26

290 42 2
                                        

Suara dentingan besi yang beradu bergema di udara pagi memecah kesunyian dan membangunkan Yeosang dari tidurnya. Ia tergeragap sebelum merasakan kepingan cahaya matahari yang mulai masuk melalui celah-celah tenda. Ia mengucek matanya perlahan, mengumpulkan kesadarannya yang masih tersisa.

Tubuhnya yang dingin semakin ia lilitkan ke dalam pelukannya sendiri. Tangan Yeosang meraba ke samping tempat tidur, mencari kehangatan yang biasa ia rasakan, namun tidak ada.

Jongho tidak ada di sana.

Ia duduk di atas kasurnya, menatap sejenak ke arah San dan Wooyoung yang masih terlelap, tubuh San yang lebih besar memeluk erat tubuh Wooyoung dari belakang.

Yeosang tersenyum samar sebelum perlahan-lahan turun dari tempat tidur, lalu meraih sepatunya.

"Dingin sekali," gumamnya pelan, saat merasakan lantai yang dingin menusuk kulit telapak kakinya. Ia menyelipkan kaki ke dalam sepatu kulitnya.

Di samping tempat tidur, jubah hitam tergeletak rapi. Senyum tipis terbentuk di wajahnya saat ia meraih jubah itu dan mengenakannya di tubuh. Seketika kehangatan dan aroma khas Jongho menyelubungi dirinya, memberikan rasa nyaman yang tak bisa dijelaskan. Tudung jubah itu ia biarkan menggantung di punggungnya tidak ia kenakan.

Dengan langkah ringan, Yeosang membuka kain tenda dan melangkah keluar. Udara pagi yang sejuk menyambutnya, sementara pandangannya menyapu ke sekeliling melihat orang-orang yang tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Matanya berkelana mencari dimana Jongho berada.

Hingga di depan dekat perapian, ia melihat Jongho. Pria itu berjongkok di dekat seorang pria tua, tangannya mengetuk besi panas yang menyala terang di atas api. Suara ketukan besi itu membentuk ritme yang akrab, mengiringi pagi yang tenang.

Yeosang berjalan mendekat, langkahnya semakin pelan saat ia tiba di dekat mereka. Seorang pria tua yang berdiri di samping Jongho, menyadari kehadiran Yeosang.

"Ah ini kekasihmu bukan?" katanya dengan sedikit senyum di wajahnya yang berkeriput.

Jongho menoleh, tersenyum ketika melihat Yeosang berdiri tak jauh di belakangnya dengan mengenakan jubah hitam yang ia letakkan di tempat tidur.

"Kau sudah bangun," katanya lembut, lalu melambaikan tangan agar Yeosang mendekat.

Yeosang tersenyum tipis, lalu berjongkok di samping Jongho, merapat di sebelahnya.

"Pagi," sapa Yeosang pelan, suaranya terdengar halus di tengah suasana perapian yang mendesis.

Jongho menoleh ke pria tua di sebelahnya. "Ini Yeosang," katanya sambil menepuk lembut lengan kekasihnya. "Dia kekasihku."

Pria-pria tua di sekitar mereka tersenyum simpul, saling bertukar pandang sejenak.

Salah satu dari mereka, pria dengan rambut putih yang sudah menipis, mengangguk dan berkata dengan suara serak, "Semoga hidup kalian selalu diberkahi."

.

.

.

Setelah beberapa saat, Jongho akhirnya selesai dengan pekerjaannya. Ia mengusap belati kecil yang baru saja ia buat dengan kain, membersihkan sisa debu logam. Belati itu memiliki ukiran indah di gagangnya, pola yang menyerupai awan lembut yang melingkar halus.

"Bagus sekali," puji Yeosang yang berdiri di sampingnya, menatap hasil karya kekasihnya dengan kagum.

Jongho terkekeh pelan, kemudian menyelipkan belati itu ke dalam sarungnya. Ia berdiri, diikuti oleh Yeosang, lalu memandang pria-pria tua di sekitar mereka yang masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

URBAN ARCANA [Ateez BXB] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang