Haloo haloo, apa kabar?
Sehat? Sehat donk.Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.
###
"Kak, apakah ayah dan ibu akan datang?"
"Mereka sedang agak sibuk. Mungkin nanti akan datang."
Zoe berusaha tersenyum sembari menenangkan adiknya. Ia tidak sanggup jika harus melihat wajah kecewa adiknya lagi.
"Oh."
Ini ketiga kalinya Zhie mendapatkan jawaban yang sama hari ini. Ia merasa jika tubuhnya sudah berada di ambang batas. Ia sendiri tidak yakin, apakah masih bisa melihat matahari terbit untuk esok hari.
"Tidurlah, Zhie perlu istirahat lebih banyak."
"Jika Zhie tidur dan tidak bangun lagi, Kakak tidak boleh sedih, oke?"
"Zhie!" Zoe refleks meninggikan suaranya setelah mendengar perkataan tak mengenakkan dari sang adik.
"Kakak sudah melakukan yang terbaik. Jadi jangan menyesali apapun...."
Ucapan Zhie terpotong. "Zhie harus menjadi anak baik. Jadi, Zhie harus bangun untuk melihat Kakak, oke?" Zoe menyelimuti adiknya, tidak lupa mengelus surai sang adik.
Melihat wajah pucat adiknya, Zoe merasa sangat sedih. Ia perlu melakukan sesuatu untuk adiknya.
***
"Zoe!"
"Pelankan suaramu!"
Zoe sedang berdebat dengan kekasihnya—Disty di sudut ruangan. Suara keduanya ditekan untuk tidak terlalu keras.
"Bagaimana aku bisa tenang. Kamu bersedia berlutut hanya untuk dia!"
"Yang kamu sebut dia adalah adikku!"
"Kamu merelakan semuanya untuknya. Kalian tidak memiliki ikatan darah. Kamu bukan keluarganya!"
"Dia adikku! Satu-satunya keluargaku."
"Lalu... aku apa? Kenapa selalu Zhie, Zhie dan Zhie!"
"Aku bilang, dia adikku, orang yang sangat berharga untukku!"
"Apakah aku tidak berharga? Dia membawa hal buruk untukmu. Tidak perlu bersikeras lagi, Menyerah saja! Dia akan mati...."
PLAK!
"Jaga ucapanmu!"
"Zoe... kamu..." Ini pertama kalinya Zoe bersikap kasar padanya. Disty menatap tajam ke arah ranjang.
Zoe merasakan firasat buruk. Benar saja, adiknya sudah terbangun. Kontan saja ia menghampiri adiknya.
"Zhie... tidak perlu mendengarkannya. Zhie tenang, oke?" Zoe berkata dengan panik.
Zhie sebenarnya sudah terbangun sejak kakaknya berdebat dengan kekasihnya. Ia sudah mendengar semuanya.
Kakaknya bahkan sampai bersujud demi dirinya?
"Maaf...Kak," bisik Zhie dengan lirih. Matanya terlihat berkaca-kaca.
"Tidak, tidak. Zhie harus tenang. Kakak tidak apa-apa."
"Maafkan... Zhie. Zhie... sayang Kakak. Setelah ini... Kakak harus hidup untuk diri sendiri. Maaf dan terima kasih untuk... semuanya." Zhie berucap dengan suara yang sangat lirih dan terbata-bata. Setelahnya, Zhie merasa sangat ringan, pandangannya berubah kabur. Hal terakhir yang Zhie ingat secara samar-samar adalah teriakan putus asa dari sang kakaknya. Zhie ingin menenangkan sang kakak tapi ia sendiri seperti sudah kehilangan atas semua kendali tubuhnya. Ia hanya bisa pasrah saat kegelapan datang menjemput.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHO
Teen FictionBiasakan vote sebelum baca. Tolong hargai karya Inay, oke?, sedih aku tuh banyak yang jadi silent reader. Vote dan komen kalian semangat dan motivasi Inay, jadi, minimal vote, oke? ### Siapa? Zhie sendiri tidak tahu siapa dirinya. Ia lelah dan tidak...