4. Kehadiran dia yang 'lama'

23 22 19
                                    

Setelah kejadian di pagi itu, Alana dan Tenggara semakin dekat. Dekat yang justru membuat hubungan Alana dan kedua sahabatnya tiba-tiba renggang. Raya dan Dira merasa bahwa semua nasihat-nasihat yang diberikan tentang Tenggara tidak di dengar oleh Alana, dan beranggapan bahwa Alana akan terpengaruh pada Tenggara dan mengabaikan mereka berdua

Hari-hari Alana di sekolah mulai terasa berbeda. Jika dulu ada tawa dan canda bersama Raya dan Dira di sela-sela pelajaran, kini suasana menjadi lebih sepi. Setiap kali dia melirik ke arah mereka, keduanya tampak sibuk dengan diri mereka sendiri, seolah tak lagi punya waktu untuknya. Alana tahu kedekatannya dengan Tenggara adalah penyebabnya, tapi dia tidak pernah membayangkan akan sejauh ini. Lagipula Alana tidak menganggap Tenggara lebih dari yang mereka pikirkan

Pagi itu, Alana duduk sendiri di kantin, menggulir-gulir layar ponselnya sambil menunggu bel masuk berbunyi. Sudah beberapa kali dia mencoba untuk mengajak Raya dan Dira berbicara, tapi sepertinya mereka tak tertarik untuk mendengarkan. Setiap percobaan berakhir dengan senyuman canggung atau alasan untuk pergi lebih cepat.

Suara langkah mendekat. Tenggara muncul, duduk di kursi seberang meja dengan senyum lebar. "Lagi sendiri?" tanyanya.

Alana mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya" jawabnya singkat, berusaha menutupi kesedihannya. Namun, Tenggara tahu lebih dari itu.

"Lo gapapa kan?" tanyanya sambil menatapnya dalam-dalam. Alana menunduk, memainkan sedotan jusnya.

"Ya" katanya pelan

Bel tanda pelajaran berbunyi, Alana berdiri. "Gue duluan" Pamit Alana cepat


••••••

Saat istirahat kedua, Alana memutuskan untuk mendekati Raya dan Dira yang sedang duduk di taman sekolah. Dengan sedikit ragu, dia melangkah mendekat. "Hai, kalian," sapanya, mencoba terdengar ceria.

Raya menoleh, tersenyum singkat tapi tidak berkata apa-apa. Dira hanya mengangguk sambil tetap memandang ke arah lain.

"Gue cuma mau kalian tahu, gue dan Tenggara nggak sedekat yang kalian pikirkan" jelas Alana langsung, ia tidak akan membiarkan situasi ini memanjang

Dira akhirnya menatapnya, ada keraguan di matanya. "Al, kita udah beberapa kali lihat lo bareng Tenggara"

Raya menambahkan, "Dan lo juga nggak pernah cerita ke kita, lo gerak sendiri, nyimpen cerita sendiri, dan ngelakuin banyak hal sendiri"

Alana menghela napas panjang. "Gue minta maaf. Tapi asal kalian tahu, gue nggak ada hubungan sama Tenggara dan itu nggak akan terjadi"

"Alana benar" Tenggara tiba-tiba berada di belakang mereka bertiga, sepertinya Tenggara bisa mengerti permasalahan yang dihadapi Alana sekarang

"Gue nggak ada hubungan sama dia, kalian nggak usah khawatir. Gue cuma bantuin Alana hari itu, nggak lebih" sambung Tenggara dengan suara tegas, tatapannya tetap ke depan.

Setelah mengatakan itu, Tenggara pergi begitu saja. Menyisakan Dira dan Raya yang saling pandang. Mereka berdua sudah salah paham, dan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Seharusnya mereka percaya dengan Alana, bukan malah menyudutkannya

"Al..." Dira berkata ragu

"Maafin kita yahh" Raya tiba-tiba saja memeluk Alana, diikuti Dira

Alana tersenyum, ia melepas pelukannya "Maafin gue juga"

Mereka bertiga saling pandang, setelah itu tertawa bersama

Tidak akan ada yang berubah, mereka bertiga tetaplah satu, Hari ini, esok, dan selamanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dandelion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang