ii. red eyes or pink eyes?

23 6 7
                                    

© 2O24, FAIROUPHILE ON WATTPAD

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

© 2O24, FAIROUPHILE ON WATTPAD.
ALL RIGHTS RESERVED

———

HAIDAR Nethaniel mengetuk-ngetukkan kakinya tidak sabar ke lantai berkarpet biru dan menarik-narik kulit di sekitar ibu jarinya dengan jari telunjuk. Dia telah menunggu selama sejam terakhir di gedung kementrian sihir tepatnya di lantai ke tujuh dimana ruangan ayahnya berada.

Ethan tidak menunggu ayahnya, melainkan asisten ayahnya yang hari ini setuju untuk mengantarkannya ke ruangan Thalor Amarthiniel dengan alasan dia ingin mengambil sesuatu di sana atas permintaan ayahnya. Tentu saja, Ethan berbohong. Setelah dia mendengar kabar bahwa Alial Nightshade, wakil Kementrian Sihir yang tugasnya berkaitan erat dengan para petinggi sage yang mana dikepalai oleh ayahnya tewas tadi pagi, Ethan tidak bisa diam begitu saja.

Patut Ethan akui, dia merasa cemburu dengan situasi Raja sekarang yang sudah bisa memperlihatkan warna aslinya kepada semua orang dan menerima sanksi sosialnya sejak dini, tidak dengan dirinya yang masih menunggu sebuah kepastian untuk nasibnya. Sudah dari lama, Ethan mencurigai bagaimana cara ayahnya yang tidak henti bekerja over time setelah kematian Magistra Morvena atau sang Raja Kegelapan, kemudian bagaimana cara ibunya yang selalu ogah pulang ke rumah hanya karena pertengkaran keduanya yang tak Ethan ketahui.

Ethan takut jika suatu hari nanti ayahnya tertangkap memiliki indikasi dalam aktivitas sebagai pengikut setia Raja Kegelapan. Ya, Ethan tahu, Magistra Morvena yang berada dalam tubuh Abian Hengkara itu kini sudah tiada dan lenyap dari dunia. Namun, di dunia sihir, semuanya bisa terjadi.

Ethan menyenderkan separuh tubuhnya ke meja resepsionis sambil sesekali menggaruk alisnya, beberapa petugas kebersihan meliriknya, tapi Ethan hanya mampu membalas mereka dengan senyuman tipis. Untungnya tidak lama kemudian, asisten ayahnya yang sudah dinantinya sedari tadi muncul dari ujung koridor bersama tumpukan kertas yang berterbangan di sisinya. Gayanya terkesan sembrono, membuat Ethan bertanya-tanya kenapa ayahnya memperkerjakannya.

"Saya sudah menunggu anda hampir satu jam, Mr. Rey Grimwood."

Rey, asisten Thalor, melirik takut-takut. "Maaf, tuan. Mari saya antar anda ke ruangan Mr. Amarthiniel."

Ethan tidak berkata, namun dia mengekori Rey yang menuntunnya di sepanjangan koridor kementrian sihir yang dilekati marmer-marmer hitam khas kementrian, beberapa lilin melayang di atas kepalanya, serta tiga ekor burung pixie yang berterbangan dengan konsisten untuk menghantarkan dokumen dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Beberapa karyawan masih saja meliriknya dengan penasaran, namun Ethan tak mau ambil pusing. Ironi sekali memang jika dia tidak pernah mendatangi ruangan kerja ayahnya, namun memang begitulah keadaan keluarganya. Asing, tertutup, dan individual. Hidup sebagai orang berkecukupan yang seperti ini tidak pernah menjadi impian Ethan.

DUENDE II: SHADOW AND LIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang