03.お兄さん

38 8 1
                                    

Sunghoon tersenyum mengingat kejadian kemarin, setelah berminggu-minggu hanya menjadi pengagum rahasia yang tidak melakukan apa-apa, akhirnya Sunghoon dapat berbicara, bahkan mengenalnya!

Syukurlah respon Wonyoung terhadap dirinya terbuka dan positif, sikap Wonyoung yang dengan ceria menjelaskan buku yang di bacanya membuat Sunghoon merasa nyaman dan tidak takut untuk membuka suara.

"Kita ada ujian matematika habis jam istirahat pertama dan kamu malah tersenyum seperti orang yang baru saja mencium kekasihnya."

Sunghoon menoleh ke bangku belakang dengan cepat, di sana teman sekelasnya Jay sedang memandanginya dengan alis yang naik-turun seperti menggodanya.

"Ngeri, kamu kok tau aku senyum-senyum?" Tanya Sunghoon merasa merinding.

"Dari cermin yang ada di meja Ningning." Jelas Jay sambil menunjukkan cermin yang di maksud.

Sunghoon membalikkan tubuhnya dan melihat cermin kecil yang berdiri di atas meja seorang perempuan yang kini melihat keduanya, "nanti bagi-bagi jawaban ya," ujar Ningning mendapat seruan dari Jay.

Sunghoon hanya bisa tertawa melihat kelakukan dua sahabatnya itu.

˚₊‧꒰ა ♡ ໒꒱ ‧₊

"Hari ini tidak baca buku?" tanya Sunghoon, suaranya hampir tertutupi oleh deru kereta yang melaju.

Seperti hari biasa, Sunghoon naik kereta untuk pulang ke rumahnya. Namun, hari ini berbeda. Sejak ia berkenalan dengan Wonyoung, setiap detik perjalanan terasa lebih berarti. Suara deru kereta yang biasanya monoton kini menjadi melodi indah yang mengiringi pikiran dan hatinya. Di luar jendela, salju turun dengan lembut, menutupi dunia dalam lapisan putih yang murni.

Hari ini, Sunghoon tidak lagi merasa sendirian. Ia memiliki teman untuk menemani perjalanan pulangnya-teman yang membuat detak jantungnya bergetar lebih cepat.

Beruntung baginya, orang yang telah lama ia kagumi kini duduk di sampingnya, berbagi tawa dan cerita. Di dalam kereta yang hangat, dengan embun yang mengembun di jendela, ia merasakan kehadiran Wonyoung seperti cahaya yang menembus dinginnya musim salju.

"Hm, tidak." Wonyoung menjawab sambil menoleh ke arah Sunghoon, senyum manis menghiasi wajahnya. "Aku mau bicara sama kamu aja."

Sunghoon terdiam sejenak, wajahnya terasa hangat, terutama di area telinganya.

"Kamu sekolah di Sekolah Menengah Atas Kiyomizu ya?" tanya Wonyoung, tidak menyadari rasa gelisah dari pria itu.

"Iya, aku kelas akhir," jawab Sunghoon dengan bangga.

Sunghoon mengenakan seragam khas Sekolah Menengah Atas Kiyomizu, yang dirancang dengan rapi dan elegan. Kemeja putihnya terlipat rapi di bawah jas berwarna navy yang pas di tubuhnya. Di dada sebelah kirinya, terdapat lencana kecil berbentuk perisai, berwarna emas, yang menunjukkan bahwa dia adalah siswa kelas akhir.

Lencana tersebut bukan hanya sekadar aksesori; ia melambangkan prestise dan tanggung jawab, menandakan bahwa dia diharapkan menjadi teladan bagi teman-teman sekelasnya.

Saat kereta melaju, cahaya lembut dari lampu di dalam kabin memantulkan kilau lencana tersebut. Wonyoung tak bisa menahan rasa kagumnya. "Lencana itu terlihat keren," ucap Wonyoung, mengagumi.

Sunghoon tersenyum, sedikit tersipu mendengar pujian itu.

"Ah, kamu kakak tingkatku dong! Aku kelas 11!" Wonyoung berseru ceria.

"Benarkah? Aku kira kamu masih SMP." Sunghoon terkejut, membuat Wonyoung mencemberut. Melihat ekspresi itu, Sunghoon tidak bisa menahan tawanya.

"Kamu sendiri? Aku belum pernah melihat seragammu," tanyanya.

"Aku dari Akademi Hanabira," jawab Wonyoung dengan tenang.

"Hah...?" Lagi-lagi Sunghoon merasa terkejut akan fakta dari gadis itu, bukan tanpa sebab, karena dia pernah mendengar mengenai betapa mewahnya Akademi itu.

Akademi Hanabira adalah lembaga pendidikan yang terkemuka, sebuah akademi khusus perempuan yang hanya dihadiri oleh putri-putri dari keluarga elit Jepang. Dengan dinding-dinding bersejarah yang terbuat dari batu bata merah dan taman yang terawat dengan sempurna, atmosfer di sana seolah menyimpan rahasia dan harapan dari generasi yang telah berlalu.

Standar pendidikan di Akademi Hanabira sangat tinggi, menjadikannya tempat di mana kecemerlangan akademis dan kebudayaan saling berpadu. Setiap siswi dipersiapkan untuk menghadapi dunia dengan penuh percaya diri dan elegan. Di balik pagar-pagar tinggi dan gerbang yang megah, suasana eksklusif mengelilingi para siswi, menambah kesan bahwa mereka adalah bagian dari elit yang terpisah dari dunia luar.

"Kok naik kereta?" Sunghoon bertanya, penasaran.

Wonyoung tertawa dengan pertanyaan yang sudah ia duga tersebut, "kamu juga kan? Kiyomizu kan sekolah mahal," Wonyoung menjawab dengan tawa ceria.

"Kalau aku sih karena memang suka aja nuansa naik kereta... kalau kamu?" Sunghoon menatap Wonyoung.

Di luar, salju turun perlahan, menutupi pemandangan dengan lapisan putih yang bersih. Wonyoung tidak langsung menjawab, ia memilih untuk mengunci kontak matanya dengan Sunghoon, menatap pria itu dalam-dalam dengan senyuman hangat yang menawan, kembali membuat Sunghoon merasakan panas di telinganya.

"Aku juga..." jawabnya pelan sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela, "aku juga suka nuansanya."

Sunghoon tertegun, terpesona oleh keindahan Wonyoung yang tenggelam dalam pemandangan di luar. Momen ini terasa sedikit menyesakkan baginya. Dengan cepat Sunghoon menyadarkan dirinya dan mengamati sekitar kereta yang tampak tenang.

"Oh, bukankah seharusnya kamu memanggilku kakak?" tanya Sunghoon, mengingat fakta penting yang tiba-tiba melintas dalam benaknya, menarik tatapan tajam dari Wonyoung.

"Aku bercanda!" seru Sunghoon, yang langsung membuat mereka berdua tertawa bersama.

[to be continued]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love 119Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang