Kebenaran

8 2 0
                                    

Mona pov;

Entah bagaimana, di hari yang sama saat pria pendek itu mengetahui aku tengah mengandung benihnya, dia langsung mengangkut paksa diriku ke kediamannya di kota lain.

Dia membawa banyak bodyguard untuk mencegahku memberontak. Sedari saat cebol sialan itu mengatakan mampu mengetahui apapun yang ingin diketahuinya, aku langsung sadar dia orang kaya membuatku bertanya-tanya orang gila mana yang menolak ditaksirnya.

Kediamannya bahkan sangat megah dengan halaman luas, siapapun tidak akan menolak jika ditawarkan tinggal disini. Kecuali aku tentunya, karena aku tinggal disini dengan nyawa sebagai bayarannya setelahnya aku akan dikembalikan pada hidupku yang dulu kalau selamat.

Si pendek itu menempatkan ku di kamar yang berkali-kali lipat lebih luas dari kamarku dengan furniture mahal padahal hanya kamar tamu. Aku bisa membeli banyak buku dan alat ramal dengan harga kasur di ruangan ini.

Setelah tinggal berhari-hari, aku mulai terbiasa dengan kediaman ini. Aku mulai hapal dengan seluk beluk ruangan, jadwal para pelayan, bahkan jadwal kerja pria itu.

Di lantai dua, terdapat tiga kamar utama yang salah satunya dihuni Scara dan dua lainnya khusus untuk keluarganya, meski tentu masing-masing anggota punya kediaman pribadi -sial, bikin iri-.

Entah kenapa aku menjadi sangat penasaran dan bersemangat melihat-lihat kediaman ini. Suatu hari saat lantai dua sedang kosong dan tidak akan dilewati siapapun, aku menyusup ke ketiga kamar yang ada karena si cebol itu tidak membiarkanku masuk leluasa -karena aku memang orang asing sih-.

Kamar pertama dan kedua terlihat seperti kamar normal yang tentunya sangat megah dan mahal, namun untuk kamar yang terakhir sedikit..mengerikan.

Kamar ini terlihat lebih sering digunakan dibanding dua kamar lainnya yang artinya Scara menempati kamar ini, letak mengerikannya adalah foto-foto pria berambut putih dengan sedikit merah di pinggirnya dengan manik ruby terpajang dimana-mana disetiap sudut kamar ini, dengan berbagai pose tapi kebanyakan foto candid yang sepertinya diambil diam-diam.

"Sudah puas menjelajah, tuan putri?" Ketus suara yang sangat aku kenal karena lebih sering mendengarnya akhir-akhir ini, lalu pemilik kediaman dan kamar ini tentunya.

Perlahan aku memutar badan dan menemukan sosok pria itu bersandar di pintu kamarnya dengan tampilan kerja yang sudah kacau sambil menatap tajam ke arahku dengan manik ungunya yang terasa dingin. Dia harusnya belum pulang di waktu-waktu ini.

Panik terciduk, aku memutuskan untuk kabur dengan memasang muka tebal.
"Yah, tentu. Pantas saja kau mencari pelet cinta, ternyata untuk digunakan pada kekasih pria mu-" Namun saat mendekati pintu yang terdapat sosoknya juga, dengan sedikit kasar pria itu menyeret ku ke kasurnya lalu menindih ku, menempatkan selangkangannya di perutku mengundang rona merah di pipi ku.

"Kau merasakannya?" Tanyanya tiba-tiba masih dalam posisi yang sama.

"M-merasakan apa?"

"Itu dia! 'Adik kecilku' tidak akan bangun karena wanita, apalagi mencapai klimaks dan menumpahkannya di rahim." Bisa-bisanya dia mengatakan hal vulgar dengan normal tapi penuh penekanan, tatapannya masih menyorot tajam memaksa manik milikku tetap menatapnya.

"Apa sekarang kau meragukan janin di perut ku?" Tuduh ku mencoba tersadar untuk berhenti mengagumi parasnya yang -sialnya- tampan.

"Aku percaya nona Megistus bukan wanita rendahan yang akan menjajakan dirinya, tapi aku harap kau tidak besar kepala karena itu hingga merasa boleh bersikap seenaknya." Peringat nya, beranjak dari tubuhku kemudian merapikan pakaiannya yang berantakan.

"Keluarlah!" Lanjut pria itu menyugar rambutnya frustasi. Tak ingin memperburuk suasana hatinya, aku segera berlari keluar.

Minggu demi minggu terlewati, semenjak kejadian itu, aku baru menyadari kalau selalu ada yang memantau pergerakanku di kediaman ini dan melaporkannya pada Scara tanpa sepengetahuanku, menjelaskan kenapa dia bisa sampai di kediaman lebih awal waktu itu.

Takdir cinta (scaramona)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang