(1)-Hari Pertama di SMA Arcadia.

1 0 0
                                    

Hari pertama di SMA Arcadia terasa mendebarkan bagi Alex, siswa baru di sekolah itu, seperti melangkah ke dalam kisah yang belum ditulis. Dia berdiri di depan gerbang sekolah, mengamati gedung megah berwarna putih bersih yang menjulang tinggi, dikelilingi jendela-jendela besar yang memantulkan sinar matahari pagi dengan gemilang. Suasana ramai di sekitarnya dipenuhi tawa dan obrolan siswa, menciptakan simfoni kehidupan yang membuat Alex merasa kecil di tengah keramaian itu.

Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan kegugupannya yang melambung. Sebagai siswa baru, tantangan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru ini tidak hanya tentang pelajaran, tetapi juga tentang menemukan teman. Melihat kelompok-kelompok siswa yang sudah akrab, berbagi cerita dan tawa, hatinya bergetar. Tanpa teman di sisinya, keraguan mulai menghantuinya: Apakah dia akan mampu bertahan di sekolah ini?

Dengan langkah yang dipenuhi tekad, Alex melangkah masuk ke dalam gedung. Ketika dia memasuki ruang kelas, suasana berubah seketika. Suara gaduh terhenti, dan semua mata tertuju padanya. Bisikan-bisikan samar melayang di udara, dan Alex merasakan panas merayap di wajahnya. Di sudut ruangan, sekelompok siswa terlihat seperti pemimpin kelas. Di antara mereka, seorang siswa dengan rambut ikal dan senyum hangat, Ben, segera mengulurkan tangan.

“Hey, lo pasti siswa baru, kan? Nama gue Ben. Selamat datang di kelas!” ucapnya dengan hangat.

Sebuah lega mengalir dalam diri Alex. “Iya, gue Alex. Terima kasih.”

Ben memperkenalkan Alex kepada teman-temannya: Daniel, tinggi dan atletis dengan wajah serius; Charlie, si jenius berambut pirang; dan Ethan, si jokester yang selalu menghidupkan suasana dengan leluconnya. Mereka menyambut Alex dengan ramah, dan sedikit demi sedikit, rasa cemasnya mulai berkurang.

“Info, Charlie cowo, walaupun namanya kaya cewe dan slay—” celetus Ethan, memecah keheningan.

Sebelum Ethan melanjutkan, Charlie langsung menjitak kepala Ethan. “Gue nggak slay!”

Alex hanya bisa tersenyum melihat pertengkaran kecil mereka, sementara Daniel dan Ben hanya menggelengkan kepala, seakan sudah terbiasa dengan dinamika unik ini.

“Jadi, gimana hari pertama lo?” tanya Daniel sambil bersandar santai di kursi.

“Agak menegangkan, sebenarnya. Semua orang tampak saling mengenal, dan gue merasa seperti… pengamat,” jawab Alex dengan jujur.

“Tenang aja, kita bakal bantu lo beradaptasi,” Charlie menjanjikan sambil tersenyum. “Ada banyak yang bisa lo pelajari di sini, dan kita bisa jadi teman yang baik.”

Percakapan mereka terus berlanjut hingga bel berbunyi, menandakan waktu belajar dimulai. Alex merasa beruntung bisa bergabung dengan kelompok ini. Meskipun kepribadian mereka berbeda-beda, ada kedekatan yang tumbuh dalam tawa dan candaan yang mereka bagi, menciptakan momen-momen berharga yang membuat Alex merasa sedikit lebih di rumah.

***

Setelah jam pertama selesai, Alex bertanya kepada Ben, “Jadi, ada rencana apa setelah sekolah?”

Ben berpikir sejenak. “Oh, kita sering berkumpul di kantin setelah sekolah. Ini saat yang tepat untuk bersantai dan bersosialisasi. Lo harus ikut!”

Alex mengangguk antusias, tak sabar untuk menghabiskan waktu bersama teman-teman barunya. Namun, saat mereka berjalan menuju kantin, suasana di sekitar mereka tampak berubah. Alex melihat beberapa siswa berbisik sambil mengamati papan pengumuman di dinding. Ben menghentikan langkahnya dan mengerutkan kening.

“Ada apa, Ben?” tanya Alex, merasakan ketegangan yang menggantung di udara.

“Hmm, sepertinya mereka sedang membahas pemilihan bulanan,” jawab Ben dengan nada cemas.

Class HierarchyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang