3

126 15 4
                                    

“Apa ini, mas?” tanya Aura saat Irwan memberikan catatan berisi email dan nomer.

“Kamu nggak bisa baca?” Irwan menatap malas pada Aura.

“Bisa, tapi mas nggak kasih tahu cuman kasih begitu saja.” Aura menatap malas pada Irwan.

“Nomer dan email saya, nanti kamu buat group yang isinya ada saya juga.” Aura memilih menganggukkan kepalanya “Bagaimana sama hukumannya? Udah nggak tertarik membuat saya jatuh cinta? Masih ada waktu sampai ospek selesai, pakai waktu dengan baik.” Irwan meninggalkan Aura yang menatap tidak percaya.

“Cowok aneh.”

Aura mencatat nomer dan email Irwan, tadi dirinya sudah tukar nomer dengan teman lainnya dan langsung membuat group yang diminta sama Irwan. Aura tidak tahu keberuntungan atau tidak mendapatkan wali seperti Irwan, tampaknya harus menahan diri sampai nanti lulus.

“Mau tahu cara buat Mas Irwan jatuh cinta?” Aura mengalihkan pandangannya kearah ketua pelaksana yang baru diketahuinya bernama Galuh.

“Mas bisa nggak kasih hukuman yang masuk akal?” Aura mengeluarkan peotesnya pada Galuh secara langsung sekali lagi dengan harapan akan tercapai.

“Mas Irwan ngapain kamu?” tanya Galuh dengan nada penasaran.

Aura menggelengkan kepalanya “Lagian apa manfaatnya aku buat dia jatuh cinta? Aku dalam mode nggak mau pacaran...”

“Kalau langsung nikah?” tanya Galuh memutuskan kalimat Aura.

“Nggak kearah sana juga, mas.” Aura menatap kesal pada Galuh yang hanya tersenyum tanpa dosa “Lagian Mas Irwan ini pembimbing aku selama kuliah ampe selesai, masa aku godain pembimbing sendiri? Apa nggak akan buat malu fakultas? Aku nggak mau aneh-aneh, mas.”

“Satu aja kok anehnya nggak banyak, lagian kalau kamu bisa buat jatuh cinta Mas Irwan  pahalanya besar.”

“Kenapa gitu? Mas Irwan normal, kan? Usianya berapa memang? Mas Irwan nggak dalam target menikah, kan? Nanti ujung-ujungnya aku nikah sama dia.” Aura bergidik ngeri membayangkan  hal itu.

Galuh tertawa mendengar kalimat Aura, lebih tepatnya bahasa tubuh Aura saat berbicara seakan Irwan adalah manusia yang harus dihindari. Aura mengalihkan pandangan kearah Galuh dengan tatapan penuh selidik, melihat itu membuat Galuh menelan saliva kasar.

“Apa hadiahnya kalau aku bisa buat Mas Irwan jatuh cinta?” tanya Aura langsung.

“Berubah pikiran?” tanya Galuh penuh selidik.

“Aku mau tahu dulu hadiahnya apa.” Aura tidak menjawab pertanyaan Galuh.

“Hukuman nggak ada hadiahnya, lakukan dulu nanti kita bicarakan lagi.”

Menatap kesal kearah Galuh yang meninggalkan dirinya setelah memberikan jawaban yang sangat tidak memuaskan sama sekali. Tampaknya hukuman memang harus dilakukan, tapi tidak tahu cara mendekati pria yang menjadi asisten dosen pembimbingnya. Memilih meninggalkan tempatnya duduk, mencari keberadaan teman barunya yang tidak tahu berada dimana, memutuskan melangkahkan kakinya menuju kantin.

“Ra...sini...”

Melihat seseorang memanggilnya membuat langkah Aura kearah teman barunya, Brina. Disana bukan hanya Brina tapi teman-temannya yang lain, tampaknya mereka baru membahas sesuatu dan Aura baru ingat jika teman satu dosen dengannya sudah tidak tahu berada dimana.

“Teman satu dosenmu udah pulang?” tanya Brina yang diangguki Aura “Prita ini tahu gimana membuat Mas Irwan suka sama kamu.” Aura membelalakkan matanya mendengar kalimat Brina dengan santai “Kamu harus tahu, daripada dikasih hukuman lebih berat.”

“Memang apaan?” tanya Aura malas.

“Mas Irwan cakep dan pinter, kenapa malah lemas?” tanya Prita penasaran.

“Kamu suka sama dia?” tanya Aura penasaran.

“Kagum bukan suka layaknya pria dan wanita, lagian usia kita beda jauh jadi nggak mungkin Mas Irwan suka sama kita.” Prita menjawab pertanyaan Aura “Pria dewasa itu lebih suka sama wanita dewasa, konteks kamu ini hukuman buat aja senang-senang. Hubungan kalian nggak akan pernah serius, Mas Irwan pasti akan mencari wanita yang siap buat menikah.”

Aura bergidik membayangkan kalimat yang keluar dari bibir Prita, sebenarnya bisa saja dirinya melakukan itu. Rencana yang disusun adalah menembak Irwan, tapi tidak mungkin karena pastinya pria itu sudah tahu tentang hukuman yang didapatnya, tadi saja sudah menyindir hukuman yang didapatnya.

Menjatuhkan harga diri dengan tetap mengatakan perasaan, tidak peduli dirinya akan malu nantinya. Penyesalan selalu datang terlambat, saat ini hanya itu yang dilakukan Aura yaitu menyesali kebiasannya yang tidak fokus dengan menatap kearah lain.

“Aku nggak tahu, mending aku pulang aja buat menenangkan diri.”

Memutuskan untuk pulang, mengambil ponsel untuk memesan kendaraan online. Langkah kakinya meninggalkan kantin menuju gazebo tempat dimana dirinya nanti dijemput oleh kendaraan online. Rumahnya yang memang tidak terlalu jauh dari kampus membuat Aura sampai dengan cepat.

Masuk kedalam rumahnya mendapati sang mama bersama dengan seorang wanita yang tampaknya seumuran, menjaga kesopanan menyapa teman sang mama dengan mencium punggung tangannya sebelum masuk kedalam kamar.

“Siapa tadi, ma?” tanya Aura saat temannya sudah pulang.

“Sahabat tante kamu Indira, kebetulan lewat jadinya mampir.” Salma menjawab sambil menata makanan  diatas meja. 

“Mama kenal banget sama sahabatnya Tante Indira? Memang tinggal dimana?”

“Rumahnya nggak disini, dia tinggal di Jakarta. Gimana nggak kenal secara kamu tahu sendiri gimana tante kamu, tadi dia bilang kalau anaknya kuliah di tempat kamu. Kasihan tahu sama anaknya, pacarnya selingkuh terus hamil dan minta tanggung jawab, dia bilang pacarnya itu suka clubbing gitu terus sama om-om. Dia sekarang pusing karena anaknya nggak ada tanda-tanda dekat sama cewek.” Salma cerita dengan sangat semangat.

“Kuliah di tempat aku juga?” tanya Aura yang diangguki Salma “Anak fakultas aku?”

“Nggak tanya mama, nanti coba mama tanyain.”

“Nggak usah, nggak penting juga. Sekarang tinggal dimana? Main aja kesini atau gimana?”

“Lihat anaknya, dia punya rumah disini cuman suaminya kerja kaya Om Fajar yang harus keliling Indonesia jadi ngikut. Anaknya tinggal sendiri di rumah mereka, nggak sendiri sih tapi sama sepupunya.”

“Informasi mama detail banget, bakalan sering ketemu nanti terus keluar. Jangan lupa ijin sama papa, tahu sendiri kalau papa itu lebay luar biasa kaya Om Fajar.”

“Mama itu penasaran sama anaknya, kamu nggak mau bantuin anaknya? Dekat gitu, kasih tahu kalau nggak semua cewek kaya mantannya itu.” Aura menatap tidak percaya dengan kata-kata mamanya “Kalian kuliah di tempat yang sama, kamu coba cari dan temanan sama dia. Apa mama ajak kamu kerumah mereka buat tahu anaknya?”

“Mama nggak usah aneh-aneh, papa kalau denger bisa marah loh.” Aura mengingatkan Salma tentang ketidak sukaan papanya “Masalah masing-masing orang itu beda, lagian nanti anaknya bisa ilfeel duluan dan hubungan mama sama mamanya bakal buruk.”

Aura tidak mau terjebak dengan permasalahan lain, membiarkan sang mama dengan ide tidak masuk akal akan membuat Aura akan benar-benar terlibat nantinya. Belum selesai masalahnya di kampus, masa mau berhadapan dengan ide dari sang mama yang tidak masuk akal. Lagipula dirinya tidak mengenal orang tersebut sama sekali, mungkin sahabat tante tercintanya tapi bukan berarti dirinya terlibat didalam sana.

“Kamu itu udah punya pacar belum sih, Ra? Apa kamu megang prinsip pacaran setelah menikah?” tanya Salma tiba-tiba “Bagus kalau begitu, anak sekarang itu pergaulannya bikin spot jantung. Kamu kalau menikah muda, mama setuju asal cowoknya sudah siap dalam banyak hal.”

“Aku masih mau kuliah nggak mikirin hal begitu.”

Terjebak HukumanWhere stories live. Discover now