Dendam masa lalu

58 14 0
                                    

Deru angin membuat Halilintar bersusah payah untuk berdiri dengan benar. Dirinya kerap kali terjatuh di sela-sela menghindari pukulan dari Amato.

BUKK...

BUKK...

BUUK...

Kreek...

Suara seperti sesuatu retak ikut bergabung dalam pertempuran mereka. Sesekali Amato berhenti untuk melengahkan rasa lelahnya, staminanya ikut terkuras saat melawan Halilintar. Tck, sialan.

Hali menyeka peluhnya sembari tersenyum remeh. "Kenapa, Udah lelah? Tua sih!" Ucapnya dengan seringai kemenangan.

Sementara lawan yang ditatap pun hanya menampilkan wajah kelelahan yang bercampur dengan kekesalan.

'Ck, gak bisa lama-lama ngeladenin si tua,  waktu hampir habis!' Gumamnya didalam hati.

Halilintar langsung berlari sedikit menjauh dari posisi awalnya, sedikit mengambil ancang-ancang. Dirinya kemudian berlari ke arah Amato dengan sangat cepat lalu melompat, seakan tengah melambung tinggi di udara. Dan...

BUGH!

Satu tendangan melesat jatuh tepat di atas tengkuk Amato, membuat dirinya langsung ambruk jatuh menghantam tanah seketika.

"Berhasil!" seru Hali dengan pelan. Hali langsung saja mendekat dan memutar arah larinya menjauh sebelum dirinya mengikat Amato pada tiang yang berbeda. Amato di ikat pada posisi duduk.

Setelah rencana nya berjalan mulus dirinya menggapai kunci yang menggantung pada saku belakang Amato. Tak lupa dengan inhaler yang sempat di ambil olehnya tadi.

"Ck, tua. Nyusahin lagi!"

"Sebenarnya kenapa dia membunuh bunda, jika diingat-ingat sebelum semua ini terjadi, Pria ini bukan orang yang senekat itu?" Gumam Halilintar dalam diam.

"Heh, kau masih kecil. Mana tahu apa yang terjadi sebelum kau lahir!" Sanggah Amato yang terjerat.

Halilintar terkejut, dirinya menatap dengan tidak percaya ayahnya yang terikat itu. Hali pikir tendangan itu setidaknya dapat membuat Amato lumpuh sejenak, ternyata hanya berhasil mejatuhkannya saja.

"Ck, menyusahkan."

"Ini mungkin kelihatan durhaka, tapi aku tidak akan melepaskan ikatanmu begitu saja."

"Eugh~" lenguh Amato, sesekali dirinya menggelengkan kepalanya untuk melemaskan otot leher nya yang kaku akibat di tendang oleh Hali tadi.

"Terserah, lagian adikmu akan tetap mati. Buat apa aku melawan lagi, buang-buang tenaga saja." Cetus Amato dengan wajah remehnya.

"Katakan saja yang sebenarnya orang tua, kenapa kau membunuh bunda?"

"Dendam apa maksudmu, ha?" sarkas Hali sembari menudingkan sebilah belati runcing tepat di ceruk leher Amato.

Amato tertawa sembari tersenyum. Dirinya seolah-olah tidak merasa seperti tahanan yang akan dihukum mati karena kesalahannya. Sebaliknya Amato malah merasa senang.

"Hahaha, kau mengancamku bocah?"

"Hmm, sepertinya jika aku menceritakan yang sebenarnya juga menarik. Ahaha, aku penasaran dengan reaksimu saat mengetahui hal ini."

"Dengar baik-baik bocah. Aku menikah dengan ibumu karena suatu keterpaksaan!"

"Cuma gara-gara gak perjodohan lu senekat ini?"

"Lu manusia, bukan?"

Amato mendengus remeh setelah mendengar ujaran Hali, lalu merotasikan matanya malas. "Diberitahu berapa kalipun bocah sepertimu tidak akan mengerti!"

DARA[H]      {REVISI}        Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang