Kata-kata Althaf menyengat seperti cambuk. Semua peserta rapat, termasuk Dafina, menahan napas. Mereka sudah terbiasa dengan sikap tegas Althaf, tetapi setiap kali dia melontarkan kritik, itu selalu terasa menusuk.
Pak Riyadi menundukkan kepala, berusaha menahan rasa malunya. "S-saya akan segera memperbaiki dan memastikan laporan terbaru segera kami serahkan, Pak.
Dafina dapat melihat tubuh pria tua itu sedikit bergetar, membuat wanita itu iba. Ingin sekali ia menegur Althaf agar tidak terlalu keras, tetapi itu sama saja menggali kuburannya sendiri.
"Pastikan itu terjadi," jawab Althaf tanpa basa-basi. "Dan saya harap Anda belajar dari kesalahan ini. Dan ini berlaku untuk semua tanpa terkecuali!"
"Kita tidak bisa terus membuat alasan. Hubungi divisi terkait dan kalian adakan rapat sendiri untuk membuat laporan ini. Lembur jika perlu! Saya tunggu laporannya hari ini!"
Pak Riyadi hanya dapat mengangguk atas perintah atasan mudanya itu.
Rapat pun berlanjut, tetapi suasana sudah berubah menjadi lebih tegang. Meskipun Althaf terkenal galak dan perfeksionis, dia juga dikenal memberikan solusi yang membangun meski sering kali disertai sindiran tajam.
Hari itu tidak berbeda. Setelah memberikan masukan yang pedas dan mungkin akan meninggalkan rasa sakit hati pada beberapa karayawannya, Althaf memberikan beberapa arahan untuk memperbaiki laporan dan strategi ke depan.
"Ingat! Mencari keuntungan memang tujuan kita, tetapi bekerja dengan rencana yang matang akan jauh lebih baik daripada hanya mengandalkan tenaga. Maksimalkan fungsi otak kalian yang sudah diberikan oleh Tuhan sebaik-baiknya. Itu juga akan membuat kerja lebih efisien."
Ketika akhirnya rapat selesai dan Althaf sudah terlebih dahulu meninggalkan tempat, semua orang tampak lega karena akhirnya keluar juga dari ruangan itu.
Dafina mengemas barang-barangnya dengan cepat, tetapi hatinya masih sedikit terganggu oleh beberapa kejadian pada pertemuan tadi hingga meninggalkan kesan yang sedikit tidak nyaman.
"Pak Riyadi, Anda tidak apa-apa?" tanya Dafina memutuskan untuk menyapa menajer senior itu sebelum keluar ruangan.
Yang ditanya hanya terkekeh jengah sembari mengusap tengkuknya. "Yah, mau bagaimana lagi Bu Dafina. Memang salah saya tidak menyerahkan laporan tim riset."
Kedua alis Dafina sedikit terangkat. "Jadi, Anda memang lupa?"
Pak Riyadi hanya memamerkan cengengesannya membuat sang sekretaris itu menghela napas sembari menggelengkan kepala. "Itu namanya cari mati! Sudah tahu Pak Althaf pasti update dengan hal-hal seperti itu."
"Saya kelupaan karena keasyikan liburan, Bu. Hahaha! Tidak apa. Meski memalukan ditegur di depan anak muda seperti kalian, tapi setidaknya beliau memang melakukan hal yang tepat," ucap Pak Riyadi dan Dafina sedikit lega pria berumur itu tidak menaruh dendam pada sang atasan.
Sejujurnya, Dafina sedikit takut jika sikap tegas pun pedas dari Althaf akan menjadi bumerang bagi pria itu.
"Lagian yang perlu hati-hati itu Bu Dafina. Tahan sekali Anda bekerja di dekat-dekat singa seperti itu," sahut seorang wanita yang seumuran dengan Pak Riyadi sembari membenahi letak kacamatanya.
"Nah, betul itu!" Pak Riyadi mengangguk setuju.
Dafina hanya tertawa kecil. Memang, bekerja dengan Althaf seperti melatih kemampuan dirinya dan juga memicu adrenalin karena terkadang meski tak banyak bicara, emosi Althaf tidak tertebak. Yah, meski semua tahu, yang sering terlontar dari mulut pria itu adalah ucapan yang pedas nan menusuk, sih...
Tiba-tiba ponsel di saku rok span panjang Dafina bergetar membuat wanita itu buru-buru mengambilnya. Ia segera menerima panggilan tersebut karena ada nama Althaf di layar. "Ya, Pak-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Affair with My Secretary
RomanceTerus menerus bermimpi panas dengan Dafina, sekretarisnya - mendorong Althaf semakin ingin memiliki wanita itu secara utuh. Segala cara Althaf lakukan bahkan di saat Dafina menolaknya sekalipun hingga keduanya terjebak dalam hubungan yang lebih dal...