BAB 1 : A Whisper of Destiny

7 1 0
                                    

Azure menghempaskan tubuhnya di sofa, melepas napas panjang setelah hari yang panjang dan melelahkan di kantor. Dengan kedua tangan, dia merapikan rambutnya yang kusut, kemudian merasakan sentuhan dingin kalung di lehernya. Ia teringat kembali saat anak kecil itu memberikan kalung ini dengan ekspresi serius, seolah-olah ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan.

Tangannya menyentuh permata biru tua yang berkilau, menggenggamnya sejenak. Perlahan, perasaan hangat merambat dari kalung itu, menyebar ke seluruh tubuhnya. Ada sesuatu yang begitu aneh namun menenangkan dalam energi ini, seolah-olah kalung itu bukan sekadar perhiasan biasa.

"Mengapa kau begitu istimewa?" gumamnya lirih, sementara jarinya mengelus permata itu. Seiring waktu, rasa penasaran dalam dirinya kian tumbuh. Getaran yang ia rasakan bukanlah ilusi. Ada sesuatu yang tersembunyi di balik permata biru ini—sesuatu yang menantinya untuk menemukan.

Mata Azure perlahan-lahan tertutup, terbawa oleh rasa nyaman yang tak dapat dijelaskan. Seluruh kelelahan yang ia rasakan lenyap, digantikan oleh rasa damai yang meresap hingga ke dalam hatinya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa seolah-olah sedang diayomi oleh kehangatan yang asing namun penuh dengan kenyamanan.

Azure tak butuh waktu lama untuk tertidur, tenggelam dalam kehangatan yang membungkus tubuhnya. Energi dari kalung itu terasa seperti selimut lembut, menghapus sisa-sisa kelelahan dari tubuhnya. Waktu berlalu tanpa ia sadari, dan ia terlena dalam tidur yang begitu damai.

Namun, tak lama kemudian, suara bel rumahnya bergema, memecah kesunyian. Mata Azure terbuka perlahan, butuh beberapa detik baginya untuk benar-benar sadar. Bel rumahnya terus berbunyi, mendesak dirinya untuk segera bangun dan melihat siapa yang datang.

Dengan cepat, Azure bangkit, merapikan dirinya seadanya, lalu berjalan menuju pintu depan. Azure membuka pintu, dan di sana, berdiri seorang wanita muda dengan senyum lebar yang begitu hangat. Angel masih tampak secantik dulu, bahkan mungkin lebih. Matanya yang coklat menatap Azure dengan sorot mata yang penuh kebahagiaan dan kerinduan. Rambutnya yang hitam berkilau, tergerai lurus melewati bahunya, menciptakan kontras yang anggun dengan kulitnya yang lembut.

Senyuman Angel begitu lebar, dan ia segera mendekat, merangkul Azure dengan penuh kehangatan. "Azure! Sudah lama sekali!" serunya, sambil memeluk sahabatnya erat. Kehadirannya seketika mengingatkan Azure pada hari-hari bahagia mereka di masa kecil, sebelum semua berubah.

Angel melepas pelukannya dan berdiri di depan Azure, kedua tangannya memegang lengan sahabatnya, seolah memastikan bahwa pertemuan ini nyata. "Masih sama seperti dulu, tapi sepertinya sekarang kau terlihat lebih... dewasa," ucapnya, matanya menelusuri wajah Azure.

"Angel?" Azure hampir tidak bisa percaya dengan pandangannya. Di hadapannya berdiri sahabat masa kecil yang sudah bertahun-tahun tidak ia temui.

"Apa yang membawamu ke sini?" tanya Azure, masih terkejut sekaligus senang melihat teman lamanya.

"Aku sedang di kota ini untuk urusan pekerjaan, dan begitu tahu kau ada di sini, aku langsung datang. Aku tidak mau kehilangan kesempatan untuk bertemu lagi denganmu!" jawab Angel, matanya berkilauan dengan antusias.

Azure tersenyum, merasakan kehangatan yang lama hilang kini kembali hadir. Dia mengundang Angel untuk duduk, menawarkan secangkir teh, dan mereka pun mulai berbincang-bincang tentang kehidupan masing-masing.

"Aku dengar kau mewarisi perusahaan keluargamu. Hebat sekali, Azure!" Angel berkata dengan penuh kekaguman.

Azure hanya tersenyum kecil, merasa canggung setiap kali topik tentang perusahaannya dibahas. "Iya, semuanya berubah begitu cepat. Tapi... aku harus melanjutkannya. Itu amanah yang mereka tinggalkan."

Azure Moon : The Veil of ShadowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang