Di tengah kesibukan kota yang tak pernah tidur, Azure Moon duduk di belakang meja kayu yang besar di kantornya. Jendela kaca lebar di belakangnya memberikan pemandangan langsung ke jalan yang ramai, tetapi ia merasa terasing di dalam dunia yang bising ini. Cahaya dari lampu meja menyoroti tumpukan berkas dan laporan yang tidak ada habisnya. Setiap lembar kertas yang dia lihat mengingatkannya pada beban tanggung jawab yang harus dipikulnya. Di usianya yang masih muda, Azure menjadi pemimpin perusahaan seni dan galeri yang didirikan oleh orang tuanya. Namun, keberhasilan itu terasa lebih seperti penjara ketimbang kebanggaan.
Setahun berlalu sejak kedua orang tuanya pergi, meninggalkan Azure dengan warisan yang luar biasa sekaligus menyakitkan. Ibunya, seorang seniman terkenal, dan ayahnya, seorang kurator yang dihormati, selalu mengisi hidupnya dengan seni dan keindahan. Sejak kecil, dia tumbuh dalam lingkungan yang dipenuhi karya seni, ide-ide kreatif, dan perbincangan mendalam tentang keindahan dan makna. Namun, setelah kecelakaan tragis yang merenggut nyawa mereka, hidup Azure berubah selamanya.
Dia memandang keluar jendela, melihat orang-orang yang berlalu-lalang dengan tawa dan keceriaan. Hatinya terasa berat. Sejak kehilangan orang tuanya, setiap senyuman yang ia buat terasa seperti topeng yang ia kenakan. Dia merasa terjebak dalam rutinitas yang monoton, dikelilingi oleh karyawan dan kolega, tetapi tidak ada satu pun yang bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh orang tua yang dicintainya.
Hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, Azure menghadiri rapat dewan. Para anggota dewan mendiskusikan proyek pameran berikutnya dan rencana untuk meningkatkan reputasi galeri. Meskipun dia duduk di kursi pimpinan, pikirannya terus melayang, terjebak dalam kenangan akan masa-masa bahagia bersamanya. Dia teringat saat mereka berkeliling pameran, membahas setiap karya seni dengan antusiasme, menjelaskan makna yang lebih dalam di balik setiap sapuan kuas. Kenangan itu seolah menghantuinya, menyiksanya dengan rasa sakit yang tajam dan nostalgia.
"Azure, apa pendapatmu tentang proyek ini?" suara seorang anggota dewan menginterupsi lamunannya. Azure tersadar, memaksa senyum palsu ke wajahnya. "Oh, ya, itu terdengar baik," jawabnya, meskipun pikirannya masih jauh dari situasi saat ini.
Setelah rapat, Azure kembali ke kantornya, merasa lelah secara emosional. Dia memandang dinding yang dipenuhi karya seni, hasil karya orang tuanya yang kini menjadi saksi bisu kesedihannya. Keindahan karya mereka tidak mengurangi rasa kehilangan yang dia rasakan.
Tetapi sebelum dia dapat mengalihkan perhatian dari kesedihan yang selalu membebani hatinya, sebuah suara lembut menggema dari arah pintu.
"Permisi, Nona Azure?" tanya suara itu. Azure menoleh dan melihat seorang anak laki-laki berusia sekitar tujuh tahun berdiri di ambang pintu. Dia mengenakan pakaian sederhana dan tampak sedikit ragu-ragu.
"Ya, ada yang bisa saya bantu?" Azure menjawab dengan senyum hangat, berusaha menyembunyikan kesedihan di matanya.
"Aku... aku kehilangan mainanku," kata anak itu, suaranya bergetar. "Aku mencarinya di seluruh galeri. Bisa tolong bantu aku mencarinya?"
Azure merasa tersentuh oleh permintaan tulusnya. "Tentu saja. Mari kita cari bersama-sama. Apa bentuk mainanmu?" tanyanya, berusaha mengalihkan perhatian dari beban pikirannya sendiri.
"Itu mobil balap kecil berwarna merah," jawab anak itu, wajahnya bersinar saat menceritakannya. "Aku selalu membawanya ke mana-mana."
Azure bangkit dari kursinya dan bersama anak itu keluar dari kantornya. Mereka menjelajahi ruang galeri, memeriksa setiap sudut dan celah. Seiring waktu berlalu, anak itu mulai bercerita tentang petualangan yang ia bayangkan saat bermain dengan mobil balapnya.
"Kalau aku sudah besar, aku ingin jadi pembalap," katanya dengan antusias. "Aku akan memenangkan banyak trofi!"
"Wah, itu impian yang hebat!" balas Azure, merasa senyuman itu perlahan menghiasi wajahnya. "Mungkin suatu saat kamu bisa membuat mobil balapmu sendiri."
"Ya! Mungkin bisa warna biru," jawab anak itu dengan semangat.
Saat mereka berjalan melalui ruang galeri, tiba-tiba anak itu berhenti di depan sebuah lukisan besar yang menggambarkan pemandangan malam yang gelap dan misterius. "Lihat, Nona Azure! Bukankah lukisan ini sangat cantik?"
Azure mengangguk, terpesona oleh keindahan karya seni yang diciptakan oleh ibunya. "Iya, lukisan ini menggambarkan kegelapan yang bisa diubah menjadi keindahan," katanya. "Seni itu seperti kehidupan; terkadang, kita harus menemukan keindahan dalam kegelapan."
Anak itu mengangguk, matanya bersinar dengan pemahaman yang mendalam. "Aku ingin belajar melukis juga. Mungkin suatu hari nanti aku bisa membuat lukisan yang sama menawannya!"
"Pastikan untuk terus berlatih. Setiap seniman hebat dimulai dari yang kecil," kata Azure, merasa harapan baru tumbuh di dalam hatinya.
Setelah menjelajahi seluruh galeri, mereka akhirnya menemukan mobil balap kecil itu di sudut ruangan. Anak itu melompat kegirangan dan mengambilnya dengan tangan kecilnya. "Terima kasih, Nona Azure! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku tidak menemukannya!"
"Senang bisa membantu," balas Azure dengan tulus. Dia merasa lebih ringan, seolah beban di hatinya berkurang sedikit.
Sebelum berpisah, anak itu menatap Azure dengan serius. "Aku punya sesuatu untukmu sebagai ucapan terima kasih." Dia merogoh kantongnya dan mengeluarkan kotak kayu kecil. "Ini untukmu."
Azure terkejut. "Oh, tidak perlu. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya."
"Tapi aku ingin kau memiliki ini. Ini kotak peninggalan nenekku," kata anak itu dengan penuh keyakinan. "Ada sesuatu di dalamnya yang mungkin bisa membantumu."
Dengan rasa ingin tahu, Azure menerima kotak kayu itu. "Terima kasih, sayang. Aku akan menyimpannya dengan baik." Dia mengamati anak itu pergi dengan senyuman, merasa terhubung dengan momen kecil itu.
Setelah anak itu pergi, Azure duduk kembali di mejanya dan membuka kotak kayu yang diberikan. Di dalamnya, dia menemukan kalung indah dengan permata biru yang bersinar. Jantungnya berdegup kencang saat dia mengangkat kalung itu. "Apa ini?" gumamnya pada diri sendiri. Kalung tersebut tampak begitu misterius, seolah menyimpan rahasia yang mendalam.
Saat Azure mengenakan kalung itu, suatu aura aneh menyelimuti dirinya. Seperti ada sesuatu yang mengalir melalui dirinya, menghubungkannya dengan dunia yang lebih besar. Sebuah kehangatan menjalar di seluruh tubuhnya, dan sejenak, ia merasa seolah berada di tempat yang berbeda, di dunia yang penuh dengan kemungkinan yang belum terungkap.
Di tengah keheningan malam yang menenangkan, Azure merasakan kehadiran kalung itu di lehernya, berat dan misterius. Ia berusaha merenungkan makna di baliknya. Kalung yang diberikan oleh anak kecil itu tidak hanya sebuah barang; ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang membuatnya merasa seolah dunia ini terbentang lebih luas dari yang ia ketahui.
Dia menatap ke luar jendela, melihat langit berbintang yang berkilauan, dan bertanya-tanya tentang petualangan apa yang mungkin menantinya. Apa makna dari kalung ini? Mengapa anak kecil itu memberikannya padanya?
Ketika pikirannya melayang, bayangan masa depan yang tak terduga mulai menari-nari dalam benaknya. Jika kalung ini memang memiliki kekuatan, ke mana ia akan membawanya? Dan yang lebih penting, siapakah dirinya yang sebenarnya, jika kegelapan dan keindahan di sekelilingnya saling terkait?
Dengan hati yang berdebar-debar, Azure menutup matanya, berusaha mendengarkan suara hatinya di tengah kebisingan pikirannya. Apakah dia berani menjelajahi kegelapan yang menanti? Atau akan tetap terjebak dalam dunia yang akrab, namun menyakitkan ini?
Seolah menjawab keraguannya, cahaya lembut dari permata di kalung itu mulai bersinar lebih terang, membangkitkan rasa penasaran yang dalam. Azure merasakan getaran energi yang memanggilnya, mengingatkannya bahwa setiap perjalanan dimulai dengan langkah pertama—dan langkah itu mungkin akan membawa ke tempat yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
"Apakah aku siap untuk menemukan jawaban atas semua pertanyaan ini?" gumamnya, suara kecilnya hampir tenggelam dalam kesunyian malam.
Dan saat itu juga, tanpa disadari, satu kalimat menggema dalam pikirannya: "Apakah ini adalah awal yang akan mengubah hidupku selamanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Azure Moon : The Veil of Shadows
FantasyAzure Moon, seorang pewaris muda yang cerdas dan cantik, menjalani hidup yang sepi meskipun dikelilingi oleh kekayaan dan tanggung jawab besar. Saat sebuah kalung misterius tiba-tiba memasuki hidupnya, Azure terjerat dalam petualangan penuh bahaya d...