Prolog

80 11 0
                                    

Di sebuah rumah dipinggiran kota, susana hati Prisha dipenuhi dengan keputusasaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sebuah rumah dipinggiran kota, susana hati Prisha dipenuhi dengan keputusasaan. Ia duduk di kamarnya, menatap lembaran-lembaran kertas berisi catatan cerita tariannya dengan musik yang menyala di kamarnya. Namun, suasana di rumahnya terasa mencekam. Keluarga Prisha adalah keluarga yang cukup di segani di daerah sana, itu membuat Prisha cukup tertekan.

Suara pintu kamar dibuka, "Prisha, kapan kau akan berhenti dengan semua ini? "
Wajah ibu terlipat kesal kearah Prisha. Wajahnya penuh dengan kerutan menandakan ibu benar-benar marah,
"Seharusnya kau memikirkan masa depanmu! Tarian tidak akan membawamu kemana mana. Lihat kakakmu sudah bisa masuk ke universitas terbaik, kapan kau sadar Prisha?!" Ibu membentak Prisha.

Hati Prisha tergores mendengar ucapan ibunya.
"Tapi ibu, ini impianku. Jalan ku dan kak Vikram berbeda bu," Mata Prisha mulai memerah tak kuat menahan tangisnya.

Ayahnya, yang biasanya pendiam, menatapnya dengan tatapan kecewa. "Kamu seharusnya membantu keluarga. Kami tidak bisa terus-menerus menunggu kamu mengejar mimpi yang tidak pasti."

Kata-kata itu seperti duri yang menyakitkan. Prisha merasa terasing di dalam rumahnya sendiri, seolah semua usaha dan bakatnya tidak pernah dihargai. Sementara kakaknya yang lebih tua, selalu dipuja karena prestasi akademisnya, ia merasa seperti bayangan yang terlupakan.

"Jika kamu tidak bisa mendukung keputusan keluargamu, mungkin lebih baik kamu pergi." ibu mengancam Prisha.

Vikram yang mendengar adiknya sedang di marahi pun bergabung dan melerai.
"Ibu, sudahlah tidak usah berlebihan. Mungkin memang Prisha belum siap, sudahlah. " Vikram merangkul adiknya yang sedang tertunduk menangis.

Perkataan itu menyengat, dan air mata mulai menggenang di mata Prisha. Namun, ia berusaha keras untuk tidak menangis. "Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri," katanya pelan.

"Prisha, teruslah berlatih. Aku yakin kamu bisa melakukan apa yang kamu cintai," ujar Vikram dengan lembut, berusaha memberikan semangat meskipun melihat ketegangan di wajah orang tua mereka.

Setelah percakapan yang menyakitkan itu, Prisha pergi ke tepi sungai di belakang rumah. Di sana, ia melatih tariannya, berusaha mengalihkan pikirannya dari rasa sakit dan ketidakberdayaan di jiwanya. Di bawah sinar bulan yang lembut, ia menari dengan segenap hati, menghidupkan kisah-kisah para Pandawa yang berjuang untuk keadilan kedalam tariannya.

Dalam gerakan-gerakannya, ia berharap menemukan kekuatan dan keberanian yang hilang. Namun, tanpa sengaja kakinya tergelincir dan jatuh ke dalam sungai, Prisha yang tidak memiliki keahlian berenang pun lama lama tidak sadarkan diri. Kehidupan yang selama ini ia kenal mulai memudar.

01

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

01

PRISHANARAY (Entangled Destinies) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang