02. C untuk Cakra

161 13 2
                                    

Matahari bersinar semakin terik. Namun lapangan smp tersebut malah semakin ramai. Ya, ini MOS hari ketiga dan tampaknya peserta MOS bertambah giat untuk meminta tanda tangan panitia.

Kecuali anak perempuan berambut pendek yang duduk di tepi lapangan.

Ia berpikir, sebenarnya apa tujuan meminta tanda tangan seperti ini? Untuk mengenal kakak kelas? Cih. Kalau alasannya agar eksis dan selalu disapa saat bertemu, mungkin iya.

Ini hari terakhir memang. Tapi tampaknya anak perempuan tersebut semakin malas. Ia sudah membayangkan bagaimana rasanya merebahkan diri di kasur rumahnya. Setelah melewati tiga hari MOS dengan tugasnya yang kadang tidak masuk di akal.

Tapi apa daya. Jika kolom tanda tangannya masih banyak yang kosong, sama saja ia mencari masalah dengan kakak kelas.

Penundaan kepulanganku ke rumah? Tidak! Takkan kubiarkan mereka merusak rencana indahku sepulang sekolah.

Akhirnya ia beranjak dari tempat duduknya. Ia mengedarkan pandangan. Tampak banyak kerumunan peserta MOS yang sedang membujuk rayu panitia agar diberi tanda tangan. Dan ini yang tidak ia suka. Ia harus antri dan bersabar dalam waktu yang cukup lama.

Tapi saat ia melihat sekelilingnya, nampak anak laki-laki berpakaian seragam putih biru yang sedang bersandar pada sebatang pohon. Anak laki-laki tersebut membidik sesuatu melalui lensa kamera.

Mungkin ia hanya kakak kelas iseng yang hobi fotografi. Pikirnya

Namun saat ia memfokuskan pandangannya lagi, ternyata anak laki-laki tersebut mengantongi pita berwarna merah.

Pita berwarna merah? Harusnya ia panitia. Tapi mengapa peserta yang lain tidak mengerubunginya?

Namun tidak ada salahnya mencoba. Ia tetap menghampiri anak laki-laki tersebut.

"Permisi, kak. Aku mau minta tanda tangan," ucapnya tanpa ba-bi-bu langsung mengungkapkan apa yang diinginkannya.

"Emang aku panitia ya?" Tanya anak laki-laki tersebut sambil berusaha menyembunyikan sesuatu.

"Kak, tempat persembunyian ada untuk ditemukan. Karena pada dasarnya tidak ada manusia yang 100% bisa menutupi kebohongannya. Contohnya saku kakak. Kalo dilihat dengan seksama, ada barang yang disembunyikan di sana. Nah itu juga kelihatan muncul merah-merah."

Anak laki-laki di hadapannya terdiam.

"Keren kamu, dik. Ada ya adik kelas yang bisa ngomong panjang lebar ke kakak kelasnya hanya untuk membuktikan kesalahannya," kata anak laki-laki tersebut sambil tersenyum kagum.

"Mana kertasmu? Sini biar aku kasih tanda. Aku ada di halaman 3 kolom 5,"

Anak perempuan tersebut langsung membuka halaman yang diminta dan memberikannya kepada kakak kelas laki-lakinya.

"Btw kamu orang pertama dan terakhir yang dapet tanda tanganku. Jangan dikasih tahu siapa-siapa ya." Jelas kakak kelas tersebut sambil memberikan tulisan di kolomnya.

"C? Apa itu kak?" Tanya anak perempuan itu yang heran saat membaca tulisan di kertas yang sudah dikembalikan.

"C untuk Cakra. Namaku. Tadi kan udah aku bilang, cukup kamu aja yang dapet tanda tanganku. Kalo temenmu liat tulisan Cakra di situ nanti mereka pada nyari aku dong. Sekalian biar misterius gitu. Hehe."

Si anak perempuan yang mendengarakan penjelasannya hanya mengedikkan bahu. Setelah urusannya di sini selesai, ia berniat kembali. Namun baru beberapa langkah, kakak kelas tersebut memanggilnya lagi.

Kemilau CakrawalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang