Siapa ini?” seru Kayla terkejut melihat pantulan dirinya. Hidung mancung, mata elang yang tajam, kulit seputih salju, dan rambut hitam panjang yang berkilauan. Tubuh yang dimiliki Gisella adalah impian banyak perempuan. "Transmigrasi? Bahkan aku belum menikah! Ah, sial!"

Deg! Satu demi satu memori Gisella mulai memenuhi kepala Kayla—kenangan yang penuh dengan rasa sakit. Gisella pernah diabaikan oleh teman-temannya, dihina oleh tunangannya, dan dicap sebagai perempuan murahan. Semua luka itu membara dalam ingatan, menuntut keadilan.

Ibu Gisella masuk kembali, membawa sepiring buah dan camilan. “Dokter bilang kamu bisa pulang besok, jadi istirahatlah yang cukup,” kata Dasy, memberikan kecupan singkat di pipi putrinya sebelum melangkah keluar.

Kayla, yang sekarang sepenuhnya menyadari bahwa dirinya adalah Gisella, mulai merasa simpati pada sang ibu. “Apakah aku tidak punya ayah atau saudara?” tanyanya.

Ibu Dasy tampak ragu sejenak, lalu menjawab dengan nada lembut, “Mereka memang sibuk, tapi besok kita akan bertemu. Sekarang, istirahat dulu ya. Selamat malam, Sayang,” ucapnya, memberikan kecupan terakhir sebelum meninggalkan ruangan.

***

Keesokan harinya, Gisella akhirnya diperbolehkan pulang. Dengan pakaian netral yang dikenakannya, ia masih memancarkan aura kuat yang tak bisa diabaikan.

Dasy memperhatikannya dengan heran. Biasanya, putrinya akan memakai pakaian minim untuk menarik perhatian. "Syukurlah, Ibu lebih senang melihatmu yang sekarang,” gumamnya, sedikit lega.

Gisella hanya tersenyum kecil, mengabaikan rasa risih saat ibunya terus memandanginya penuh penasaran. "Siapa yang akan berani menantangku setelah ini?" pikirnya.

Dengan senyum smirk yang menghiasi wajahnya, Gisella masuk ke dalam mobil BMW yang menunggunya di depan rumah sakit.

"The game will start soon," bisiknya pelan, menyadari bahwa ini baru awal dari perjalanan barunya.

I'm GisellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang