01. Kepuasan Sesaat

90 5 7
                                    

"Shit..."

Lirihan karena nikmat terlepas begitu saja dari bibir Althaf. Ia merasakan panas yang membara di sekujur tubuhnya seiring dengan setiap gerakan, setiap sentuhan yang ia lakukan menjadi begitu intens dan menggairahkan.

Tubuh wanita yang berada di bawahnya seakan pasrah tampak begitu menggoda, melengkung dengan sempurna di bawah desakannya. Nafas mereka berpacu, berirama dengan gerakan yang semakin cepat dan liar.

"Nggh... Pak..." Lenguhan lirih nan syahdu itu menghentikan gerakan mulut Althaf yang sedang menyesapi setiap jengkal leher putih nan jenjang milik sang wanita.

Perlahan, pria itu menegakkan tubuhnya sedikit, terdorong rasa ingin tahunya untuk melihat wajah wanita yang tengah ia nikmati karena suaranya terdengar familiar di telinganya.

Namun, saat manik hitam pekatnya fokus pada wajah yang terpantul oleh cahaya remang-remang di kamar itu, napasnya terhenti.

Bukan wajah asing yang Althaf lihat, melainkan wajah Dafina—sekretaris pribadinya, yang selalu tampak profesional dan tak tersentuh di kantor.

Wajahnya terlihat begitu menggoda, bibirnya sedikit terbuka, dan matanya memancarkan gairah yang tak pernah Althaf lihat sebelumnya.

Bulir keringat meluruh di kening serta rambutnya yang hitam kecokelatan itu tampak berantakan membuat wanita itu semakin menggairahkan.

"Bapak ... kenapa berhenti?" lenguh Dafina sembari menatap protes padanya membuat Althaf mengernyit.

Apa ... apa-apaan ini?!

Seketika itu juga Althaf tersentak bangun dari tidurnya, jantungnya berdetak kencang. Napasnya masih terengah-engah, tubuhnya masih merasakan sisa-sisa panas dari mimpi yang baru saja dialaminya. Keringat dingin membasahi dahinya, dan ia menatap sekeliling kamar yang gelap, mencoba mengumpulkan kesadarannya.

"Sial! Mengapa aku bermimpi tak senonoh dengannya?" Althaf memaki dirinya sendiri, suaranya rendah dan penuh frustasi.

Bagaimana bisa dirinya, seorang pria yang selalu menjaga profesionalitas, justru bermimpi seperti itu tentang Dafina?

Wanita itu adalah salah satu tim asisten pribadinya, satu-satunya sekretaris perempuan di kantornya—dan kini, ia telah membayangkan hal-hal yang seharusnya tidak ia bayangkan.

Beranjak dari tempat tidurnya, Althaf berjalan dengan langkah gontai menuju kamar mandi diikuti makian yang tak berhenti lolos dari bibirnya.

Ia berharap air dingin bisa menenangkan pikirannya, menghentikan gelombang gairah yang kembali membara di dalam dirinya.

Namun, semakin Althaf berusaha melupakan, semakin jelas bayangan wajah Dafina yang menggoda itu muncul di benaknya. Tubuhnya bereaksi, menolak untuk tenang, dan ia merasakan miliknya kembali mengeras.

"Sialan," gumamnya lagi, kali ini dengan nada penuh keputusasaan. Althaf tahu ia tidak boleh terjebak dalam fantasi ini.

Namun, pikiran dan tubuhnya seakan tidak mau diajak kompromi, terus-menerus kembali pada bayangan yang begitu menggoda itu.

Masalahnya, ini bukan pertama kalinya ia bermimpi seperti itu...

***

"Kau kenapa?" tanya Kamil dengan satu alis terangkat melihat raut wajah Althaf yang terlihat tak biasa dan sepertinya sedikit lelah.

"Tidak. Memang kenapa?" Althaf membalas tatapan memicing sang ayah, dengan sama datarnya. Sungguh, ia tak ingin wajah mesumnya akibat mimpi dini hari tadi masih tertinggal dan dilihat seluruh anggota keluarga yang sedang sarapan di meja makan pagi ini.

Hot Affair with My SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang