5. Musuh dadakan

20 6 0
                                    

"Bellaaaaaa."

Merasa terpanggil, gadis dengan penampilan smart casual itu menoleh ke arah Wena yang melambai sembari berlari kecil mendekatinya. "Gimana sama penampilan gue?" ucap Wena mengibaskan rambut shaggy pendeknya yang terkesan charming, sangat menggambarkan kepribadian gadis berdarah Amerika itu. 

"Lo banget ini mah," kekeh Bella menyenggol lengan Wena. 

"Dalam seumur hidup gue, baru kali ini potong rambut dan hasilnya berhasil. bener-bener sesuai dengan ekspetasi yang gue harapkan." celoteh Wena yang tak henti mengagumi rambutnya, sedang  Bella hanya mengangguk-angguk menanggapinya. 

"Bentar." Bella memalingkan wajah menatap Wena dengan alis terangkat. Gadis blasteran itu memicingkan mata ke depan, membuat Bella pun melirik arah pandang Wena. 

"Itu sepupu lo kan?" Bella mengangguk, "ada yang salah sama dia?" 

Mengendikkan bahu, Bella menggeleng sebelum akhirnya menghampiri gadis berseragam hitam-putih di sana. "Yer."

Menengadah, gadis berbando kuning itu tersenyum sembari menutup luka kakinya dengan plaster, "kenapa kaki lo?" ujar Bella menatap luka padi lutut Yeri. 

"Kecelakaan-" 

"Hah?! seriousley lo kecelakaan dimana? ada luka lain nggak?"  Wena dengan begitu heboh menjeda ucapan Yeri. 

"Nggak, nggak kok, lecet dikit aja, lagian tadi cuma jatuh, ada cowok-cowok ngak jelas jalan di depan gue tadi sampe nabrak ban depan sepedah gue." 

"Hah, parno gue."

"Lebay lo," celetuk Bella. "Lain kali ati-ati deh, gue ke kelas dulu ya." pamit Bella diikuti Wena yang melambaikan tangan pada Yeri. 

Hendak melangkah masuk kedalam gedung perkuliahan, suara lain menginterupsi keduanya, menghela napas dan merotasi mata malas sebelum akhirnya Bella membalik badan, berbeda dengan Wena yang terlebih dahulu memasang badan. 

"Jangan lupa nanti kumpul di BEM ya, lo nggak ngerespon grup kemarin takutnya lo kelupaan, terus laporan kegiatan semester kemarin juga jangan lupa. Gue duluan ya."

 Bella mengulas senyum palsu.

"Adriana punya dendam apa sih ke lo?" 

"Haaah, sudahlah." santai Bella sembari melanjutkan langkahnya, berbanding terbalik dengan Wena yang mencak-mencak  seakan tak terima dengan perlakuan ketua BEM itu. 

"Gue tau, pasti gara-gara dia ditolak dua cowok yang notabenenya deket banget sama lo."

"Terus salah gue dimana? gue kenal Jin sama Raymon juga udah dari SMP, lagian gue nggak deket-deket banget."

"Namanya juga cemburu apa aja ya salah dong."

Mengendikkan bahu, Bella memilih tidak memperdulikan itu. "lift nya rame banget. kita naik tangga aja yuk." ujar Bella setelah mendapati kerumunan di depan lift. 

"Itung-itung olahraga pagi deh, astaga baru hari pertama masuk kuiah." rengek Wena.

"Buat bayar masa liburan lo yang pasti cuma rebahan di kasur."

"Kok bener sih." aku Wena.

Baru menginjak tangga pertama ponsel Bella berdenting, menatap layar ponsel, Bella buru-buru meminta Wena untuk mendahuluinya, dengan dalih ada sesuatu yang harus ia lakukan. Setelah menutup panggilan Bella segera bergegas menuju taman kampus yang tidak terlalu jauh dari gedung perkuliahan. 20 menit sudah ia duduk di bangku taman-sungguh membuang-buang waktu. 

Bella terus mengamati arlojinya dengan sumpah serapah yang tertahan di pangkal lidahnya. jari-jemarinya berantuk-antuk tak santai, sebelumn akhirnya gerakan itu terhenti ketika sepasang sneakers berhenti di hadapannya. Bella mendongak dan mendapati pria tinggi dengan lesung pipi itu tersenyum ke arahnya. "Masih bisa senyum-senyum ya lo."

"Kumat deh, iya-iya sorry gue kesiangan tadi." jelas Raymon. 

"Gara-gara lo nolak cewek nih gue jadi kek gini." sarkas Bella sembari menyahut flash disk dari tangan Raymon.

"La kok jadi salah gue," timpal Raymon tak terima, "bukannya makasih malah marah-marah cepet tua lo ntar." cerocos Raymon tak mau kalah, yang sialnya tak mendapat respons Bella, gadis itu terus berjalan cepat menjauhinya. 

"Udah tau salah, ngapain ikut ngomel-ngomel," dumel Bella sembari berjalan cepat, hingga ia tak dapat mengontrol lajunya dan menabrak dada pria tinggi di hadapannya.

"Ngapain lo komat-kamit nggak jelas." tegur Jin yang sedari tadi memperhatikan tingkah Bella. Sedang gadis itu hanya menatap Jin sekilas lantas pergi tanpa sepatah katapun. "Bell, budek ya lo. Bella," tak terima diabaikan pria itu pun berjalan mengejar Bella. 

"Jaga jarak," Bella mendorong tubuh Jin menjauh, sedang pria itu hanya menatap dengan bertanya-tanya. 

"Sok-sokan lo, biasanya juga lo yang nempel-nempel gue," tangkis Jin kembali mengikis jarak. 

 "Sana nggak lo!"

"Nggak."

Bella meliriknya angkuh, berharap Jin segera menjaga jarak, namun nihil pria itu justru semakin menempelkan lengan mereka, membuat Bella kembali berang, dan mendorong tubuh Jin jauh-jauh. 

"Ketempelan kali tuh anak." gerutu Jin, yang notabenenya suka sekali menjahili Bella.

"Lo darimana Bell?" Wena melepas headsetnya kala mendapati Bella berjalan cepat ke arah ruang tunggu di depan kelas. Bella menghempaskan diri di bangku samping dengan air muka masam. "Lo kenapa?" ucap Wena menatap Jin dan Bella bergantian. Jin mengendikkan bahu sembari melambaikan tangan.

"Ntar temenin gue ke BEM ya Wen," rengek Bella dengan raut wajah sendu, secepat itu moodnya berubah.

"Aduh sorry Bell, bukannya gamau tapi gue nggak bisa, udah ada janji."

Mencebik, tilikannya berhenti pada sosok Jin yang kini tengah melipat tangan di dada sembari menatapnya enggan. "Temenin gue ya."

"Jaga jarak." sarkas Jin.

"Gue cuma bercanda tadi, habisnya lo nyebelin sih, lo yang nolak cewek bisa-bisanya gue yang kena imbasnya."

Memicing, "emang lo abis di tolak cowok?" antusias Jin. 

"Nggak ada sejarahnya ya, gue nembak cowok."

"Belum ada sejarahnya juga lo ditembak cowok," kekeh Jin yang tanpa sengaja membuat Wena terprovokasi, tampak gadis itu menahan senyum sebisa mungkin. 

"Itu berarti gue cewek berkelas."

"Bukan berkelas tapi ganas."

Bella hanya menatap Jin juga Wena yang tertawa lepas, buat apa menimpali celotehan Jin, nyatanya Bella memang belum pernah mendapatkan surat cinta atau gombalan dari lawan jenisnya. Bahkan kedua teman prianya itu selalu mengumbar kata-kata absurd tentang dirinya.  Tapi cukup membuang-buang waktu juga jika harus berurusan dengan drama percintaan-semua akan terjadi pada waktunya-sekarang menikmati ketenangan hidup saja. Ck, tapi itu hanya kehendak Bella, yang ada di depan mata adalah dia harus bersitegang dengan lawan bicaranya saat ini, yap Bella memutuskan untuk pergi membawa Jin ke ruang BEM dan disepanjang rapat baik Adriana ataupun dirinya bahkan tak henti saling melempar opini ataupun tatapan tajam mereka, membuat Jin sedikit frustasi sebenarnya, namun apalah daya imbalan satu box pizza dan minuman soda gratis di siang hari yang panas ini sangat menggiurkan. Sudah bisa dipastikan yang ada di dalam pikiran Adriana, Bella terkesan berniat mempermainkan gadis itu, walau sebenarnya Bella hanya ingin berdalih untuk tidak berlama-lama di dalam ruang BEM. Bella benar-benar merutuki keputusannya kali ini.

BELLATRIXIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang