01. Tepar

1.2K 79 7
                                        

Updatenya 3 hari sekali yaa
Semoga sukaa dan jangan lupa tinggalkan jejak😠

Happy reading><
____________________________

Rupanya lip balm berwarna yang Ananta oleskan di bibirnya tak cukup mampu untuk menyembunyikan rona yang pucat. Alvero dan Gentala, kedua teman Ananta itu masih bisa melihatnya. Mereka berdua menatap Ananta dengan penuh tanda tanya.

"Serius lo gak lagi sakit?" tanya Alvero sudah untuk sekian kali.

Alvero dan Ananta teman sebangku. Bagaimana Ananta bisa menutupi rasa tak nyaman dalam dirinya? Sejak tadi Alvero terus memperhatikannya. Bahkan papan tulis di depan sama sekali tak Alvero gubris, padahal Alvero termasuk murid yang ambis dalam pelajaran.

"Apa mau gue antar ke UKS aja?"

Ananta menggeleng. Ia merebahkan kepalanya di antara kedua lekukan tangan di atas meja. Di sana Ananta memejamkan mata, bersusah payah untuk tidak merasakan rasa mual yang kian menjadi-jadi. Kini pun dada Ananta kayak mulai kerasa sedikit panas. Matanya jadi berkaca-kaca kalau dibuka.

"Ta?"

Di depan tempat duduk mereka ada Gentala dan Raden. Keduanya kompak moneleh ke belakang sambil menaikkan sebelah alis.

"Seret aja gimana?" Ide konyol itu keluar dari bibir Gentala—si tukang asbun.

"Lo yang gue seret!" semprot Raden.

"Ya lagian anaknya gak mau?" Lalu Gentala menggoyangkan pelan lengan Ananta. "Woi, ntar pingsan di sini lagi lo."

"Ck, berisik. Gue ngantuk!" Ananta membalas. Suaranya terdengar serak dan berat. Sungguh berbeda dengan Ananta yang biasanya.

"Ya udah. Kalau pingsan nanti jalan sendiri ya? Awas kalau minta gotong."

Alvero geleng-geleng kepala mendengar ucapan tidak jelas Gentala. Setelah kedua temannya itu kembali hadap depan. Alvero menempelkan punggung tangannya ke dahi Ananta. Sedikit hangat pikir Alvero.

Setelah itu ia coba meniru tindakan Gentala, mengguncang pelan lengan Ananta.

"Ta, ke UKS yuk. Badan lo anget itu."

"Duh, Ver, beris—" belum sempat melanjutkan kalimat tau-tau Ananta bangkit, terus lari begitu saja meninggalkan kelas.

Keluarnya Ananta yang terlalu tiba-tiba dan tanpa izin sukses membuat semua perhatian di kelas tertuju kepadanya. Tidak terkecuali perhatian guru yang sedang mengajar.

"Alvero, kenapa teman kamu?" tanya guru di depan. Alvero yang jadi sasaran.

Dengan bingung Alvero berdiri, menggaruk tengkuk yang tidak gatal. "Eee ... Nanta kurang sehat kayaknya, Pak. Boleh saya susulin?"

"Ya udah, sana. Tapi cepat kembali, ya?"

"Baik, Pak."

Setelah dapat izin, bergegas Alvero berlari menyusul Ananta. Di luar, ia sempat kebingungan, mencari kemungkinan ke mana Ananta pergi. Namun, intuisi Alvero membawanya ke toilet.

Benar dugaannya, Ananta berada di sana. Berdiri dengan berpegangan kuat pada sisi-sisi wastafel. Cowok itu sedang muntah-muntah. Dengan panik Alvero mendekat. Ia langsung pijat belakang leher Ananta dengan hati-hati.

"Lo gak apa-apa, Ta?"

Ananta hanya menggeleng. Tapi perutnya kali ini sangat menyiksa. Untuk pertama kali Ananta benar-benar merasa dipermainkan dengan kondisi tubuhnya sendiri. Padahal kemarin dia baik-baik saja. Ananta juga tidak melakukan apa-apa. Ia merasa sehat sebelum-sebelumnya. Lalu kenapa kali ini begitu menyiksanya? Apa yang sudah Ananta lakukan sampai bisa sesakit ini.

What is Life? [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang