Prolog

185 26 0
                                    

Dalam setiap persahabatan, ada momen-momen yang tak terlupakan—tertawa, berbagi rahasia, dan saling mendukung. Freya dan Marsha adalah dua sahabat yang tumbuh bersama, menjalani setiap suka dan duka dengan penuh semangat. Namun, kehidupan memiliki cara untuk menguji ikatan yang terjalin erat.

Ketika Marsha menerima tawaran impian yang membawanya jauh dari rumah, Freya berusaha mendukung sahabatnya, meski hatinya hancur. Jarak dan waktu mulai merenggangkan mereka, dan saat mereka saling berbagi cerita melalui layar kecil, Freya merasakan bayang-bayang kesepian yang semakin menggelayuti.

Suatu malam, kabar mengejutkan datang seperti badai yang merobek langit cerah. Marsha terjebak dalam perjalanan yang tak terduga, dan kehidupan yang mereka kenal seakan terbalik. Freya terjebak dalam rasa sakit dan kehilangan, berjuang untuk memahami bagaimana melanjutkan tanpa sahabatnya yang selalu ada.

Kini, dalam kelamnya malam yang panjang, Freya mendapati dirinya bertanya: Apakah cinta dan persahabatan cukup kuat untuk menahan segala kepedihan? Ataukah mereka akan terpuruk dalam kenangan yang menyakitkan, terpisah oleh jarak dan waktu?

Freya menatap layar ponselnya, berusaha mengingat suara ceria Marsha yang selalu bisa menghiburnya. Namun, sekarang hanya ada keheningan yang menyesakkan. Pesan terakhir dari Marsha masih tertulis di sana, penuh harapan dan semangat, seolah-olah menantang Freya untuk tidak menyerah. "Kita akan selalu bersama, kan? Meskipun jauh."

Namun, semakin lama waktu berlalu, semakin terasa ketidakpastian merayapi hati Freya. Ia ingin percaya bahwa persahabatan mereka akan selalu kuat, tetapi dalam kesunyian malam, keraguan mulai menghantui. Sehari berlalu, kemudian seminggu, dan tanpa kabar yang berarti, Freya merasakan kecemasan menggerogoti hatinya.

Ia mulai mengumpulkan semua kenangan yang mereka ciptakan—foto-foto, catatan, dan pesan-pesan yang tergeletak di sudut-sudut ponselnya. Setiap lembar memori mengingatkannya pada tawa, perjalanan, dan janji yang mereka buat untuk selamanya. Tapi sekarang, semua itu terasa seperti bayangan yang memudar.

Hingga akhirnya, Freya menerima telepon yang mengubah segalanya. Suara di ujung sana, penuh isak tangis dan ketidakberdayaan, mengungkapkan berita yang tak ingin ia dengar. Marsha terlibat dalam kecelakaan yang mengubah hidupnya selamanya. Saat kata-kata itu menghantam jiwanya, Freya merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya.

Tanpa berpikir panjang, ia bergegas menuju rumah sakit, harap-harap cemas berdoa dalam hati. Apakah ia akan mendapatkan kesempatan untuk melihat sahabatnya satu kali lagi? Apakah ada cara untuk mengembalikan segala sesuatu seperti sedia kala? Dalam perjalanan menuju ruang gawat darurat, Freya merasakan ketidakpastian menghantui langkahnya, menuntun pada satu pertanyaan: Bagaimana hidupnya tanpa Marsha, bagian dari dirinya yang selama ini selalu ada?

Di ruang sejuk dan hampa, Freya menunggu, merasakan detak jantungnya yang berdentang dalam ritme ketakutan dan kerinduan. Ia tahu, apapun yang terjadi, hidup mereka tak akan pernah sama lagi.

Freya duduk di bangku dingin, matanya terpaku pada pintu ruang gawat darurat. Setiap detik terasa seperti satu jam, dan suara bip alat medis dari dalam ruangan semakin membuatnya cemas. Ia menggenggam erat ponselnya, berharap menerima pesan dari Marsha, meskipun ia tahu harapan itu mungkin sia-sia.

Di saat-saat menegangkan seperti ini, kenangan bersama Marsha kembali muncul dalam benaknya. Mereka pernah berjanji untuk selalu saling menjaga, untuk tidak membiarkan apapun memisahkan mereka. Freya teringat bagaimana Marsha selalu bisa membuatnya tertawa di saat-saat tersulit. Kini, tanpa sahabatnya, seolah-olah dunia kehilangan warnanya.

Setelah waktu yang terasa selamanya, seorang dokter muncul dari balik pintu. Raut wajahnya serius, dan Freya merasakan jantungnya berdegup kencang. "Saya minta maaf," kata dokter itu pelan. "Kami sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi kondisi Marsha sangat kritis."

F & MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang