Suara tawa Sagara dan Jackson bersahutan, menciptakan melodi kebahagiaan yang mengisi udara pantai. Sagara, dengan senyum cerahnya, berlari di sepanjang tepian ombak, sementara Jackson mengikuti di belakang, merasakan keceriaan yang menular.
Jackson, yang awalnya datang dengan beban di pundaknya, kini merasa seolah semua masalahnya lenyap dalam sekejap. Bersama Sagara, waktu seakan berhenti. Setiap tawa yang terlontar dari bibir Sagara, setiap senyuman yang terukir di wajahnya, membawanya jauh dari pikiran-pikiran yang menyiksanya.
Mereka melompat dan berlarian, bermain air dan membuat percikan-percikan kecil yang mengubah suasana hati Jackson menjadi lebih ceria. Dalam momen itu, Jackson merasakan kehangatan yang tak terlukiskan, seolah Sagara adalah cahaya yang menerangi kegelapan yang sering menyelimuti hidupnya.
"Gar, lihat! Kita bisa membuat istana pasir!" seru Jackson, semangatnya meluap saat melihat Sagara berjongkok, meraih pasir dan mulai membentuknya. Tawa mereka bergema di tengah desiran ombak, menciptakan kenangan indah yang akan selalu mereka ingat.
Hari sudah semakin siang, dan Sagara serta Jackson duduk santai di tepian pantai, menyeruput minuman dingin yang mereka beli. Suara desiran ombak menciptakan latar belakang yang menenangkan, seolah-olah mengajak mereka untuk larut dalam keindahan momen ini.
Mereka saling berdiam diri, menikmati keheningan yang dipenuhi dengan aroma laut dan sinar matahari yang hangat. Setiap detik terasa berharga, seolah dunia di sekitar mereka menghilang. Sagara merasa nyaman, melihat Jackson yang duduk di sampingnya, wajahnya yang tampak tenang dan damai.
Tak lama, Sagara mencuri pandang ke arah Jackson. Ia merasakan sebuah kedekatan yang sulit diungkapkan, seperti ada benang halus yang mengikat hati mereka. Rasa hangat itu mengalir dalam diri Sagara, membuatnya tersenyum kecil.
"Jadi, bagaimana? Pantainya sesuai harapanmu?" tanya Sagara, memecah keheningan dengan lembut.
Jackson menoleh, matanya berkilau. "Lebih dari yang aku bayangkan. Terima kasih sudah membawaku ke sini, Gar," jawabnya tulus, suaranya dipenuhi rasa syukur.
Mereka kembali terdiam, tetapi kali ini, keheningan itu terasa lebih akrab. Di tengah deburan ombak dan cahaya matahari, kedua hati mereka berdetak seirama, merasakan keindahan yang tak terucapkan dalam kebersamaan ini.
"Lo tahu nggak arti nama gue?" tanya Sagara, dengan nada menggoda. Jackson menggeleng, matanya tak lepas dari wajah Sagara yang tampak ceria di bawah sinar matahari.
Sagara tersenyum, senyum yang mampu membuat detak jantung Jackson berdegup kencang. "Sagara itu berarti 'lautan', lo tahu? Jadi, bisa dibilang, nama gue adalah perwujudan dari semua keindahan laut," ujarnya, dengan nada penuh bangga.
Jackson mendengarkan dengan seksama, tetapi pikirannya terganggu oleh pesona Sagara. Ia memperhatikan detail wajahnya, dari mata yang bersinar hingga senyuman manis yang menghiasi bibirnya. Fokusnya terhenti di bibir Sagara, seolah ada magnet yang menariknya mendekat.
"Jadi, lo kayak samudera yang luas, ya?" Jackson berkata pelan, berusaha menjaga nada suaranya tetap ringan, meski hatinya berdesir. "Selalu ada sesuatu yang baru untuk dijelajahi."
Sagara menatapnya, merasakan kedalaman makna dari kata-kata Jackson. Ada kehangatan yang melingkupi mereka, dan dalam keheningan itu, keduanya merasa semakin dekat. Waktu seolah berhenti, hanya ada mereka berdua, lautan, dan semua perasaan yang tak terucapkan.
"Apaan sih, jamet banget bahasanya," celetuk Sagara sambil tertawa, meski jantungnya berdegup kencang. Ia merasa sedikit geli dengan pernyataan Jackson, namun ada sesuatu yang membuatnya merasa hangat di dalam.
Jackson tertawa bersama, tidak bisa menahan diri. "Gue cuma bilang yang sebenarnya, Gar. Lo bagaikan lautan yang bikin gue penasaran," ujarnya sambil tersenyum, berusaha menampilkan sikap santai meski hatinya melompat-lompat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amour dans la Souffrance
Non-FictionKisah seorang yang rela menjadi *sakit* demi menjadi obat seseorang yang dicinta nya