Di malam yang sama.
Aku sampai di gedung Divisi R&D NexCorp sesuai janji yang telah ditentukan.
Dan rupanya aku tak sendiri.
Saat aku merapatkan jasku sebelum melangkah masuk, tiba-tiba sesuatu—yang kuanggap sebagai tangan—memukul bagian belakang kepalaku dengan tidak terlalu keras namun tetap menyita perhatianku.
"Anjing kau, Ryo."
Aku menoleh. Ternyata Daisuke—yang berpenampilan jauh lebih ringkas dari pertemuan sebelumnya, pakaiannya adalah seragam seorang ranger malam dari Kepolisian Neo Tokarta.
"Ke tempat ini gak ngasih tau aku? Emang anjing." Dia berucap lagi, suaranya terdengar jengkel. "Aku khawatir, tau."
Aku mengedipkan mataku, benar-benar mengabaikan gerutuannya. "Sedang apa kau di sini?"
"Menurutmu?" Daisuke meraih sesuatu dari dalam saku dada seragamnya, sebuah koin. Dia jentikkan benda itu di jarinya, melambungkannya ke udara sambil tersenyum ke arahku. "Kau kira Mas Gun bakal bener-bener biarin kau sendiri? Pasti enggak."
Aku mengangguk. "Kau disini untuk menemaniku?"
"Gitu deh." Daisuke menarik bretel hitamnya. "Aku tau kau itu sebenarnya malas ditemenin, tapi mau gimana lagi, Mas Gun orangnya cerewet."
Aku terkekeh kecil. "Kenapa kau bersedia?"
Pria usia tiga puluh dua tahun itu tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia mendekat sedikit lebih dekat, dan tanpa peringatan, dia merenggut salah satu sisi kerah bajuku dan menarikku agar mendekat padanya.
"Biar kau aman."
Aku menelan ludah, berusaha menepis tangannya yang mencengkram kerah bajuku, namun segera dicegat oleh gerakan tangannya yang lain.
"Daisuke, apa-apaan ini?"
"Ssst," bisiknya. "Diam aja dulu."
Aku menutup mataku, tawa pelan keluar dari bibirku—lebih mirip tawa merintih—membuat Daisuke mendengus.
"Jangan ketawa kau."
Satu menit berlalu, dia akhirnya mendorongku menjauh.
Daisuke menghela napas sedikit keras, kupingnya agak memerah. "Mas Gun bilang kau itu Resonator. Aku gak liat itu."
"Oh~" Aku tersenyum kecil, mataku berbinar nakal. "Aku kira kau mau menciumku."
Ekspresi wajahnya yang semula datar berbuah menjadi jijik. Dia memukul bahuku dengan kepalan tangannya sambil berseru rendah. "Kau kira aku seperti itu? Kita ini sama-sama laki-laki!"
Aku hanya mengangkat bahu, merasa bahkan tak berdosa. "Hanya bertanya."
Daisuke mendengus, namun kupingnya yang semakin merah tidak bisa menipu.
"Sudahlah, ayo masuk."
"Baiklah."
***
Aku langsung merapatkan jasku saat masuk ke dalam gedung divisi.
Memang, gedung ini selalu terlihat sepi karena setiap ruangan memiliki segudang fasilitas yang begitu lengkap. Tapi rasa sepi yang ini... begitu berbeda.
"Jangan takut, Ryo."
Aku menggeleng. Bukannya aku takut. Hanya merasa aneh saja—aku baru kedua kalinya mengunjungi Divisi R&D NexCorp.
"Daisuke, satu pertanyaan."
"Apa?"
Aku menoleh.
"Mengapa kau bersedia menemaniku?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Cybernetica: Embrace The Future [RE:IMAGINE]
Ficção Científica[WARNING: RECONSTRUCTION LINE. DO (NOT) CROSS.] [13+ | Science Fiction/Techno-Thriller/Action/Mystery/Detective Fiction] [Semua nama, tempat dan kejadian di cerita ini bersifat fiksi.] Tahun 2056, Jakarta semakin canggih saja. Sekarang bahkan berani...