Chapter C: Domain Burignon

22 6 0
                                    

Ada 2 restoran yang dapat dicapai dalam 10 menit berjalan kaki dari penginapan, juga dekat dengan Stasiun Kereta Api St-Saphorin Lavaux dan tepi danau berjarak 1 km. Vevey berjarak 4 km, sedangkan Lausanne berjarak 18 km. Montreux dan Chillon Castle dapat dicapai dalam 10 menit berkendara. Pengaturan yang indah di kebun anggur Lavaux yang subur, dan Kastil anggur tua menambah sempurnanya perjalanan Aura sejak 3 hari pertama di Domain Burignon, Saint-Saphorin. Sempurna, bukan?

Aura terlihat sangat bahagia, dan menikmati liburannya. Hari-hari dilewati dengan mudah tanpa memikirkan biaya.

"Siapapun itu, sering-sering aja berikan hadiah luar biasa ini. Aku benar-benar beruntung!" teriak Aura kegirangan sambil berlari kecil menyusuri lorong gedung-gedung indah menuju penginapannya.

Langit mulai tampak memerah, Aura putuskan untuk duduk sejenak di kursi taman dengan dikeliling taman anggur dan pemandangan Danau Jenewa. Kursinya tampak kesepian dan Aura ingin mengisinya melepas penat di tubuhnya.

Aura baru menyadari ada handphone yang tergeletak tak berpunya di bawah kursi. Dia melihat ke sekitar, tak ada siapa-siapa.

"Handphone siapa?" sambil memungutnya dan mencoba memeriksa handphone itu. Aura tidak menemukan petunjuk apapun karena kehabisan batrai, dan memutuskan untuk menyimpannya sementara lalu kembali menikmati sore dengan pemandangan yang indah dan tenang.

Setelah beberapa menit berlalu, tampaknya tak ada yang datang untuk mencari handphonenya yang mungkin saja tidak sengaja tertinggal saat duduk di kursi itu. Aura pun beranjak kembali ke penginapannya.

***

"Good evening, Miss Aura, I hope you enjoying this villa," seorang karyawan Domain Burignon datang menghidangkan anggur merah dan beberapa hidangan penutup lainnya.

"Oh, thank you, I am so enjoyed, this place so perfects to me, and thank you for this one," sambil mengangkat gelas anggurnya. Aura hanya memutar-mutar gelas anggurnya, karena setelah ini berencana ke luar menikmati malam di tepi danau.

Aura tersenyum ceria sembari menikmati minumannya. Aura merogoh kantong celananya dan mengeluarkan handphone yang ditemukannya tadi sore. Lalu mencoba menyalakan handphone yang sudah dia isi lumayan penuh dayanya.

"Ternyata tidak dikunci, oke, kita lihat apakah ada nomor yang bisa dihubungi?" Namun Aura terlanjur penasaran untuk memeriksa galerinya. Aura terkejut karena nyaris tidak ada foto sama sekali, hanya ada foto taman anggur, dan pemandangan yang tampaknya baru diambil hari ini. Aura tidak sengaja memencet pesan yang ada di notifikasi.

"Hah? Ini bahasa Indonesia, kan? Aura kembali memastikan apa yang dia baca barusan.

"Iya, benar. Ini jelas-jelas percakapan dengan bahasa Indonesia. Apakah pemilik hp ini juga sama sepertiku?" Aura tampak bersemangat dan mulai memeriksa panggilan keluar, tiba-tiba panggilan masuk menghentikan aktifitasnya. Tidak ada nama penelpon yang tertera hanya nomor saja. Namun Aura tetap mengangkatnya, berharap bisa membantu.

"Hallo, apakah Kamu mencari handphonemu?" tanya Aura tanpa ragu.

"Oh, Kamu orang Indonesia? Hai, terima kasih sudah mengangkat telponku. Iya, aku baru menyadarinya dan meminjam handphone warga sekitar yang kebetulan lewat untuk menelpon. Kamu di mana? Aku akan ke sana,"

"Tidak apa-apa, sebelumnya aku ada rencana cari angin ke luar. Kita bertemu di jembatan tepi danau di dekat Domain Burignon saja, jam 9. Apa kamu tidak keberatan?"

"Baiklah, kita bertemu di sana jam 9, terima kasih sebelumnya."

***

Aura berjalan menuju tempat yang sudah disepakati dengan pemilik handphone yang tersimpan di saku celananya. Dari kejauhan tidak ada siapa-siapa dan itu membuatnya lega, karena dia akan merasa tidak enak jika membuat orang lain menunggu.

Aura pun berjalan di atas jembatan.

"Indahnya," sambil duduk di tepi jembatan dengan kaki menjuntai, tetapi tidak menyentuh danau.

Rambut ikalnya tak lagi dia ikat, membiarkan angin melakukan tugasnya mengibas membelai rambut dan wajahnya.

Dari kejauhan, tampak seorang lelaki dengan celana pendek dan sweater hitam berjalan dengan tergesa-gesa. Namun langkahnya mulai melambat saat dia melihat perempuan di hadapannya tengah menengadah menatap langit sambil tersenyum ceria.

"Imutnya," gumam lelaki itu dengan senyum tipis di bibirnya.

Aura pun menyadari kedatangan laki-laki itu, lalu berdiri sambil berjalan menghampirinya.

"Kamu?" tanya Aura ragu.

"Iya, Aku yang tadi bicara denganmu di telepon, perkenalkan, aku Malik, Kamu?"

"Aku, Zulfa," Aura berbohong. Spontan saja terucap di bibirnya.

AKU, KAMU DAN SAINT-SAPHORIN || END (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang