01 - RAINS IN HEAVEN

33 12 1
                                    

Happy reading

Suara riuh rendah burung-burung saling bersahutan, seolah menyambut hari baru dengan penuh semangat.

Aline terbangun dengan mata yang masih berat, memeluk erat selimutnya seolah enggan melepaskan kehangatan yang masih menyelimuti tubuhnya. Udara pagi yang sejuk masuk melalui jendela yang sedikit terbuka, membuatnya menggigil sesaat.

Sebuah ketukan pintu terdengar, tidak lama suara ibu Aline memanggil namanya dari balik pintu. “Nak, Aline. Ayo bangun, hari ini kamu sekolah kan?,”

“Iya, ma. Aline udah bangun,”

“Ya sudah, cepat mandi setelah itu kita sarapan sama-sama,”

“Iya, ma.”

Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan aroma embun pagi yang segar. Perlahan, ia menggeser tubuhnya, duduk di tepi tempat tidur sambil merapikan rambut yang berantakan.

Meregangkan otot-otot tubuhnya, Aline melirik jam di atas nakas, melihat angka digital yang terang. Waktu menunjukkan pukul 05.37 pagi.

Ia berjalan menuju kamar mandi, merasakan dinginnya lantai di bawah kakinya. Sesampainya di sana, ia membuka keran, membiarkan air mengalir, membasuh wajahnya untuk mengusir sisa kantuk. Dalam diam, Aline bersiap-siap membersihkan diri.

Setelah bersiap, Aline turun ke ruang makan. Aroma roti panggang dan kopi langsung menyambutnya, membuat perutnya terasa lapar.

Di meja makan, keluarganya sudah berkumpul. Ayahnya sedang membaca koran, sementara ibunya sibuk menghidangkan sarapan. Adiknya duduk sambil memainkan sendok, menunggu dengan tidak sabar.

“Pagi, Lin. Gimana tidurmu. nyenyak?,” sapa ayahnya, tersenyum hangat.

“Pagi, Ayah. Lumayan, cuma agak malas bangun tadi.” jawab Aline sambil duduk dan meraih sepotong roti.

Ibu berjalan menghampiri meja makan dengan membawa dan menyajikan lauk pauk hasil masakannya. “Sarapan yang banyak, Nak. Kamu harus punya banyak energi untuk belajar nanti.”

Aline tersenyum sambil meraih piring beserta makanannya. “ Iya, Ma.
Aku lapar banget.”

“Kak Aline, nanti kita berangkat bareng, kan?” tanya Dika, adik laki-laki Aline.

Aline mengangguk. “Iya, boleh.”

“Lila juga mau berangkat sama kak Aline ya kak,” ujar Lila tak mau kalah.

Dika mendengus. “Lila ini ikut-ikutan aku aja, fyuhh.”

“Kalian ini. Kak Aline kan juga Ayah yang antar, seharusnya kalian tanya sama ayah,” Ujar sang Ayah sembari memanyunkan bibirnya.

Sang ibu, Yura. menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku suami dan anak-anak nya. “Sudah, habiskan makanannya. Kalian gamau kesiangan kan?”

Sang ayah dan ketiga anaknya melirik pada ibu. “Ay ay captain.” Ujar mereka kompak dengan tangan yang diangkat membentuk tanda hormat.

Mereka pun mulai sarapan bersama dalam suasana yang tenang, menikmati hidangan sederhana sebelum hari yang sibuk dimulai. Sesekali, suara canda dan tawa mengisi ruangan, membuat pagi itu terasa lebih hangat. Setelahnya, Aline segera bersiap untuk berangkat ke sekolah.

---

Saat memasuki gerbang sekolah, Aline tak sengaja melihat Sadewa yang sedang memarkir motor sport miliknya. Kilatan sinar matahari pagi memantul di bodi motor dengan merk Ducati Superleggera v4 yang mengkilap, membuat Aline tertegun sejenak. Ia tak bisa menahan pandangannya, memperhatikan Sadewa yang terlihat begitu tenang dan— tampan.

RAINS IN HEAVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang