01 - The Day

102 6 1
                                    

Motor sport milik Langit kini sudah terparkir di kediaman keluarga Sanjaya. Motor yang ia tinggalkan di sembarang tempat, langsung dihampiri oleh security disana untuk diparkirkan. Anak SMA dengan tinggi 179 cm itu memasuki ruangan yang dihiasi dengan berbagai lukisan kuno pada temboknya. Ruang tamu itu begitu hening seolah rumah itu tak berpenghuni.

"Langit," sapa pria dan wanita paruh baya yang baru saja keluar dari bilik kamarnya masing-masing. Keduanya memang tidur di kamar terpisah.

"Langit, duduk." Ketiganya berjalan mengarah ke ruang keluarga. Ruang yang letaknya berbeda lagi dengan ruang tamu. Sebut saja itu sebagai ruangan diskusi keluarga. Ruangan yang dapat dihitung berapa kali saja penggunaannya.

"Gimana sekolah kamu, nak?" tanya Noralia Young kepada sang anak. Ketiganya kini tengah duduk di kursi yang bentuknya melingkar untuk memudahkan para anggotanya untuk berdiskusi.

"Baik."

"Kamu sudah kelas 3 SMA, ada baiknya lebih fokus pada pelajaran saja. Kurangi bermain yang tidak dibutuhkan." Ari Sanjaya tidak pernah lupa untuk selalu menekankan Langit untuk lebih mengutamakan belajarnya. Helaan nafas Langit terdengar berat. Ia selalu muak dengan semua obrolan bak keluarga cemara ini. Terutama yang isinya hanya menyuruhnya untuk terus belajar.

"Bisa langsung ke inti pembicaraan? Saya lelah karena seharian belajar." Papa dan anak itu saling beradu mata. Keduanya sama-sama memiliki sifat keras kepala.

"Langit, tanggal operasi Mama sudah ditentukan." Nora menyentuh lembut lutut anaknya. Semenjak ia dinyatakan positif terkena kanker ovarium, ia menyadari bahwa ia harus memperbaiki hubungannya dengan sang anak. Sang anak yang tumbuh dan kembangnya dihabiskan seorang diri tanpa kehadiran Papa ataupun Mamanya.

"Kamu harus segera bertunangan, Langit." Langit menatap Ari dengan tatapannya yang tidak pernah ramah. Langit sudah menduga hal ini akan terjadi. Hak waris Nora yang masih dipegang oleh kakeknya Langit, akan jatuh kepada Langit jika seandainya operasi itu tidak berhasil. Namun syarat yang dituliskan oleh Nora pada kuasa hukumnya waktu itu adalah Langit harus sudah memiliki tunangan. Dengan begitu, Nora merasa ia dapat meninggalkan Langit dengan tenang. Meski sempat memperoleh penolakan dari Langit, namun kini Langit setuju untuk bertunangan. Mungkin itu akan menjadi satu-satunya yang dapat Langit berikan sebagai bentuk abdinya kepada Ibu yang pernah melahirkannya.

"Papa sudah atur perjodohan kamu dengan anak teman Papa, dia cantik, berbakat, kamu pas—" belum selesai Papanya berbicara, namun Langit sudah lebih dulu memotong pembicaraan itu.

"Saya tidak ingin perjodohan. Saya sudah memiliki seseorang yang akan menjadi tunangan saya," Ari dan Nora saling pandangan. Kening keduanya sama-sama mengerut. Bahkan keduanya tidak pernah mengetahui bahwa anaknya telah memiliki kekasih.

"Siapa dia? Apa pekerjaan keluarganya?"

"Saya rasa itu tidak penting. Ini pertunangan saya dan dia. Saya tidak butuh pekerjaan keluarganya," Ari memijat keningnya yang mulai terasa pusing. Bagaimana bisa anaknya tidak memperhatikan bibit, bebet, dan bobot lebih dulu sebelum memutuskan?

"Langit, kamu tidak boleh sembarang bertunangan tanpa tahu kejelasan latar belakang pasangan kamu," wanita paruh baya dengan tubuhnya yang semakin kurus itu mencoba untuk berbicara dengan lebih lembut kepada sang anak.

"Saya hanya tidak ingin mengulang sejarah kedua orang tua saya."

"Ini hidup saya, saya yang tentukan." Langit beranjak dari sana dan meninggalkan kedua orang tuanya. Ia tidak butuh membicarakan hal itu lebih jauh. Keputusan Langit sudah bulat. Jika harus bertunangan, ia akan bertunangan dengan Mentari. Lagi pula ini masih tahap pertunangan, dan Langit sudah mengetahui bahwa orang tuanya tidak akan membiarkan pertunangan ini bocor ke pihak luar. Acara pertunangan akan diadakan secara intens yang isinya hanya keluarga dari pihak Langit dan Mentari.

My Little SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang