Emi melihat kerumunan sibuk di tengah lapangan. Semangatnya yang pada dasarnya timbul karena keterpaksaan benar-benar habis.
Apaan nih. Minta tanda tangan di hari pertama aja rame banget.
Oleh karena itu, Emi berniat menjauhi keramaian tersebut, dan mencari ketenangannya sendiri. Biarlah kakak kelasnya mengatainya sebagai 'adik kelas pemalas yang tidak mau berusaha dan hanya berleha-leha'. Nyatanya ia benar-benar tidak peduli apabila hal itu terjadi nanti.
Namun baru saja saat Emi mau melangkahkan kakinya, ia melihat seorang anak perempuan di tengah kerumunan. Ia tampak mencolok karena pucat sekali. Anak itu terlihat seperti.. kesakitan? Entahlah. Mulutnya megap-megap seperti ikan yang kehabisan oksigen. Jangan-jangan dia beneran siluman ikan?
Sebelum imajinasinya berkembang lebih jauh dan mengarahkannya kepada pikiran-pikiran yang buruk dan tidak masuk akal, Emi langsung berteriak, "Oi ada yang mau pingsan tuh!"
Emi berharap orang-orang yang ada di sekitar anak tersebut sadar dan akhirnya membubarkan diri. Setidaknya memberi ruang agar anak itu terselamatkan. Tapi kenyataan berkata lain. Teriakannya hanya dianggap angin lalu dan suasana semakin sibuk.
Gila. Masak gini nggak ada yang nolongin.
Akhirnya Emi tak mau mengandalkan orang lain lagi. Segera ia merangsek masuk ke dalam keramaian dan menarik anak perempuan tersebut. Anak itu yang sudah lemas menurut saja ketika ada seseorang yang menariknya untuk menjauhi keramaian.
"Kamu nggak apa?" Tanya Emi. Pertanyaan retoris memang melihat si anak perempuan itu benar-benar terlihat seperti mayat hidup.
Anak tersebut tidak menjawab. Ia masih terlihat seperti kehabisan nafas. Emi pun bingung dan takut setengah mati. Kalau anak ini ternyata sekarat gimana?
"Ke UKS aja gimana? Siapa tau kamu dikasih obat," tanya Emi yang sebenarnya juga tidak tahu harus diapakan anak ini.
"Eh sori. Aku nggak apa, kok. Bentar lagi baikan," jawab anak perempuan itu pada akhirnya. Emi lega. Ia langsung mengajak anak itu duduk di bangku yang tidak jauh.
"Mau kuambilin minum?"
"Makasih, tapi nggak usah deh. Aku lebih membutuhkan inhaler kayaknya," jawab anak itu yang membuat kening Emi berkerut. Apa itu inhaler? Di saat seperti ini dirinya menyesal mengapa ia dulu tidak serius mengikuti ekskul PMR.
Seakan mengerti Emi tidak mengetahui wujud benda tersebut, anak itu buru-buru menambahkan, "ah tapi mending aku balik ke kelas aja. Daripada ngerepotin kamu lagi."
"Yakin balik sendiri? Kalo kamu tiba-tiba pingsan gimana?" Rasa khawatir Emi timbul bukan tanpa alasan. Entah mengapa ia merasa anak ini belum 100% oke walaupun mungkin ia hanya menderita sesak nafas. Dan Emi berkewajiban untuk menolong dan mengawasinya.
Sebelum anak itu menolak, Emi kembali berkata, "udah, sama aku aja ya. Aku juga males di sini. Kamu di kelas apa?"
"Aku kelas 7C,"
"Loh kok samaan?" Tanya Emi heran. Ia juga berada di kelas 7C dan rasanya ia belum pernah melihat anak ini.
Anak perempuan tersebut juga membulatkan matanya. Mungkin ia juga terkejut. "Ah kita belum saling kenal ya? Wajar sih kan masih hari pertama. Lagian tadi perkenalannya juga belum selesai di kelas."
Emi mengangguk. Lantas ia mengajak si anak perempuan itu untuk ke kelas. "Yuk ke kelas."
"Eh bentar!"
![](https://img.wattpad.com/cover/43673411-288-k665091.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kemilau Cakrawala
Teen FictionAntara langit dan kilau bintangnya. Banyak tergantung mimpi dan asa dari seluruh makhluk di bumi. Inilah cerita dari seseorang yang menginginkan kehidupan normal. Walaupun ia tahu dirinya mempunyai nama yang memperlihatkan sisi ketidaknormalannya.