CHAPTER 23

748 97 19
                                    

Zade duduk bersandar diruang kerja mansionnya, memejam disanding senyuman puas sebab semua rencananya berjalan dengan lancar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zade duduk bersandar diruang kerja mansionnya, memejam disanding senyuman puas sebab semua rencananya berjalan dengan lancar.

Terus terang dia tak menyangka langkahnya membeli rumah bordir dengan perantara seseorang mendapat keuntungan semacam ini. Ibarat sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.

Lebih-lebih kenekatan Deluca yang pergi ke sana hingga tertangkap kamera publik semakin mengundang keberuntungan berpihak padanya.

Ditengah kebahagiaan itu, dering panggilan memekakkan telinga. Netranya terbuka, melirik ponsel diatas meja dan senyumnya merekah kala membaca nama Deluca. Telunjuk besarnya menggeser layar dengan telinga menajam untuk mendengar suara merdu yang sudah di perbesar.

"S-selamat siang."

Nada yang terdengar gemetar membuat Zade semakin menggila namun dia menahan diri untuk tidak menunjukkannya.

"Hm... Selamat siang."

Tak ada sepatah kata lagi dari Deluca dan Zade menunggunya dengan sabar, seolah sudah tau apa yang ingin di sampaikan Deluca.

"B-bisakah kita bertemu?"

"Bertemu? Saya rasa kita tidak ada jadwal pekerjaan hari ini."

"Ada yang ingin saya sampaikan."

"Maaf, tapi saya sedang sibuk." Sahut Zade jual mahal dan Deluca kembali diam sejenak.

"Zade..."

Seringai Zade muncul kala suara berat mendayu penuh keputusasaan menyapa pendengarannya.

"Oh... Aku rasa ini bukan tentang pekerjaan." Kata Zade.

"Bolehkah aku minta tolong?"

"Tapi aku benar-benar sedang sibuk, aku tidak bisa bertemu sekarang."

"Kapan kau bisa?"

"Aku tidak bisa memastikannya."

Tak ada suara dari pihak Deluca dan senyuman Zade semakin lebar.

"Baiklah... Tolong kabari aku jika kau punya waktu luang pekan ini." Kata Deluca.

"Hmm... Baiklah."

"Kalau begitu terimakasih, maaf mengganggumu."

"Bukan masalah."

Panggilan di akhiri dan Zade terbahak lantang setelah melihat Deluca tak memiliki daya dibawah kendalinya. Dia meraih ponselnya, menekan nomor Daou untuk menyampaikan sesuatu.

"Persingkat tenggat waktunya."

"Baik sir." Zade mematikan panggilannya.

Entah apa yang ada didalam otak pria itu hingga sebegitunya membuat Deluca kelabakan. Penolakan Deluca seperti penghinaan baginya namun pembalasannya terasa sedikit berlebihan.

ENCANTAR || JOONGDUNKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang