Kalau disuruh milih antara punya pasangan tapi duit pas-pasan, sama jomblo tapi kaya, mending aku jomblo aja tapi duitku segudang.
Ini 2024, yakali kita makan cinta. Kenyang sama janji manis yang ada.
"Temennya Patricia. Temen kerja di tempat kerja dia yang baru. Masuknya sama kayak Patty, yah, sekitar tiga bulan ini lah." Aku menjelaskan pada Anindya Alyssa atau yang sering kupanggil Ninin. Cewek itu adalah satu-satunya teman yang paling dekat denganku di kantor, salah satu orang yang nggak kepo dan nggak ngusik kehidupanku yang kujaga ketenangannya ini. Saat istirahat makan siang ini, akhirnya aku menceritakan semua yang aku tahu tentang Jenar kepada perempuan yang suka memakai kerudung pashmina itu.
"Oh, jadi setelah Patricia resign dari Prima, ngelahirin Nala, lalu kerja lagi di Gautama, nah.. Jenar itu teman kerja dia di Gautama, gitu bukan maksudnya? Mereka masuk di batch yang sama?"
"Iya, gitu, Nin. Menurut lo gimana?"
"Apanya?"
"Jenarlah, masa Tiar."
Ninin sukses terbahak. Ninin juga teman yang tahu bagaimana tentang apesnya kehidupanku tentang percintaan.
"Menurut gue...gue nggak bisa menebak atau mastiin juga sih. Ada dua kemungkinan, yang pertama, dia emang mau kenalan sama lo karena Patricia yang nyuruh. Inget kan mereka temen kerja? masuk bareng pula, kayak...sungkan nggak sih kalau sampai nolak? Terus, kemungkinan ke dua, ya dia cuma mau temanan biasa aja, nambahin followers Instagram maksudnya."
"Kampret lo, Nin."
"Emang lo udah tertarik?"
Aku juga nggak tahu.
Ninin melanjutkan kalimatnya, "Kalo lo tertarik ke dia, make a move. Tapi kalo lo masih biasa aja, yaudah, nggak usah melakukan apapun."
Jujur, aku penasaran.
Karena, setelah Patty sedikit menceritakan tentang bagaimana Jenar dan kehidupannya, aku jadi merasa kagum.
Menyala hati murahanku.
Bagaimana tidak, meskipun aku masih sedikit galau, ya nggak banyak galaunya, aku mendadak seperti nggak punya beban dan lupa kalau aku pernah segalau itu dengan Tiar.
Samar-samar dalam pemikiran dan isi otak yang kumiliki, aku diam-diam memikirkan Jenar, meskipun itu sekelebat tapi itu pasti. Aku yakin, dalam waktu tiga bulan kepalaku pasti sudah penuh dengan Jenar.
Nggak tau ya kalo setelah Jenar tiba-tiba datang mas-mas yang proper untuk dijadikan suami.
Sudah kubilang, jadi jomblo itu memang sulit.
Gerak dikit udah naksir orang yang lain.
Tapi tenang, untuk saat ini masih mas Jenar yang menduduki tahta tertinggi dalam isi kepala.
Patty bilang, aku dan Jenar mirip.
Kalau dari cerita yang Patty bilang, kami adalah dua manusia yang kesepian.
"Dia ngekos, Dir. Sama kayak lo. Kelahiran sembilan lima. Sama kayak lo. Pas kan? Nggak ketuaan, nggak kemudaan. Dia suka masak, lo suka makan. Dia suka olah raga, lo lagi gencar-gencarnya buat diet. Dia sering kesepian, kadang kalau randomnya kumat sering tiba-tiba ngajakin gue dan suami buat belanja bulanan di Superindo, persis kayak lo yang suka mendadak belanja bulanan tanpa ditemenin siapa-siapa. Dia lagi nyari tanah di daerah sini buat prospek masa depan, persis kayak lo yang lagi nyari rumah di sini biar nggak ngekos. Kalian punya visi misi yang sama. Dipikiran gue, kenapa kalian nggak coba aja untuk menjalani hari-hari bareng? Asli lah, kalian cocok pol."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hampir 30 : Mas, nikah yuk!
ChickLitKalian pikir, sendiri itu enak? NGGAK. Bjir kata gue teh! Usia bentar lagi kepala tiga, tapi pasangan aja nggak ada. Berkali-kali denger kalimat jadul tapi bikin hati engap, "Truk aja gandengan, masa kamu enggak?" Bjir kata gue teh! Andaikan aku ket...