2

135 26 0
                                    

Dan disinilah aku sekarang, di ruangan dokter yang didominasi oleh warna putih. Aroma pil dan alkohol mendominasi ruangan ini membuatku tidak betah, apalagi dengan suara tawa dokter lelaki yang menggelegar memenuhi ruangan membuatku merasa tidak nyaman. Setelah memeriksa bercak-bercak merah itu, dokter ini bukannya memberi obat, tapi malah terpingkal-pingkal sambil menggelengkan kepalanya.

"HAHAHA!!!" suaranya benar-benar mengganggu, dia tertawa terbahak-bahak sambil menatapku seperti aku adalah seekor monyet yang bisa melakukan akrobat.

"Kau serius memeriksakan bercak-bercak merah itu kepadaku? Kenapa kau tidak tanyakan pada pacarmu saja dulu? Pacarmu pasti melakukan sesuatu tadi malam saat kau tidur" ujar dokter itu sambil mengusap wajahnya.

"A-apa maksudnya dokter? Aku tidak punya pacar! Saat tidur aku juga sendirian di rumah,  kenapa aku harus bertanya ke orang lain? Jelas-jelas aku sakit kepala saat bangun tidur, kemudian tiba-tiba ada bercak di tubuhku! Ya jelas aku bertanya kepada dokter! Apa kau dokter gadungan yang tidak bisa memeriksa pasien? Aku bisa menuntutmu! Apalagi, bukannya memberi obat,  kau malah dengan tidak sopan menertawaiku! Aku juga bisa menuntutmu karena perlakuan tidak menyenangkan!" aku membalas perkataan dokter itu dengan sedikit emosi.

Tiba-tiba, dokter itu terdiam dan menatapku dengan pandangan heran.

"T-tunggu, apa kau benar-benar sepolos itu?" Dokter itu menyipitkan matanya.

Tidak, aku tidak ada waktu lagi untuk berurusan dengan dokter gila ini. Jadi, aku langsung berdiri dari dudukku dan meninggalkan ruangan dokter itu.

Blam!

Tidak lupa untuk menutup pintu keras-keras untuk meluapkan kekesalanku, kenapa ada dokter gila yang menertawai pasiennya sampai seperti itu?

..................

Sehabis dari dokter—sehabis membuang waktuku dengan sia-sia, aku langsung bergegas untuk mencari tau siapa atau apa yang tinggal di rumah besar di sebelah rumahku.

Enam ratus meter dari rumahku ada sebuah rumah bertingkat dua yang terbuat dari kayu. Aku membawa sebuah kotak yang berisi beberapa kue cantik untuk perkenalan diri sebagai tetangga baru. Sebenarnya aku ingin membawa kue ini dan memperkenalkan diriku  terlebih dahulu ke rumah bergaya abad pertengahan yang tepat berada di sebelahku. Namun, aku sedikit takut, bagaimana jika aku bertemu dengan lelaki pucat itu dan lelaki pucat itu malah menusukku dengan pisaunya tadi malam?

Aku langsung bergegas berjalan ke arah rumah yang jaraknya enam ratus meter dari rumahku.

Jalanan disiini masih basah, udara sangat dingin dan sangat....sepi.

Beberapa saat kemudian, aku sampai di depan rumah kayu bertingkat dua itu. Aku mengetuk pintunya. Dan tidak menunggu waktu lama, seorang wanita tua membuka pintu dan memasang wajah bingungnya padaku.

"Kau siapa?" tanyanya dengan suara seraknya.

"Perkenalkan, namaku Jeon. Aku baru saja pindah ke rumah kecil yang ada disana" Aku menunjuk ke arah rumahku, dan nenek itu langsung membelalakan matanya.

"Kau tinggal di sebelah rumah terkutuk! Pindahlah darisana jika tidak mau mati!" ucap nenek itu membuatku menahan nafas sejenak.

"A-apa maksudmu?" aku gelagap.

"Rumah itu sudah ditinggalkan 20 tahun yang lalu. Disana pernah terjadi hal yang sangat mengerikan hingga hampir semua anggota keluarganya tewas. Tapi ada satu anak lelaki mereka yang tidak diketahui keberadaannya ketika keluarganya mati bersimba darah semua disana. Menurut kabar yang beredar, anak lelaki itu konon dibunuh oleh kedua orang tuanya sendiri dan dijadikan sebuah persembahan" jelas nenek itu, membuatku menaikan sebelah alis.

"Persembahan untuk apa?" tanyaku

"Aku tidak tau itu persembahan apa, tapi yang jelas kau harus cepat-cepat pindah. Jangan tinggal di dekat rumah kosong mengerikan itu" tegas nenek itu sambil mengeraskan rahangnya membuatku berpikir keras.

Rumah kosong?

Tidak. Jelas-jelas, ada seseorang yang tinggal disana! Aku melihatnya dengan kedua mataku sendiri!

"A-apa?" aku tergagap.

"Dengar Jeon, jika kau berencana untuk tetap tinggal disana. Patuhi peraturan ini : pertama, jika kau melihat seorang lelaki di rumah itu, jangan tatap matanya. Kedua, jika kau mendengar suara sesuatu jatuh di sekitaran rumah itu, segera bersembunyi di dalam lemari. Ketiga, jangan pernah keluar dari rumah dari jam dua pagi sampai jam tiga pagi. Paham?" Jelas nenek itu. Sementara, aku mengerjapkan mataku mendengar hal-hal ganjil tidak masuk akal seperti itu.

Jika berdasarkan peraturan itu, aku bahkan sudah melanggar aturan yang pertama—aku jelas jelas menatap balik mata lelaki itu saat malam kepindahakanku. Tapi aku tidal takut, menurutku peraturan itu konyol.

"Nenek, kenapa aku harus mengikuti aturan konyol seperti itu?"

"Kau bilang itu konyol? Baiklah, aku tidak akan peduli denganmu lagi!" ujar nenek itu.

Blam!

Dan menutup pintunya tepat di depan hidungku, bahkan  sebelum aku sempat memberikan kue ini padanya.

Menghela nafas aku lakukan dengan kasar. Kenapa aku malah bertemu nenek-nenek konyol seperti itu? Tidak seharusnya aku percaya dengan perkataannya tentang peraturan anehnya. Lalu darimana dia bisa membuat peraturan seperti itu? Apakah dia sudah tua sehingga dia banyak berhalusinasi?

Dan pada akhirnya, aku tidak mendapat informasi yang aku mau. Aku hanya ingin memastikan siapa atau apa yang tinggal di samping rumahku, tapi nenek itu malah bilang rumah itu kosong?

Oh, apa jangan-jangan yang aku lihat tadi malam adalah salah satu kerabat atau teman dari pemilik rumah itu? Aku jadi penasaran apa yang sebenarnya dilakukan lelaki pucat itu di rumah besar itu. Apa jangan-jangan dia melakukan tindakan kriminal? Jika ya, aku harus melaporkannya ke polisi kan supaya tempat tinggalku aman?

Ya, mungkin aku harus melakukan penyelidikan ini sendiri tanpa bantuan teman-temanku. Aku tidak mau mereka bertiga terseret ke  dalam kasus, apalagi kasus berbahaya.





To be continued...

THE GHOST NEXT DOORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang