Agen - 56

253 22 4
                                    

Rumah masa depan bersama Gia.

Bukan rencana biasa yang awalnya hanya iming-iming belaka dari Agan. Rumahnya benaran ada. Bagian depan rumahnya menjorok ke arah laut. Agak jauh dari lautan namun bisa dipandang oleh mata apabila dilihat dari lantai dua.

Tepat satu tahun yang lalu, Agan membelinya.

Begitu Saka, manusia yang paling tahu soal dunia, memberitahunya tentang rumah ini, Agan langsung mengambil kesempatan untuk membeli tanahnya dan merenovasi rumah yang tadinya hanya memiliki satu lantai, dia ubah menjadi dua lantai supaya setiap senja tiba, mereka bisa melihat matahari tenggelam dengan indahnya dari balkon.

Banyak sekali bayangan yang sudah Agan rangkai untuk mengisi rumah masa depan bersama Mbak Gia ini.

Sekarang, rumah itu sudah rapi meski masih ada yang harus diperbaiki seperti pemasangan listrik dan keramik pada kamar mandi lantai bawah. Rumahnya cukup luas di bagian ruang tamu dan dapurnya. Juga kamar utama. Terdapat 5 kamar di dalamnya, tiga kamar pada lantai bawah dan dua kamar di lantai atas.

Ya, begitulah sedikit gambaran tentang rumah masa depan bersama Mbak Gia ini.

"Rumah kita .... maksudnya?" Gia masih bertanya-tanya pada Agan.

Agan meraih tangan Gia dan menggenggam tangan itu dengan erat. Menuntun sang kekasih untuk menjelajahi rumah ini lebih jauh.

"Agan beli rumah, Mbak. Ini rumahnya..." kata Agan seraya membuka pintu itu dan membiarkan Gia masuk ke dalam terlebih dahulu.

Wanita itu terperangah. Warna putih gading pada cat dinding rumah ini memberi kesan yang hangat. Rumahnya sangat luas dan besar, Gia akui.

"Rumahnya belom ada perabotnya soalnya masih dalam perbaikan. Kamar mandi bawahnya belom dipasang keramik." lanjut Agan.

"Agan, kamu keren banget. Aku seneng kamu improve banyak terus beli rumah buat masa depan kamu gini." ujar Gia mengapresiasi Agan.

"Masa depan kita, Mbak."

"Hm?"

"Masa Mbak belom ngerti juga?"

Gia terkekeh, "ya apa abisnya? Kamu juga ngomongnya setengah-setengah."

"Sini, Mbak, ikut Agan ke atas, yuk. Agan mau tunjukin spot paling oke di balkon."

Dengan begitu, Agan menggiring Gia ke atas. Tepatnya menuju balkon rumah ini.

Begitu sampai di sana, Gia tidak henti-hentinya terpana. Ternyata, pemandangan dari balkon lebih dari kata menakjubkan. Agan paling tahu waktu kapan dia harus mengajak Gia ke sini. Sekarang pukul 5 sore. Itu artinya, senja akan tiba dan Gia akan menyaksikan bagaimana matahari tenggelam di balik laut.

"Aganta, ini bagus banget. Kamu pinter banget milih rumah." ungkap Gia memuji kekasihnya itu.

"Ini alasan Agan setuju beli rumah di sini, Mbak. Soalnya bisa mandang laut dari sini."

Gia mengangguk paham, "lumayan, Gan, setiap jemur di balkon bisa nontonin laut."

"Selain itu, alasan Agan beli rumah ini juga karena Mbak Gia."

Gia sepenuhnya menoleh pada Agan yang menatap lurus ke depan.

"Dulu sebelum ketemu sama Mbak Gia, Agan mana pernah kepikiran beli rumah buat masa depan Agan sendiri. Dulu juga mana pernah kepikiran bakal lanjutin hidup dengan menikah sama orang yang Agan cinta. Hidup Agan flat-flat aja dan ngerasa terlalu bergantung sama duka, sama perintah Abah, sama rasa benci Agan ke Tante Tiara. Gak ada sama sekali kepikiran sampai sejauh ini buat punya rumah sendiri. Tapi, begitu Agan ketemu Mbak Gia, Agan buka mata kalo yang punya masalah bukan cuma Agan aja. Mbak Gia pernah punya masalah sebegitu runyamnya, tapi Mbak Gia bisa ngehadapin itu dengan baik dan kuat sampe akhirnya Mbak dapetin kebahagiaan Mbak Gia."

Agen Agan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang