30. Time Flies So Fast.

32 1 1
                                    

    Ketika waktu pulang kuliah tiba, mahasiswa lain sudah bergegas pulang, meninggalkan ruang kelas yang perlahan sepi. Namun, di dalam salah satu kelas, Raina, Riska, dan Ayu masih duduk dengan serius di depan laptop mereka, membahas penelitian yang semakin dekat dengan tahap akhir.

  "Walau kita ga bareng di satu tempat penelitian, tapi tetep kan masih bisa bareng-bareng ngerjain TA-Nya."

  "Iya lah Ris."

Raina menatap ke dua temannya itu sambil tersenyum tipis, menatap seperti memberi isyarat 'pada akhirnya semua akan berjalan di jalannya masing-masing.'

  Di tempat penungguan bus yang mulai dipenuhi orang-orang yang pulang dari kampus dan kantor, Raina berdiri sendirian, menatap jalan yang dipenuhi hiruk-pikuk kendaraan dan pejalan kaki. Angin sore menyapa lembut wajahnya, namun pikirannya masih melayang jauh, merenungi segala hal yang terjadi hari ini. Dia hampir tak menyadari ketika sebuah motor berhenti tepat di depannya.

Raina mengerutkan kening, melihat seorang pria yang mengenakan helm hitam berdiri di hadapannya. Ada sesuatu yang aneh, karena pria itu tampak memandanginya. Rasa bingung muncul di benaknya, siapa pria ini? Wajahnya tertutup oleh helm, menyisakan hanya tubuh tegap yang tampak samar dalam cahaya senja.

Namun, tiba-tiba pria itu mengangkat tangan dan perlahan membuka helmnya. Mata Raina membulat seketika, terkejut saat melihat siapa yang ada di balik helm itu.

  “Dewangga?” gumamnya pelan, hampir tidak percaya.

Dewangga tersenyum tipis, sedikit canggung, melihat ekspresi terkejut Raina. "Kamu sendirian di sini?" tanyanya, suaranya terdengar lembut, seolah tak ingin mengganggu keheningan yang melingkupi mereka berdua.

Raina, masih tak percaya, hanya bisa mengangguk pelan. Hatinya berdebar sedikit lebih cepat, merasa tak siap dengan pertemuan tak terduga ini.

Sudah lama sekali rasanya tidak menatap manik legam hitam itu, "mau ke 24 yes?" Tanya Raina. Dewangga tertawa sambil menyaut, "24 yes?" Raina tersadar sambil tertawa kecil, dirinya selalu typo jika bersama Dewangga.

  "Yes 24 Ngga," ujar Raina.

  "Boleh, yuk naik ke motorku." Raina mengangguk, Dewangga memasang helm satunya untuk dipakai Raina lalu membetulkan cagakan kakinya.

Raina yang memperhatikan secara diam-diam itu hanya tersenyum tipis, kebiasaan Dewangga tak pernah berubah. Mungkin ini adalah alasan mengapa Raina tak bisa jika tidak mencintai Dewangga, "tidak ada alasan untuk tidak mencintainya," batin Raina.

Selama di perjalanan mereka berdua begitu banyak bercerita mengenai hari-hari yang telah mereka lewati, namun ajaibnya adalah, perselisihan komunikasi diantara mereka sama sekali tidak mengganggu sama sekali melainkan seperti tidak ada yang terjadi selama 3 bulan berlalu itu. Seperti mereka selalu jatuh cinta setiap kali bertemu, tidak ada alasan untuk tidak mencintai satu sama lain.

  "Lama banget sudah tau kita ga ke Yes," ujar Raina seketika dirinya sadar pengucapannya tidak benar. "Sudah lama banget kita ga ke Yes tau!"

Dewangga yang mendengar itu hanya tertawa di balik helmnya, "lama banget sudah tauuuu..." jahil Dewangga. Raina memukul pelan perut Dewangga, "ih!"

Raina menatap kaca spion yang menampakkan wajah Dewangga, dirinya tersenyum, walau begitu banyak perselisihan, perdebatan maupun ego diantara mereka, namun dengan pertemuan merubah semua yang ada, serta rasa untuk bertahan satu sama lain, mengalah saat adanya ego dan perdebatan serta melengkapi satu sama lain adalah kunci untuk bertahannya hubungan diantara mereka.

Dan kunci terbesar di dalam hubungan ini dipegang oleh Dewangga Ravindra, pemilik hatinya Raina Arundati saat ini, setelahnya dan semoga selamanya.

♡♡♡
Hai hayyiiii 👋 aku mau infoin untuk cerita Rain In The Darknight akan segera tamat, jadi aku berharap di dalam cerita ini bermanfaat untuk para pembaca untuk mengambil pesan-pesan yang bisa dipelajari. Have a nice day all 💗💗💗

RAIN IN THE DARKNIGHT [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang