Chapter 2: Kejutan Tak Terduga

2 0 0
                                    

Happy readinggg

------

Chapter 2: Kejutan Tak Terduga

Hari di sekolah terasa seperti rutinitas yang sama bagi Mala Celeste Amara. Meskipun ia merasa ada harapan baru setelah tatapan singkat dengan Zaky Alfarez Adyputra, rasa cemas dan tidak pasti tetap menyelimuti pikirannya. Setiap kali melihat Zaky, jantungnya berdebar, tetapi ia juga tahu bahwa keberanian untuk berbicara dengannya masih sulit dicapai.

Di kelas olahraga hari itu, Mala dan teman-temannya bersiap untuk pelajaran. Mereka berkumpul di lapangan, di mana guru olahraga, Pak Danni, sedang menjelaskan aktivitas yang akan mereka lakukan. Namun, suasana hati Mala terasa lebih gelisah daripada biasanya, dan ia berharap tidak ada yang mengganggu fokusnya.

Ketika semua siswa mulai berlatih, Pak Danni, yang terkenal sebagai guru yang suka gahul dan favorit , tiba-tiba berkomentar, “ Eh, kalian tu tau ga sih, si Zaky , anggota osis itu dah punya pacar, cuma katanya ga di publik sama dia. Pacarnya juga bukan dari sekolah ini, beda sekolah". Ujar Pak Danni memberitahu.

Mala merasakan seakan seluruh dunia berhenti berputar. Kata-kata itu terngiang di telinganya, dan seolah semua harapan yang baru tumbuh di hatinya runtuh seketika. Pacar? Zaky punya pacar? Ini adalah berita yang tidak pernah ia harapkan, dan ia merasa hatinya hancur seketika.

"Serius, Pak?" tanya Sofia, mengerutkan dahi, berusaha memahami situasi. "Kira- kira Siapa pacarnya pak?"

“Pak Danni ga tahu siapa namnya, tapi kalo ga salah sekolah sebelah itu. Tapi gak heran sih orang Zaky aja banyak Fans nya."  Jawab Pak Danni sambil tertawa sedikit keras.

Mala merasakan pandangannya mulai kabur. Teman-teman di sekelilingnya melanjutkan percakapan, tetapi semua kata-kata itu terdengar samar. Rasa kecewa menyelimuti dirinya. Tidak pernah ia bayangkan Zaky yang selalu ia kagumi dan sukai sudah memiliki seseorang di hatinya. Bagaimana bisa ia bersaing dengan perasaan yang sudah terikat?

Saat pelajaran berlanjut, Mala berusaha menahan emosinya. Ia mencoba berolahraga, tetapi pikirannya melayang jauh. Rasa sakit di hatinya membuatnya tidak fokus, dan ia tahu bahwa ia perlu menenangkan diri. Setelah pelajaran selesai, ia duduk di pinggir lapangan, berusaha menata pikirannya perlahan-lahan.

"Mal, Lu oke?" tanya Keira, mendekat. “Kayaknya lu gak nyaman deh.”

Mala menggeleng pelan, berusaha tersenyum. "Enggak pa-pa. Cuma... denger kabar tentang Zaky... gue nggak nyangka dia udah punya pacar."

“Kalau itu, lu harus coba lebih santai. Lu kan masih muda, banyak waktu untuk menemuin orang yang lebih tepat,” Angkasa teman Mala yang terlihat seperti laki-laki mencoba menghibur, tetapi tidak ada yang bisa menghapus rasa sakit itu.

Mala tahu Angkasa benar, tetapi perasaannya tidak bisa diabaikan. Rasa sakit akibat cinta yang tak terbalas memang menyakitkan, tetapi sesuatu dalam dirinya tetap bertekad untuk tidak menyerah. Meski Zaky mungkin sudah memiliki seseorang, itu tidak akan menghentikannya untuk tetap berusaha dan menjadi lebih baik.

Setelah pulang sekolah, Mala duduk di kamarnya, memikirkan kembali semua kenangan indah yang ia simpan tentang Zaky. Foto-foto yang ia ambil diam-diam menjadi pengingat akan perasaannya yang tulus. Ia menyadari, meskipun kecewa, ada keindahan dalam pengaguman yang ia rasakan.

“Zaky kan gak tau gue ada, perasaan gue ini masih bisa dihargai kan ya". bisiknya pada dirinya sendiri, bertekad untuk melanjutkan hidup. Rasa sakit itu membuatnya merenung, dan ia menyadari bahwa cinta tidak selalu berakhir bahagia. Namun, ia tidak ingin membiarkan kesedihan ini menghentikannya Mala bertekad akan terus berjuang mengejar cintannya.

Hari-hari berikutnya menjadi semakin sulit. Setiap kali ia melihat Zaky, rasa sakit itu muncul kembali. Zaky tampak bahagia, berbicara dan tertawa dengan teman-temannya. Melihatnya bersama orang lain membuat hatinya semakin perih. Namun, di balik rasa sakit itu, Mala juga merasakan kekuatan baru—keinginan untuk tidak menyerah pada perasaannya, meski itu menyakitkan.

Teman-temannya, yang selalu ada untuk mendukung, melihat perubahan dalam diri Mala. Sofia, Keira,  Errina dan Angkasa berusaha menghiburnya dengan berbagai cara. “Kita harus keluar, Mal! Ayoo, nonton film atau ke xafe!” ajak Sofia, berusaha membangkitkan semangat Mala.

Mala tersenyum tipis. “Okeh, mungkin itu bisa bantu.” Mereka merencanakan untuk pergi ke bioskop akhir pekan ini, dan Mala mulai merasa sedikit lebih baik. Setidaknya, bersosialisasi dengan teman-temannya bisa mengalihkan pikirannya dari Zaky.

Ketika mereka sampai di bioskop, suasana ceria langsung menyergapnya. Aroma popcorn dan tawa teman-temannya membuatnya merasa sedikit lebih ringan. Namun, saat film dimulai, ia tidak bisa berhenti berpikir tentang Zaky. Gambar-gambar indah yang pernah ia lihat tentangnya terus muncul di benaknya, membuatnya merasa rindu yang mendalam.

Malam itu, setelah menonton film, Mala pulang dengan perasaan campur aduk. Ia tahu bahwa meskipun rasa sakit ini terasa berat, ia harus belajar untuk merelakannya. “Kalau memang bukan untukku, aku harus bisa melepaskannya,” pikirnya dalam hati.

Mala mulai menulis di jurnalnya, sebuah kebiasaan yang ia lakukan ketika merasa kesulitan. Ia mencurahkan segala perasaannya, dari kebahagiaan melihat Zaky hingga kekecewaan mendengar berita pacarnya. Menulis membuatnya merasa lega, dan ia sadar bahwa semua perasaannya—baik suka maupun duka—adalah bagian dari perjalanan hidupnya.

Selama beberapa minggu ke depan, Mala berusaha untuk tidak terlalu terpaku pada Zaky. Ia menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman-temannya dan terlibat dalam berbagai kegiatan di sekolah. Dengan berpartisipasi dalam kegiatan ekstra kurikuler, ia menemukan minat baru dan mulai membangun kepercayaan dirinya.

Suatu hari, saat berkumpul di kantin, Angkasa kembali bertanya, “Mal, gimana kalau kita coba bikin grup belajar bareng? Mungkin bisa mengalihkan perhatianmu dari Zaky.” Mala mengangguk setuju, menyadari bahwa ini adalah kesempatan bagus untuk fokus pada hal lain.

Mala mulai belajar lebih giat, dan secara perlahan, perasaannya terhadap Zaky mulai mereda. Ia tidak ingin membiarkan cinta yang tak terbalas menghalangi kebahagiaannya. Setiap kali ia merasa rindu, ia mengingatkan dirinya bahwa cinta sejati bukan hanya tentang memiliki, tetapi juga tentang menghargai perasaan yang ada.

Kira-kira sebulan setelah kejadian itu, di tengah persiapan untuk ujian, Mala merasa lebih kuat. Ia menemukan dukungan dari teman-temannya dan semakin memahami bahwa hidup harus terus berjalan. Ia menyadari bahwa keberanian bukan hanya tentang mengungkapkan cinta, tetapi juga tentang menerima kenyataan dan melanjutkan hidup tapi meski begitu mala akan tetap mencoba mengejar Zaky.

Dan meskipun Zaky mungkin akan selalu menjadi bagian di hatinya, Mala yakin akan ada banyak peluang lain untuk cinta dan kebahagiaan di masa depan. Ia bertekad untuk terus melangkah maju, dengan semangat dan harapan yang baru.

---

End of Chapter 2

to be continued 😘

Zaky Alfarez Adyputra And Mala Celeste AmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang