3. Ruang Tunggu

62 28 0
                                    

Beberapa kali gadis dengan balutan sweter coklat yang tengah menghuni salah satu bangku di ruang tunggu itu mengecek ponsel. Nihil, tak ada satupun notifikasi yang masuk, ia mencoba kembali menghubungi salah satu nomor yang terdaftar pada kontaknya. Namun, belum genap dering ketiga ia kembali mematikan panggilan, dirinya benar-benar mulai tak nyaman dan gelisah, matakuliah akan di mulai 40 menit lagi, tetapi tak ada tanda-tanda kemunculan orang yang Bella tunggu.

Suara bising beberapa penghuni yang lain pun memekakkan telinga Bella, ingin rasanya ia menyumpal mulut mereka dengan sepatu vans-nya, sangat berisik dan menambah buruk suasana hatinya.

Ah, elah. Wena mana sih?

Bella mulai berkalkulasi, jarak rumah Wena ke kampus memakan waktu 20 menit 120 detik, kemungkinan macet hanya 9 menit 54 detik, mengingat rute jalanan yang Wena lewati bukan jalur utama dan hanya memiliki satu jalur traffic light.

Fix, ada yang nggak beres, nih.

Sembari terus memainkan ponsel, ia beberapa kali mengecek ke arah lift ketika mesin escalator itu berdenting. Samar-samar ia mendengar obrolan beberapa mahasiswa yang menyebut nama malaikat penyelamat observsinya di semester lalu, netra Bella mulai mencari pusat suara.

"Loh, eh, itu kan dosen di kelas gue. Eh, San, coba liat beneran kan, ini Kak Joyana yang tadi keluar dari kelas gue."

Bukan hanya nama itu yang membuat kening Bella mengerut, melainkan juga tingkah panik yang dinilai berlebihan baginya. Gadis itu menggeleng, halah, laki-laki.

Bisa ditebak jika pria itu berasal dari fakultas keguruan, karena memang Joyana adalah salah satu asisten dosen muda di fakultas itu. Bella mengarahkan pandangan pada sosok gadis yang mengambil posisi duduk di samping-oh, shit! Tunggu, bukankah dia pria asing yang tak sengaja ia lihat saat di kantin seminggu yang lalu? Astaga, kenapa dunia begitu sempit-tidak-pertanyaan yang lebih tepat adalah, kenapa dirinya jadi lebih sering bertemu dengan pria asig itu? Ayolah Bell, kalian berada di naungan atap yang sama, bukan hal yang mustahil jika kalian berdua bertemu.

"Lo, kok bisa nemu IG-nya?" ucap pria bergigi kelinci yang kini duduk di samping kanan pria asing itu. Ah, ia ingat sekarang, sosok itu yang bersama pria asing dihari itu.

"Nggak Cuma IG nomor WA juga aman di hp gue."

What? Bella merasa jijik dengan jawaban pria asing itu, semakin muak setelah melihat wajah songongnya dengan menaik-turunkan alisnya. Jujur, Bella butuh jawaban, darimana planet asal alien itu? Kenapa ia mudah berfantasi terhadap perempuan cantik, ya, Bella akui Joyana adalah perempuan berparas cantik alami dengan tubuh proporsional, yang mana ia lebih setuju perempuan yang terpaut usia 5 tahun lebih tua darinya itu berprofesi sebagai model atau aktris layar lebar ketimbang menjadi dosen yang dikelilingi pria haus fantasi macam alien di sana.

Kebetulan pria itu menggunakan bangku yang berseberangan dengannya, memudahkan Bella untuk meneliti paras pria asing itu, sudut mata elang yang masuk ke dalam kategori acute angle karena berada pada posisi 50 derajat, tipe hidung lurus tegak dengan sudut 105 derajat, antara ujung hidung dan bibir atas adalah 90 derajat, pria itu memiliki bibir penuh juga rahang yang tegas. Oh, astaga, ia jadi teringat ucapan Jin, bukan, bukan, pasti bukan dia orang yang Jin maksud. Jika benar, mungkin ia akan kehilangan uang sakunya bulan ini karena kalah taruhan, beruntung Bella tak mengindahkan taruhan itu. Tapi, yang ia tahu pasti Raymond akan membayar kekalahannya.

Kini netra Bella mengarah pada gadis di samping alien itu, ia rasa ada tatapan aneh dari gadis tersebut, tatapan penuh minat, ketertarikan dan obsesi. Haah, jangan katakan jika gadis berwajah manis di sana menyukai pria asing itu. Bella mengusap keningnya pelan lantas memperbaiki posisi duduknya, sejak kapan dirinya mulai minat mengamati oranglain, tapi tak menampik jika hal itu cukup menghiburnya, iya bagi seorang Bella yang bahkan tak pernah peduli dengan sekitar, kecuali teman-teman dekatnya. Yah, setidaknya untuk 14 menit ia melupakan kegelisahannya.

"Eh,tapi, kok, bisa?"

"Ada deh, rahasia gue dan Tuhan."

"Belagu, mampus lo kalo dianya nggak doyan."

Melipat bibir, menahan tawa, apa yang Bella dengar itu bukan jawaban yang salah, alien itu memang terlalu sombong dan percaya diri, apa jadinya jika pria asing itu tahu bahwa gadis yang ia incar sudah bertunangan. Bella berdehem, sudah-sudah berhenti menguping Bell, gadis itu kembali mengecek ponselnya. Namun, masih juga belum ada kabar berita dari Wena, satu-persatu ia mulai menjumpai teman sekelasnya, ia mulai khawatir mengingat dirinya hanya punya waktu sekitar 25 menit lagi.

BUKK

Atensi Bella teralih tatkala mendengar suara benda jatuh, kepalanya kembali mendongak, matanya memicing kala mendapati Wena dengan seorang pria tengah memunguti dua map plastik juga dua buku tebal yang berhambur menyapa lantai. Hendak menghampiri gadis di sana, tetapi Wena terlebih dahulu bangkit dan berlari ke arahnya, mengabaikan pria yang masih berdiri memperhatikannya. Setidaknya Bella bisa bernapas lega, ia berdiri dari duduknya. "langsung ke kelas aja."

Bella berjalan pelan memasuki kelas yang memang tak jauh dari ruang tunggu dengan Wena yang mengekor di belakangnya.

"Aduh, sorry, Bell. Gue telat bangun," eluh gadis berwajah blasteran yang tengah ngos-ngosan juga tampak berantakan.

"Pantesan, ngomong-ngomong, lo nggak pakek lift?" heran Bella ketika mendapati Wena tak muncul dari balik pintu lift melainkan dari arah tangga.

Gadis dengan rambut kecoklatan itu menyunggingkan senyuman sembari menggeleng sebagai jawaban, membuat Bella melongo sesaat, "lo bawa tablet, laptop gue belum kelar, kita cuma punya waktu 22 menit buat revisi yang lusa, ada beberapa yang harus gue tambahin di powerpoint." Ujar Bella sembari mengeluarkan flashdisk juga liptint dari dalam tasnya.

"Tunggu-tunggu," Wena dengan terburu-buru mengeluarkan tablet-nya lantas menyodorkannya pada Bella.

"Lo ke toilet sana, pucet banget, lo." Ucapnya sembari menyodorkan liptint berwarna pink berry pada genggaman Wena.

"Oh, sweet, pengertian banget, lo."

"Buruan!" buru-buru Bella menahan tubuh sahabatnya itu dengan menyilangkan kedua tngannya di depan wajah, sebelum Wena mendaratkan ciuman laknat ke pipi mulusnya. Tidak, Bella tidak ingin kejadian memalukan yang sudah-sudah terulang kembali.

BELLATRIXIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang