27. JEJAK MENUNGGU KENGERIAN

10 0 0
                                    

Sebelum mulai baca, jangan lupa untuk vote dan tinggalkan komentar ya. Kalau ada typo atau kesalahan, jangan ragu kasih tahu, terima kasih sebelumnya!

Buat kalian yang baru pertama kali mampir di Wattpad-ku, jangan lupa follow agar tidak ketinggalan update cerita seru berikutnya!

Perjalanan menuju lokasi yang disebut Kolonel Rendra sebagai pusat wabah terasa semakin mencekam ketika mereka mulai mendekati area yang terletak di pegunungan terpencil. Hawa dingin menggigit, seakan alam pun menolak kehadiran mereka. Helikopter yang membawa Alya, Dika, Maya, dan tim pendukung bergerak perlahan menembus awan tebal, seolah menyusuri jalur yang penuh ketidakpastian.

Alya memandang keluar jendela, melihat lanskap putih yang dipenuhi salju dan pepohonan mati. Tidak ada kehidupan di sini. Hanya sunyi. Pemandangan itu membuat jantungnya berdebar lebih cepat, memunculkan kecemasan yang tidak bisa ditepis. Di sampingnya, Dika duduk diam, sesekali melirik ke arah monitor yang menunjukkan kondisi di luar. Suasana di helikopter begitu hening, hanya terdengar dengungan mesin yang monoton.

Alya menarik napas dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Tugas ini adalah misi yang penuh risiko. Tapi tidak ada pilihan lain. Semakin cepat mereka menemukan sumber wabah, semakin cepat mereka bisa menghentikannya sebelum memakan lebih banyak korban. Terutama setelah mengetahui bahwa semua ini mungkin berasal dari ulah manusia sendiri, perasaan tanggung jawab yang berat semakin menekan.

"Alya, kau baik-baik saja?" tanya Maya dari seberang.

Alya mengangguk pelan, meski jelas terlihat bahwa pikiran-pikirannya sedang mengembara. "Aku hanya berpikir... Bagaimana jika ini semua tidak bisa dihentikan? Bagaimana jika apa pun yang kita lakukan tidak akan cukup?"

Maya mendesah, lalu menatap Alya dengan mata yang tenang, meski ada ketegangan di dalamnya. "Kita hanya bisa melakukan yang terbaik. Tidak ada yang tahu apa yang menunggu kita di sana, tapi kita harus percaya bahwa kita akan menemukan jawabannya."

Di sisi lain, Dika tetap diam, namun Alya bisa merasakan ketegangan yang menempel pada dirinya. Tiba-tiba, suara pilot terdengar melalui speaker.

"Kita akan mendarat dalam beberapa menit. Persiapkan diri kalian."

Helikopter perlahan turun, menembus awan rendah hingga akhirnya mereka melihat pangkalan penelitian yang mereka tuju. Sebuah bangunan besar yang tampak suram berdiri di tengah salju, seolah sudah lama ditinggalkan oleh peradaban. Dinding beton yang terkelupas dan kawat berduri di sekelilingnya membuat tempat ini terlihat seperti benteng mati.

Begitu mereka mendarat, angin kencang dan salju yang berterbangan segera menyambut mereka. Para anggota tim pendukung, mengenakan pakaian pelindung lengkap, bergerak cepat keluar dari helikopter, membawa peralatan yang akan mereka butuhkan untuk misi ini. Alya, Dika, dan Maya mengikuti di belakang dengan hati-hati, sementara Kolonel Rendra tetap berada di pangkalan utama untuk memantau dari jarak jauh.

Ketika mereka mendekati pintu masuk utama bangunan, Alya merasakan sesuatu yang aneh. Ada perasaan yang membuat bulu kuduknya merinding, seperti ada sesuatu yang mengawasi dari kejauhan. Matahari sudah mulai tenggelam, membuat bayang-bayang pegunungan semakin panjang dan gelap.

"Semua orang hati-hati," ucap salah satu anggota tim pendukung melalui interkom. "Kita tidak tahu apa yang bisa terjadi di dalam."

Pintu besar berkarat terbuka dengan suara decitan keras, dan mereka melangkah masuk ke dalam kegelapan. Ruangan pertama yang mereka temui adalah lobi yang kosong, dipenuhi debu tebal dan peralatan yang terlihat sudah lama tidak digunakan. Cahaya dari senter mereka menyapu setiap sudut, memperlihatkan tempat yang pernah aktif, namun kini sepi.

"Apa ini benar-benar pusat dari semua kekacauan ini?" gumam Dika, suaranya bergema di dalam ruangan besar yang dingin.

Salah satu anggota tim segera menyalakan perangkat komunikasi dan melaporkan keadaan kepada Kolonel Rendra. "Kami sudah masuk ke dalam. Semuanya terlihat seperti sudah lama ditinggalkan, tapi tidak ada tanda-tanda bahaya... untuk saat ini."

Alya terus maju, rasa takut bercampur dengan adrenalin yang membuatnya tetap waspada. Setiap langkah diiringi oleh suara gemerisik pelan dari debu yang beterbangan. Mereka mendekati sebuah pintu besar dengan tulisan yang samar terlihat: "Laboratorium Utama."

"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" bisik Maya, matanya terpaku pada pintu besar itu.

Alya menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Tangan gemetar, ia mencoba membuka pintu tersebut. Saat pintu itu berderit terbuka, bau yang menyengat segera menyerang mereka. Bau busuk yang kuat, seolah ada sesuatu yang mati dan membusuk di dalam.

Saat cahaya senter mereka menyorot ke dalam laboratorium, pemandangan yang mereka lihat membuat napas mereka tertahan. Ruangan itu penuh dengan meja laboratorium yang berantakan, tabung reaksi yang pecah, dan cairan merah yang mengering di lantai. Di sudut ruangan, tampak beberapa tubuh yang tergeletak, sebagian sudah dalam kondisi membusuk. Ada sesuatu yang tidak beres.

Dika maju untuk memeriksa lebih dekat, namun ia segera berhenti ketika melihat bahwa tubuh-tubuh itu tidak mati karena sebab biasa. Mereka sepertinya telah... terinfeksi. Kulit mereka menghitam, dengan luka-luka yang tampak aneh di seluruh tubuh. Sepertinya ini adalah hasil dari mutasi virus yang jauh lebih mengerikan daripada yang mereka duga.

Maya memalingkan wajahnya, mencoba menahan muntah. "Kita harus keluar dari sini... Ini terlalu berbahaya."

Tapi Alya tetap di tempatnya, pandangannya terpaku pada dinding di belakang laboratorium. Ada tulisan tangan yang besar dan mencolok, seperti pesan terakhir seseorang sebelum semuanya berakhir. Tulisannya berbunyi:

"Kami menciptakan sesuatu yang tidak bisa dihentikan. Lari jika kalian bisa."

Pesan itu menggema di kepala Alya, menyusup masuk seperti bisikan kematian. Apa yang sedang mereka hadapi di sini? Sesuatu yang jauh lebih buruk dari sekadar wabah?

"Ini belum berakhir," ucap Alya pelan. "Ini baru permulaan."

Dan di saat itu, terdengar suara dari sudut ruangan. Sesuatu bergerak di kegelapan, membuat seluruh tim waspada. Mereka mengarahkan senjata dan senter ke arah sumber suara, namun apa yang muncul dari balik bayangan itu jauh dari yang mereka duga.

Makhluk itu adalah sesuatu yang bukan manusia lagi, hasil mutasi mengerikan dari eksperimen yang gagal. Matanya merah menyala, giginya tajam seperti binatang buas, dan tubuhnya dipenuhi luka-luka terbuka yang mengeluarkan cairan hitam.

Alya menarik napas dalam-dalam. Ini adalah mimpi buruk yang baru saja dimulai.

Dan mereka baru saja membuka gerbang menuju kengerian yang lebih dalam.

To Be Continued...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE SILENT PLAGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang