CHAPTER 2

2.2K 10 0
                                    

Arga membuka pintu rumahnya dengan langkah lemas, bahunya tampak menanggung beban yang berat. Arga menyalakan lampu dan melihat seisi ruang tamu.

Tiga hari dia tidak berada di rumah, dan kini suasana familiar itu menyambutnya kembali. Aroma rumah yang hangat dan cahaya lembut dari lampu yang menyala di sore ini membuatnya merasa sedikit lebih tenang.

Arga menaruh tasnya di sofa, kemudian berjalan menuju dapur. Dia membuka lemari es, berharap menemukan makanan yang tersisa. Namun, hanya ada beberapa bahan yang sudah mulai layu dan sebotol air mineral. Dalam keadaan lelah ini, dia merasa kehilangan semangat untuk memasak. "GoFood aja kali ya." pikirnya sambil menutup pintu lemari es.

Setelah menutup lemari es, Arga melangkah kembali ke ruang tamu, menghela napas panjang.

Dengan mengeluarkan ponselnya, Arga membuka aplikasi dan mulai mencari makanan yang bisa dipesan. Setelah beberapa menit menggulir pilihan, dia akhirnya memutuskan untuk memesan nasi goreng dan ayam crispy favoritnya. Sambil menunggu pesanan datang, dia memutuskan untuk membuka ponselnya yang satunya lagi, sudah berapa hari ponsel itu dinonaktifkan.

Setelah beberapa detik, layar menyala, dan notifikasi berhamburan memenuhi layar. Beberapa pesan dari teman-temannya, beberapa notifikasi media sosial, dan yang paling mencolok-beberapa panggilan tak terjawab dan pesan dari Rani. Arga merasa sedikit bersalah, tapi di saat yang sama, ada perasaan lega karena Rani peduli padanya.

Dia mulai membaca pesan-pesan yang masuk. Sebagian besar adalah pesan-pesan biasa dari teman-teman kuliahnya, tetapi pesan dari Rani menarik perhatian lebih. Salah satu pesan terakhir yang dia baca adalah:

"Ga, lo kemana sih? Udah 3 hari ga keliatan."

Senyum lebar tak bisa dia tahan ketika membaca pesan yang isinya biasa-biasa saja itu. Ingin membalas namun ia urungkan karena bel rumahnya sudah beberapa kali berbunyi.

Arga bangkit dengan semangat dan membuka pintu. Setelah menerima pesanan dan membayar, dia menuju ke meja makan dengan perasaan yang lebih ringan. Dengan sepiring nasi goreng dan ayam crispy di depannya, dia siap menikmati makanan dan bersiap untuk pertemuan dengan Rani nanti.

•••

Arga membuka pintu kamarnya dan menyalakan lampu, kamar dengan warna abu-abu yang mendominasi- dinding-dindingnya polos, hanya dihiasi dengan satu lukisan abstrak di sudut ruangan. Di tengah kamar, sebuah tempat tidur king-size dengan seprai hitam tampak rapi tanpa sedikit pun kekacauan.

Di sebelah kanan, terdapat meja kerja dengan beberapa buku yang tersusun rapi di samping laptop. Tepat di sebelah meja kerja, sebuah lemari besar dengan rak-rak terbuka dipenuhi buku-buku yang berderet.

Ia berjalan menuju meja, meletakkan tasnya di atas kursi, lalu membuka jendela yang langsung menghadap rumah Rani, tetangganya. Sesaat, matanya terhenti pada aktifitas seseorang di dalam sana.

"Ngapain tuh anak?" gumam Arga sambil menyipitkan mata, mencoba melihat lebih jelas apa yang dilakukan Rani. Jendela kamar Rani terbuka sedikit, memberikan celah bagi Arga untuk mengamati apa yang dia lakukan.

"Anjing!" gumam Arga lagi, kali ini dengan nada lebih pelan seperti menahan sesuatu. Dia meraih kerikil kecil dari pot kaktus di dekat jendelanya, mempermainkannya sebentar di tangannya sambil mempertimbangkan langkah berikutnya. Tatapannya tak lepas dari Rani, yang tampak sedang sibuk dengan aktivitasnya di sana.

Dengan gerakan cepat, Arga melemparkan kerikil itu ke jendela kamar Rani.

Tok!

Bunyi pelan itu terdengar jelas bagi Arga, namun tak ada reaksi dari dalam kamar Rani. Arga mengernyitkan dahi, memperhatikan Rani yang tidak merespon apapun.

BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang