49

2.7K 424 29
                                    


"Kalau hari sabtu gue nemenin Dian ke RSJ, jengukin adeknya yang dirawat disana" ujarnya Alan sedangkan Dian hanya mengangguk saja.

"Kenapa?" Pertanyaan spontan dari Jisung langsung membuat Alan dan Dian terasa bingung.

"Em sorry, maksudnya kenapa bisa di rawat di rumah sakit jiwa?" Jisung berusaha bertanya dengan hati-hati takut teman di depannya ini tersinggung dengan pertanyaan nya.

"Karna"

KRIINGG....

  Ucapan Dian terpotong dengan suara bell istirahat yang berbunyi sangat nyaring.

"Gue jelasin nanti, sekarang ke kantin yuk, kalian juga belum pernah pergi ke kantin sekolah ini kan, di jamin makanan di sini tuh enak enak" ujar Dian yang mulai berdiri merapikan bukunya dan memasukkan nya ke dalam tas.

  Alan sendiri setuju dengan apa yang di ucapkan Dian.

   Terpaksa mereka berdua juga ikut ke kantin bersama Alan dan Dian.

  Suasana kantin begitu ramai bahkan mereka kesulitan mencari tempat duduk.

"Gini aja Alan dan Chenle cari tempat duduk sedangkan gue sama Jisung yang pesan gimana?" Sarannya membuat mereka bertiga berpikir sejenak.

"Aku aja yang ikut pesen, Ji kamu cari tempat duduk bersama Alan" ujar Chenle sedangkan Jisung yang mengangguk saja mendengar apa yang di katakan hyungnya itu.

  Kini Dian dan Chenle masih terlihat bingung ingin membeli apa.

  Hingga akhirnya tujuan mereka adalah ke salah satu stand bakso yang ada di sana.

  Namun Chenle melirik penjual batagor di sebelahnya.

"Bu baksonya 4 ya, minumnya es jeruk 2, kalau lu mau minum apa? Dian menatap Chenle yang masih bingung.

"Es teh aja dua, oh yang punya Jisung jangan di kasih seledri ya" ujarnya lalu melipir ke stand di sebelahnya untuk membeli batagor.

  Dian hanya mengangguk saja dan kembali melihat pesananya, biasanya dia akan membeli nasi goreng atau nasi biasa dengan lauk, tapi sepertinya terlalu antri membuatnya sedikit malas.

"Sudah" Chenle datang menghampiri Dian yang masih menunggu pesanan mereka.

"Semuanya 60 ribu Dian" ujarnya membuat Chenle sedikit terkejut.

"Gak salah hitung kan bu, kok murah banget" bahlan Chenle tadi juga mengatakan hal yang sama ketika membeli batagor.

"Anak baru ya, ibu teh gak pernah liat, iya kan harga baksonya per porsi 10 ribu atuh, minuman nya teh 5 ribu jadi totalnya semua 60 ribu cah ganteng" ujarnya membuat Chenle hanya tersenyum kikuk.

"Em gue aja yang bayar" Chenle langsung menyerahkan uang 100 ribu pada ibu penjual bakso tersebut.

"Oiya tentang alasan adik kamu di rawat di rumah sakit jiwa itu kenapa, maaf kita hanya penasaran" sepertinya Jisung masih belum merasa puas bila belum mendapatkan jawabannya.

  Kini mereka sudah duduk tenang memakan makanan mereka, tadi Alan dan Jisung mendapatkan tempat di pojok membuat mereka sedikit nyaman di tempat tersebut.

"Oohh iya lupa gue, adik gue tuh tiga taun yang lalu,menjadi korban penculikan, biasa tuh yang organ dalamnya di jual, nah puji Tuhan ya, adikku berhasil selamat karena sebelum gilirannya polisi udah datang, tapi ya gitu adik ku melihat kemua kejadian di tempat mereka di kurung, gimana anak anak yang lain di bunuh hidup hidup, jadilah itu yang membuat adikku trauma dan sulit di kendalikan hingga kita nih sekeluarga memutuskan merehabilitasi nya di rumah sakit jiwa, udah mendingan sih tapi gak bisa di dekati masih" Dian menceritakan itu semua dengan santai seolah tidak ada beban sama sekali di hatinya, berbeda dengan Chenle dan Jisung yang terdiam dan langsung mengingat Renjun di rumah.

"Em boleh gak kita ikut, kita juga penasaran dan ingin jenguk juga" ujar Jisung namun melihat ekspresi dari Dian Chenle langsung menjelaskan maksudnya.

"Em maaf sebelumnya, kita juga punya saudara yang hampir sama seperti adiknya Dian" ujar Chenle dengan lirih membuat Alan dan Dian langsung menatapnya.

"Benarkah? Lalu sekarang gimana keadaannya" Alan menjadi semakin penasaran sedangkan Dian hanya terdiam menanti penjelasan dari Chenle sekarang.

"Hyung kita sudah lebih baik, kita hanya merawat dan menjaganya di rumah bersama papa mama" ujar Jisung

"Nah kalau gitu mah enak lengkap, orang bapak gue udah gak ada, udah jadi ubi, ibu gue juga kerja, gak ada yang jagain" ujarnya.

"Dian sorry" lirih Jisung namun Dian hanya tersenyum.

"Udah biasa, kalau kalian mau ikut gak apa apa, sabtu besok oke, setelah itu kita ke rumah kalian, gue juga ingin ketemu hyung kalian nanti " ujarnya membuat Chenle dan Jisung dengan ragu mengangguk setuju.






"Ehh tidur Renjun nya" Wendy baru saja selesai memeriksa pekerjaannya.

  Lalu dirinya ingin melihat anak anaknya yang sudah tidak bersuara lagi dan terkesan sunyi hingga dirinya menjadi penasaran.

"Udah dari tadi ma, kenapa memang nya" ujar Jeno dirinya tengah fokus bermain game di ponselnya sendirian, iya sendirian karena Haechan ikut tertidur di samping Renjun.

"Bentar lagi makan siang, kalau tidur nya udah lama bangunin nya pelan pelan ya, mama mau masak dulu" Wendy mengusak rambut Jeno walau anaknya itu sering kali menghindar.

  Jeno meletakkan hpnya si atas sofa, dengan malas kakinya sengaja menggoyang kaki Haechan yang menjulur di depannya.

"Bangun Chan, suruh jagain malah ikut tidur nih anak, bangun gak" merasa kesal karena tidak mendapat respon apapun Jeno dengan sengaja menutup hidung Haechan dengan tangannya membuat Haechan langsung menepuk tangan Jeno.

"Lu mau bunuh gue hah" ujarnya menatap Jeno dengan tajam.

"Lagian lu di suruh jagain malah ikut tidur, cuci muka sana, bentar lagi makan siang" ujar Jeno dengan malas Haechan mulai melangkah menuju kamarnya.

  Kini Jeno mengusap pelan surai Renjun, menatap bagaimana adiknya itu sangat pulas dengan nafas yang teratur.

"Injun bangun yuk" ujarnya pelan Jeno juga sedikit mencubit gemas pipi Renjun yang menggembung sehingga anak itu mulai terusik dan berusaha menyingkirkan tangan Jeno.

"Bangun, nanti ayamnya di habisin Echan loh" Jeno tersenyum senang saat Renjun langsung membuka matanya dan menatapnya sayu.

"Ayam jun" lirihnya yang masih setengah sadar.

"Ayo cuci muka dulu lalu makan" Jeno membantu Renjun berdiri dan menuntunnya menuju kamar anak itu.



"Chan ayam Jun" Renjun menyembunyikan piring yang berisi ayam kecap kesukaannya sedangkan Haechan masih berusaha mengambil ayam itu padahal dirinya sudah di beri satu oleh mamanya.

  Jeno hanya menjadi penonton di antara mereka berdua dengan sesekali menyemili sayur tumis kangkung di piringnya.

"Haechan! Jangan di jahili terus Renjun nya" Wendy sendiri sudah pusing dengan tingkah anaknya itu yang senang sekali membuat Renjun marah.

"Kalau gak nangis gak afdol ma" ujarnya dengan santai.

"Jun, ayamnya tukar ice cream mau, Echan minta satu nanti Echan kasih ice cream lagi" ujarnya seraya berbisik takut mamanya akan mendengar.

  Sedangkan Renjun menatap ayam di piring yang sisa 3 tersebut karena Wendy sengaja membuat lebih takut Renjun mencarinya lagi.

"Em ini Echan, ini Eno ini Jun" Renjun meletakkan ayam itu dengan tidak rela di piring Jeno dan Renjun.

  Jeno tersenyum melihat itu dan meletakkan ayam miliknya di piring Renjun.

"Jeno udah punya, buat injun saja hm" ujarnya membuat Renjun kembali berbinar.





   Ayo jangan lupa vote sama komen oke

Stars Behind the Darkness Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang