4

108 17 0
                                    

“Kamu nggak salah pakai dress?”

“Memang kenapa? Jadwal kita dalam ruangan aja, kan?”

“Ya, sih. Kamu nggak lihat semua pada ngeliat kearah kamu?” Brina memberi kode pada Aura agar melihat sekitar.

“Dressnya juga masih normal, Bri. Mereka aja yang nggak terbiasa lihat cewek pakai dress di fakultas.” Aura menanggapinya santai tanpa peduli dengan sekitar.

Brina hanya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Aura “Kamu nggak lagi mancing Mas Irwan, kan?” tanya Brina ketika mengingat hukuman Aura.

“Mancing? Mancing buat apa? Ah...nggak sama sekali, aku pakai ini soalnya nanti mau keluar sama saudaraku.” Aura menjelaskan maksud menggunakan pakaiannya saat ini.

Aura tidak berbohong jika dirinya menggunakan pakaian ini karena bertemu dengan saudaranya, kurang ajar dari sang saudara yaitu meminta dirinya menggunakan pakaian dress tanpa memberitahukan tujuan dan maksudnya. Aura sempat bertanya tapi jawabannya nanti akan tahu dengan sendirinya, saudaranya itu memang sangat aneh dan memiliki pemikiran diluar nalar.

“Mau dikenalin cowok sama saudaramu?” tanya Brina dengan nada menggoda “Saudara kamu cowok atau cewek?”

“Cowok, dia udah punya pasangan jadi jangan berpikir yang aneh-aneh.” Aura menatap tajam pada Brina yang langsung tertawa.

Pembicaraan mereka terhenti ketika melihat para senior masuk kedalam, memberikan instruksi sebentar sebelum akhirnya keluar dari ruangan. Kedatangan mereka saat ini untuk memberikan surat pernyataan jika ikut kegiatan terakhir ospek diluar kota, alasan itu yang membuat Aura mau menggunakan dress atas permintaan saudaranya.

“Ra, dipanggil Mas Irwan.” Aura mengerutkan keningnya ketika salah satu teman angkatannya memberikan informasi, seketika membuka ponsel dimana terdapat beberapa pesan dari Irwan.

“Kenapa?” tanya Brina saat melihat ekspresi kesal dari Aura.

“Disuruh ke ruang dosen.” Aura menjawab sambil berdiri.

Langkah kakinya diikuti oleh Brina yang berada disamping, dalam hati bertanya-tanya kenapa dipanggil oleh asisten dosen tersebut, hal penting apa sampai harus datang menemuinya.

“Teman yang lain nggak dipanggil juga?” tanya Brina yang dijawab Aura dengan menggelengkan kepalanya “Jangan bilang usaha kamu berhasil, kamu udah buat Mas Irwan jatuh cinta.”

“Jatuh cinta apaan? Kayaknya dia mau nguji kesabaran aku, mungkin juga tambahin hukuman.” Aura mengangkat bahunya “Sampai ketemu lusa.” Aura berpisah dengan Brina menuju ke ruang dosen.

Masuk kedalam ruangan yang ternyata sangat sepi, masa kuliah belum dimulai jadi tidak banyak dosen yang datang, kalaupun mereka datang lebih karena sudah membuat janji temu dengan mahasiswa yang akan melakukan skripsi. Langkah kakinya menuju ke ruangan dimana Irwan berada, mengetuk biliknya pelan dari luar dimana Aura bisa melihat ekspresi serius dari Irwan.

Tatapan mereka bertemu ketika Irwan mengangkat kepalanya, menatap Aura dari atas ke bawah membuatnya harus menelan saliva kasar. Aura yang mendapatkan tatapan Irwan seperti itu seketika merasa tidak nyaman sama sekali, Irwan seakan ingin memakannya hidup-hidup.

“Masuk dan duduk disini, ada yang mau saya bicarakan.” Irwan membuka suara setelah berhasil menenangkan diri ketika melihat ekspresi tidak nyaman Aura.

“Ada apa, mas?” tanya Aura sopan setelah duduk dihadapan Irwan.

“Angkatan kalian ikut camping semua?” Aura mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Irwan “Maksudnya yang dibawah bimbingan saya.”

“Setahu aku ikut semua, mas. Apa nggak lebih baik mas tanya langsung sama Mas Galuh? Aku rasa dia akan lebih tahu, dibandingkan aku.”

“Saya tahu itu, tapi saya mau tanya sama kamu karena berkaitan dengan tugas yang saya berikan.” Irwan memberikan alasan masuk akal.

“Tugas? Tugas apaan? Pembimbing lain nggak kasih tugas, kenapa mas kasih tugas?” Aura memberikan protes pada Irwan yang memilih diam dengan tatapan datarnya “Jangan bilang mas udah mulai suka sama aku?” Aura menebak tanpa malu.

“Jangan terlalu percaya diri! Kamu nggak lupa kalau nanti disana ada tugas?”

Aura terdiam mencoba mengingat tugas yang diberikan, seketika mengubah ekspresi menjadi tatapan bersalah. Aura sama sekali melupakan tugas yang harus dikerjakan mereka dalam dosen pembimbing yang sama, tapi kenapa teman-temannya yang lain tidak mengingatkan dirinya bahkan Brina sekalipun.

“Sebenarnya isi kepala kamu itu apa? Masa tugas saja nggak ingat! Kamu nggak tanya sama teman di group? Ah...lupa kalau salah satu teman di group kamu sudah bertanya tapi kamu tidak memberikan balasan. Memang apa yang kamu lakukan sampai tidak membuka group chat?” Irwan menatap tajam dan datar kearah Aura.

Kesalahannya semalam adalah mencharge ponsel, menghabiskan waktu dengan adiknya sampai akhirnya ketiduran. Aura melupakan group chat, padahal Brina sudah mengingatkan agar tidak lupa membukanya.

“Bagaimana saya bisa suka sama kamu kalau mengurus diri saja nggak bisa, ditambah kamu yang nggak pernah fokus dalam mendengarkan materi atau senior. Kamu pasti tahu standard wanita yang saya sukai itu tinggi, jadi kalau mau membuat saya jatuh hati sama kamu ubah semua sifatmu.”

Aura memilih diam, sudut hatinya merasa tidak terima mendengar kalimat yang keluar dari bibir Irwan sang asisten dosen. Penilaian kebanyakan orang tentang Irwan sama sekali salah, pria dihadapannya ini sangat menjengkelkan dan tidak berpikir dalam bicara.

“Kamu share di group, tugas yang akan kalian lakukan nanti disana.” Irwan meletakkan kertas dihadapan Aura “Diskusi di group itu, saya nggak mau kalian membuat group baru.” Aura memilih menganggukkan kepalanya.

Mengambil kertas yang ada dihadapannya, membacanya dimana hanya ada tiga tugas. Aura seketika membelalakkan matanya saat membaca poin ketiga dimana mereka harus mencari pasangan yang sesuai dengan kepribadian.

“Mas, tugas nomer tiga apa nggak terlalu...” Aura menatap Irwan horror.

“Kamu nggak lupa kalau kita ada jurit malam? Makanya dibuat pasangan, karena jumlahnya ganjil secara otomatis satu orang bersama saya dan itu kamu.”

Aura melotot mendengar kalimat Irwan “Nggak usah aneh-aneh, mas.”

“Aneh-aneh gimana?” Irwan mengerutkan keningnya “Itu tugas disana, lagian nggak berdua karena juga jalan bersama anak dari pembimbing lainnya.”

“Maksud aku, mas nggak bisa memutuskan begitu saja sama aku. Siapa tahu bisa dengan teman yang lain.” Aura memberikan alasan masuk akal.

“Saya maunya kamu bukan yang lain.” Irwan mengatakan dengan nada tegasnya.

Memilih diam karena percuma saja berdebat dengan asisten dosen dihadapannya, memilih mengambil ponsel dan mengirimkan ke group tentang tugas yang diberikan. Aura memasukkan kembali ponselnya bersama dengan kertas yang diberikan Irwan, tidak ada hal yang dibicarakan membuat Aura beranjak dari tempat duduknya. Irwan menatap Aura kembali dari atas ke bawah, melihat tatapan Irwan sekali lagi membuatnya tidak nyaman.

“Kamu mau kencan?” tanya Irwan langsung.

“Nggak ada hubungannya sama mas!” Aura mengatakan dengan nada tegasnya “Apa mas akan mengatur cara berpakaianku dengan dalil sebagai dosen pembimbing?”

“Saya hanya tanya.” Irwan memutuskan kembali fokus pada laptopnya.

“Permisi kalau begitu, mas.” Aura memilih keluar setelah melihat tidak ada yang akan mereka bicarakan kembali.

“Lain kali pakai cardigan dan roknya agak panjang, semua mata bisa melihat kamu dengan penilaian negatif.”

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 02 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Terjebak HukumanWhere stories live. Discover now