Empat pria muda melangkah keluar dari mobil hitam, masing-masing dengan gaya khas mereka. Mereka berjalan perlahan, menikmati suasana bazar yang dipenuhi tenda-tenda berisi barang-barang unik, pakaian indah, serta jajanan dan minuman. Di sudut lain, wahana kecil seperti lempar botol, melukis, dan memancing turut meramaikan suasana.
"Kangen banget gue ke sini! Eh, lihat deh, di sana ada yang jual makanan unik," ujar Sunghoon dengan wajah gembira.
Ketiganya mengikuti langkah Sunghoon yang menuju penjual dancing shrimp menu ekstrem di mana udang hidup disajikan dengan sayuran dan bumbu khas.
"Lo yakin, Hoon, mau beli makanan itu?" tanya Ni-ki sambil meringis, merasa geli melihat udang-udang kecil melompat-lompat di mangkuk si penjual. Bau amisnya bahkan sudah tercium dari jauh.
"Iya lah! Sekali-sekali cobain makanan ekstrem," jawab Sunghoon sambil masuk ke dalam antrean.
"Bisa-bisanya, ya, orang doyan makan gituan. Ga jijik apa makan udang hidup-hidup?" Sunoo bergidik, apalagi saat melihat pelanggan si penjual berusaha keras menyuap udang yang terus melompat. Jungwon juga tak bisa menahan rasa mualnya.
"Aku beneran ga kebayang gimana rasanya makan begitu..." gumamnya pelan.
"Udangnya bau banget, pasti tai udangnya juga masih ada..." Ni-ki bergidik lebih parah, merasa ngeri. Sunghoon menoleh sambil tersenyum iseng, lalu berujar.
"Kalian bertiga mau coba juga?" tawar sunghoon kepada ketiga orang itu.
"Ga mau, Hoon!" jawab mereka kompak, sambil meringis jijik.
Tak lama kemudian, Sunghoon selesai membeli dancing shrimp. Udang-udang kecil itu menggeliat dan melompat-lompat keluar dari mangkuk. Sunghoon pura-pura santai saat menyantapnya, meski dalam hati ia sebenarnya menahan rasa mual. Aroma amis tetap terasa meskipun sudah ditambahkan perasan jeruk.
Jungwon, Sunoo, dan Ni-ki hanya bisa melihatnya dengan ekspresi jijik. Mereka heran bagaimana mungkin Sunghoon bisa menikmati makanan itu.
Setelah selesai makan, mereka melanjutkan penjelajahan bazar. Kali ini mereka berpisah: Sunoo bersama Jungwon, sementara Sunghoon berjalan dengan Ni-ki.
Sunoo menggenggam tangan Jungwon dengan erat. Ia memperhatikan tangan Jungwon yang terasa kecil dalam genggamannya, lalu tersenyum tipis.
Sunoo dan Jungwon berjalan berdampingan di tengah keramaian bazar, tangan mereka masih bertaut. Sunoo merasakan genggaman Jungwon yang hangat dan sedikit gugup, seolah tak ingin melepasnya. Suasana malam terasa begitu sempurna lampu-lampu gantung berkelap-kelip di atas mereka, udara malam sejuk menyapu lembut, dan aroma makanan manis menggoda di sekitar.
"Kamu kedinginan?" Sunoo bertanya, menatap Jungwon yang sesekali menarik jaketnya lebih rapat.
Jungwon menggeleng, tapi matanya tetap fokus pada pemandangan di sekitar. "Nggak, aku suka suasana kayak gini," jawabnya pelan, hampir berbisik.
"Aku juga." Sunoo tersenyum, merasa lega.
Langkah mereka terhenti di depan sebuah tenda lukis wajah. Pelukis di sana tengah sibuk menyelesaikan potret sepasang anak muda, dan tawa orang-orang di sekitar membuat suasana terasa semakin hidup.
"Seru, ya. Mau coba?" tanya Sunoo, kali ini dengan nada yang lebih lembut.
Jungwon menoleh dan menatap Sunoo sejenak. Mata mereka bertemu sebuah tatapan yang bertahan sedikit lebih lama dari biasanya.
"Oke, boleh," jawab Jungwon dengan senyum kecil, membuat dada Sunoo berdebar lebih kencang.
Mereka masuk ke dalam antrean, masih bergandengan tangan. Sambil menunggu, Sunoo melirik Jungwon yang terlihat sibuk mengamati sekeliling. Dari sudut bibirnya, Sunoo tak bisa menahan senyum. Di tengah keramaian ini, hanya ada Jungwon dalam pikirannya.
"Kamu tahu nggak," gumam Jungwon tiba-tiba.
"Aku jarang banget bisa ngerasa santai kayak gini." Lanjutnya, Sunoo menoleh memperhatikan ekspresi lembut di wajah Jungwon.
"Aku juga," bisik sunoo kepada jungwon.
"Sama kamu, rasanya kayak semua beban hilang." Lanjut sunoo.
"Makasih udah selalu ada buat aku, Sunoo." Jungwon menatap Sunoo lagi, kali ini dengan lebih dalam.
Sunoo terdiam sejenak, terpesona oleh kejujuran di mata Jungwon. Perlahan, ia meremas tangan Jungwon lebih erat, menghilangkan sisa keraguan di hatinya.
"Seharusnya yang bilang begitu aku, jungwon. Kamu selalu ada untuk aku dan jadi alasan aku bisa nyaman." Ujarnya penuh dengan cinta.
Senyuman tipis terukir di bibir Jungwon, dan ada kehangatan tak terucap di antara mereka. Saat itu, dunia di sekeliling seakan memudar, menyisakan hanya mereka berdua.
Ketika akhirnya giliran mereka tiba untuk dilukis, mereka duduk berdekatan di bangku kecil. Sang pelukis memandangi mereka sejenak dan tersenyum mungkin menyadari sesuatu yang bahkan tak perlu dijelaskan.
Selagi kuas sang pelukis menari di atas kanvas, Sunoo melirik Jungwon. Mereka saling bertukar senyum, dan di antara tawa kecil yang terucap tanpa alasan, Sunoo tahu bahwa momen ini adalah sesuatu yang akan ia simpan selamanya.
Setelah selesai di lukis mereka berdua Sunoo dan Jungwon melanjutkan perjalanan mereka ke tempat lain, karena Jungwon ingin membeli permen kapas. Di sana, Sunoo membeli permen kapas pink yang terlihat cantik, dan ia tak bisa mengalihkan pandangannya dari Jungwon.
"Lihat betapa manisnya kamu dengan permen kapas itu," ujar Sunoo sambil mencubit pipi Jungwon dengan gemas.
Jungwon tertawa kecil, senyumannya begitu cerah dan membuat jantung Sunoo berdebar lebih cepat.
"Makasih, Kak." Ucap jungwon.
"Jungwon, aku mau bicara sama kamu." Sunoo merasa grogi, napasnya sedikit tersengal.
"Silakan saja, Kak. Mau bicara apa?" jawab Jungwon dengan senyum lembut, sembari menikmati permen kapasnya.
"Semenjak pertama kali aku bertemu denganmu, aku merasa benar-benar jatuh cinta padamu. Kamu adalah lelaki yang sempurna di mataku. Mungkin ini terdengar terlalu cepat atau tidak terlalu romantis, tapi maukah kamu menjadi pacarku, Wonnie?" Sementara itu, Sunoo merasakan jantungnya berdebar kencang.
Jungwon terdiam sejenak, menatap Sunoo dengan mata yang berbinar.
"Aku juga mencintaimu, Sunoo. Entah kapan itu, tapi saat aku bersamamu, jantungku selalu berdebar kencang, dan aku selalu merasa bahagia di dekatmu." Sunoo merasakan kelegaan dan kebahagiaan mengalir di dalam dirinya. Ia mendekatkan wajahnya, memandang mata Jungwon dengan penuh perasaan.
"Jadi, ini berarti kita..." Tertera sekali senyuman kebahagiaan sunoo.
"Ya, kita," potong Jungwon, senyumnya semakin lebar.
Dalam momen yang penuh emosi itu, Sunoo tidak bisa menahan diri lagi. Ia meraih tangan Jungwon dan menariknya sedikit lebih dekat, hingga jarak di antara mereka semakin mengecil. Dengan perlahan, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Jungwon, merasakan hangatnya nafas satu sama lain.
Akhirnya, dengan hati yang berdebar, Sunoo mencium Jungwon. Ciuman itu lembut dan penuh rasa cinta, seolah mengikat janji di antara mereka. Jungwon membalas ciuman itu dengan lembut, merasakan aliran kebahagiaan mengalir di seluruh tubuhnya.
Setelah beberapa detik, mereka saling melepaskan ciuman, masih saling memandang dengan senyuman yang tak pernah pudar. Dalam momen indah itu, Sunoo tahu bahwa mereka telah menemukan satu sama lain sebuah cinta yang akan selalu mereka jaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIN FÖR ALLTID💦
Ficción históricaJungwon yang sedang belajar dikagetkan oleh pintu yang ditutup dengan keras dia kira karena angin kencang ternyata betapa kagetnya dia melihat seorang pria yang terluka bersandar di pintunya, orang itu masuk ke rumahnya tanpa izin.