02 - RAINS IN HEAVEN

25 9 7
                                    

Happy reading!


Pagi itu, suasana kelas Aline di IPA 2 sedang tenang ketika tiba-tiba salah satu temannya memanggil, "Aline, ada yang nyari di depan kelas!"

Aline mengerutkan kening heran, tak menyangka ada yang mencarinya pagi-pagi begini. Saat ia melongok keluar, jantungnya tiba-tiba berdegup kencang. Di depan kelas, Sadewa berdiri, seolah menunggu dengan tenang. Tatapan matanya membuat Aline bingung, sekaligus sedikit gugup.

Teman-temannya mulai berbisik, beberapa bahkan menggoda dengan senyum jahil. "Wah, Sadewa yang datang. Ada apa nih, Lin? Spesial banget kayaknya!"

Wajah Aline memerah, merasa kikuk dengan perhatian mendadak itu. Namun, ia tetap melangkah ke arah Sadewa. "Ada apa?" tanyanya lembut, berusaha menenangkan degup jantungnya.

Sadewa menggeser sedikit posisi tubuhnya, tampak ragu sejenak sebelum berbicara, ia sedikit terdiam sebelum akhirnya bertanya, “Kamu ada kegiatan nanti sepulang sekolah?”

Aline tampak berpikir sejenak, “Enggak ada, kenapa emang?”

“Kalau nggak ada, kita bisa mulai belajar bareng di kafe dekat sekolah."

Aline tersenyum kecil, menyembunyikan kegembiraan yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. “Kayaknya nggak ada sih. Oke, kita bisa belajar bareng di sana.”

Sadewa mengangguk dengan tenang, "Baiklah, sampai nanti." Dia berbalik meninggalkan kelas, sementara teman-teman Aline kembali menggoda dengan lirikan penuh makna.

Begitu Sadewa pergi, teman-teman Aline langsung berkerumun di sekitarnya. “Wah, ada apa nih? Sadewa ngajakin kamu ngedate, ya?” salah satu temannya menggoda sambil terkekeh.

Aline memutar matanya, “Enggak, kok! Kita cuma mau belajar bareng,” jawabnya, meski di dalam hatinya jantung masih berdegup kencang.

“Gw mencium aroma-aroma ada yang mau pdkt nih,” Ujar Sendy.

“Bukan pdkt lagi, Aline nih emang udah lama demen si dew—” sebelum menyelesaikan ucapannya, dengan terburu-buru Aline membekap mulut Daffi dengan tangannya.

“Jangan di dengerin omongan nih upil kutu, dia banyak ngibulnya.” Aline memberikan tatapan sinis pada Daffi.

“Hehe... peace.”Daffi mengangkat kedua jarinya, meminta perdamaian.

“Lin lo nggak asik ah, mainnya rahasia-rahasiaan,” protes sita, dianggukki beberapa teman kelasnya.

---

Bel tanda pulang sekolah terdengar, menggema di seluruh area. Sadewa sudah menunggu di parkiran, matanya sesekali melirik ponselnya, memastikan pesannya kepada Aline terkirim. Tak lama kemudian, Aline datang menghampirinya dengan langkah cepat.

Tanpa berkata banyak, Sadewa mengambil helm yang ia bawa. "Ini, pakai dulu," ucapnya, jangan lupakan tatapannya yang selalu datar, menyodorkan helm kepada Aline. Aline mencoba memakainya, tetapi tampak sedikit kesulitan mengatur tali helm. Melihat itu, Sadewa dengan cepat mendekat dan membantunya.

Tangan Sadewa pelan-pelan merapikan tali helm, dan di saat yang sama mata mereka saling bertemu. Beberapa detik terasa sangat lama saat pandangan mereka terkunci, dan jantung keduanya mulai berdegup lebih cepat.

Sadar akan momen itu, Sadewa buru-buru memutuskan kontak mata dan melangkah mundur, menyembunyikan rasa gugupnya. "Sudah, aman," katanya, berusaha tetap tenang.

RAINS IN HEAVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang