Chapter III

274 71 7
                                    

Dear Sandy ...

Mas, gimana jadinya jika duniamu tanpa aku?

Apakah masih baik-baik saja? Atau runtuh seperti yang kuharapkan?

**

Jawabannya adalah tidak. Dunia Sandy tidak akan pernah baik-baik saja. Sejak dokter menyatakan Jo mengalami kondisi koma dengan keadaan yang belum mengalami perkembangan apapun, Sandy lupa kapan terakhir kali dia bisa tidur dengan nyenyak tanpa merasa ketakutan akan mendapatkan telepon dari rumah sakit di tengah malam. Ada momen di mana dia bisa menghabiskan semalam suntuk untuk menangis, menatap potret wajah Jo yang terakhir kali istrinya itu kirimkan sebelum meninggalkan Bogor di malam tragedi itu.

Banyak kata seandainya yang bersarang di kepala Sandy. Seperti seandainya dia melarang Jo untuk pulang malam itu, atau seandainya dia saja yang menyusul Jo ke Bogor dan merayakan hari jadi pernikahan mereka di sana, apakah Jo akan masih tetap bersamanya sampai hari ini? Atau justru ada takdir yang tidak bisa dihindari sama sekali.

Yang jelas jika Tuhan menakdirkan dirinya untuk kehilangan Jo secepat ini, Sandy merasa dia belum siap dan tidak akan siap. Hidup bersama Jo selama tujuh tahun membuatnya menjelma menjadi manusia manja yang di mana jika tidak ada Jo, dia mungkin akan mati. Padahal dulu sekali, dia adalah seseorang yang bisa hidup mandiri tanpa bergantung sama orang lain. Namun seorang Zoravanya Prilly berhasil membuat Sandy mendadak tidak bisa melakukan semuanya sendiri.

Jo membuatnya bergantung pada perempuan itu sepenuhnya.

"Papi?"

Sandy buru-buru mengusap wajahnya ketika mendengar suara sapaan tersebut. Dilihatnya Alshaki, sang putra, berdiri di ambang pintu kamarnya sambil memeluk boneka dinosaurus putih yang dihadiahkan oleh Jo beberapa bulan yang lalu.

"Kenapa, Nak? Kok Shaki udah bangun?"

Jam baru menunjukkan pukul 05.30 dan putranya sudah bangun dengan mata yang terlihat cerah. Segera dihampirinya sang putra dan meraup tubuh kecil itu ke dalam gendongan.

"Kangen Mami. Shaki kangen Mami," ujar Alshaki pelan ketika sudah berada dalam gendongan sang papi. Dilepaskannya boneka dinosaurus dalam dekapan, untuk berganti memeluk leher sang papi dengan erat. "Shaki udah sembuh, Pi. Mau lihat Mami."

Beberapa hari ini, Alshaki mengalami demam tinggi yang naik turun tidak menentu. Hal itu tentu saja membuat Sandy semakin dirundung cemas, sebab sang putra tidak mau dirawat di rumah sakit. Jadilah Alshaki hanya dirawat di rumah dengan bantuan dokter anak yang tinggal di sebelah rumah mereka dan selama sakit, Sandy tidak pernah mengajak Alshaki untuk menjenguk Jo. Sebab, sepertinya akan sangat rentan membawa Alshaki ke sana.

"Shaki mandi dulu, ya? Setelah itu, kita ke rumah sakit lihat Mami. Mandi dulu ya, Nak?" Alshaki mengangguk pelan dalam dekapannya, membuat Sandy diam-diam mengangkat kepala untuk menghalau emosinya yang mulai tak terkendali.

Hari-harinya berat sekali tanpa Jo. Bukan hanya dirinya, Alshaki mungkin merasakan hal yang sama.

"Nggak papa Mami marah sama Shaki. Shaki mau denger Mami marah. Shaki kangen Mami."

Dan jika Alshaki sudah menangis merindukan Jo seperti ini, tidak ada yang bisa Sandy lakukan selain mengelus punggung putranya dan menbisikkan kalimat-kalimat penenang penuh kebohongan. Sebab, rasa cemasnya dan Alshaki adalah sama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Dearest SandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang