"Ayolah, Bu. Mana bisa seperti itu?" tukas Althaf sedikit protes membuat wanita paruh baya di dekatnya menatap tajam ke arahnya.
Mau tak mau, Althaf pun diam dan menghela napas pelan. Ia tak akan menang melawan seorang Aulia Rajendra.
"Ibu hanya ingin kau menemuinya. Apa itu salah?" Aulia sudah tampak bersedekap dan tak ingin dibantah.
Althaf menopang dagunya dengan tangan yang berada di pegangan kursi, malas-malasan. Ia menggeleng lemah, tak berniat berbicara lagi sampai ibunya selesai ceramah.
Sang ibu seketika tersenyum lebar. "Nah. Kalau begitu kau temui Catherine besok malam."
"Aku tidak bisa," sahut Althaf cepat.
"Kenapa?" Wajah Aulia kembali berubah masam. Susah sekali bicara dengan anaknya ini!
"Ada makan malam dengan klien-"
"Kau jangan berbohong pada ibumu, Althaf Zhafar!"
"Tanya pada Dafina kalau Ibu tidak percaya!" Althaf mau tak mau harus menyeret nama sekretarisnya dengan wajah semakin tertekuk. "Dia yang mengatur semua jadwal rapat dan pertemuan. Dia pasti tahu."
Aulia memicingkan kedua maniknya tak lepas dari anak sulungnya yang masih saja betah melajang itu. "Sampai kau ketahuan berbohong, kau harus menikahi siapapun perempuan yang ibu jodohkan padamu!"
Spontan Althaf memutar kedua bola matanya malas mendengar ancaman tak masuk akal ibunya.
Sementara Aulia meraih ponselnya lalu mencari nama Dafina, secepat kilat pria itu segera mengambil miliknya dari sak celana lalu segera mengirim pesan pada sekretarisnya. Jemarinya bergerak lincah, berusaha mendahului sang ibu.
[Althaf : Jawab iya kalau ibu tanya soal makan malam bisnis besok malam. Jangan banyak tanya!!]
Sementara di sebuah kamar kos, Defina yang sedang duduk di pinggir tempat tidur sembari mengeringkan rambutnya dan ingin beristirahat, melihat ponselnya berbunyi dengan suara notifikasi yang dikhususkan untuk bos dinginnya itu.
Spontan ia melempar handuknya begitu saja dan meraih cepat benda pipih itu dan membuka pesan. Tak ingin menjadi sasaran kemarahan jika dirinya terlambat merespon. Dalam kontrak memang tertulis jam kerja adalah 9 to 5, tetapi pada kenyataannya bisa-bisa menjadi 24/7. Yah begitulah budak korporat!
Dahi Dafina seketika berkerut setelah membaca isi pesan tersebut. Bukan karena atasannya menghubungi dirinya nyaris jam setengah sembilan malam, tetapi adanya dua tanda seru di belakang pesan tersebut seakan menegaskan jika itu sebuah perintah yang harus Dafina lakukan.
Belum sempat perempuan itu mempertanyakan maksud Althaf yang jelas-jelas tidak ada di dalam jadwal, muncul nama sang nyonya besar di layar ponsel Dafina.
"Ck. Bikin masalah apa lagi sih dia? Sukanya bohong melulu sama ibu sendiri!" Menggerutu pelan ia sembari mengatur dirinya agar terdengar tenang.
"Selamat malam, Ibu Aulia yang cantik," sapa Dafina diikuti senyum sumringah seakan ada sosok yang ia ajak bicara di depannya.
Di seberang sana, spontan Aulia tertawa kecil mendengar pujian yang terdengar tulus membuat Althaf melihat ke arah ibunya. Sekretarisnya pasti berkata manis-manis sampai wanita paruh baya itu bereaksi seperti itu.
Dafina memang terkenal seperti itu. Pandai mengambil hati manusia di sekitarnya dengan caranya yang cukup ramah tetapi tahu batasan. Althaf cukup terbantu dengan kehadiran perempuan itu jika berhadapan dengan rekan bisnis yang sama kakunya dengan dirinya.
Mengingat itu, tanpa sadar sebuah senyum meski sangat tipis terulas di bibir pria berusia 31 tahun itu.
"Kamu bisa aja, Fin. Mana ada Ibu cantik," kilah Aulia masih tersipu malu. Althaf menggunakan kesempatan itu untuk menjauh dari sang ibu, menghirup kebebasan dari tuntutan barang sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Affair with My Secretary
RomanceTerus menerus bermimpi panas dengan Dafina, sekretarisnya - mendorong Althaf semakin ingin memiliki wanita itu secara utuh. Segala cara Althaf lakukan bahkan di saat Dafina menolaknya sekalipun hingga keduanya terjebak dalam hubungan yang lebih dal...