28. Dua-duanya aneh

280 32 2
                                    

Dari satu jam yang lalu Raga terus saja merecoki Ananta. Laki-laki itu seperti tidak mau lepas dari adiknya. Ananta yang risih ditempeli Raga sudah beberapa lagi mendorong badan kakaknya supaya menjauh, tapi Raga tetap menempel, kayak noda membandel di baju, Raga sulit hilang. Laki-laki itu meletakkan dagunya di bahu kanan Ananta, melihat adiknya yang lagi asik main game. Hal yang Raga lakukan jelas menyulitkan gerak tangan Ananta.

"MAAAA! MAS RAGA NIH, GANGGUIN MULU!" Lalu jurus andalan anak itu keluar. Ananta berteriak kencang dan secepat kilat Mama keluar dari dalam, menghampiri kedua putranya yang duduk di sofa ruang tamu sambil berkacak pinggang.

"Mas, udah kenapa jangan diganggu terus adiknya," omel Mama dengan suara yang melas, alih-alih berteriak. Sepertinya Mama sudah sama lelahnya dengan Ananta.

"Tau! Suruh pergi dong Ma, suruh keluar main kek, ngapain gitu, biar gak ganggu aku mulu kayak gak punya kerjaan lain aja."

Memang Raga agak aneh hari ini. Biasanya kalau gak kerja cowok itu pasti akan menyibukkan diri. Entah ketemu temennya, main laptop dan iPad seharian di kamar, pokoknya menghilang persis kayak hari kerja. Namun sekarang, dari pagi hingga siang, Raga terus saja mengganggu ketenteraman Ananta.

"Raga suruh pergi, Ma ...." Ananta kembali merengek.

Raga selalu gemas tiap kali Ananta mengomel, ngadu, dan ngerengek seperti itu. Melihat mulutnya yang manyun-manyun, bukannya pergi, Raga malah makin mendekatkan diri.

"MAMAAAAAA!"

"MAS RAGA!!"

Kemudian gabungan suara Ananta yang keras dan Mama yang melengking akhirnya sukses membuat Raga bangkit sambil tutup kuping rapat-rapat menggunakan kedua tangan. Raga langsung menjauh dari adiknya, sungguh, kombo maut kalau ibu dan anak itu sudah teriak.

"Iya! Iya! Raga pergi!"

"Awas ya Mas, kalau sampai Mama denger adikmu teriak lagi, beneran, Mama usir kamu," ancam Mama sebelum masuk lagi ke dalam.

Raga mengerucutkan bibir dari tempatnya berdiri, sementara Ananta lanjut main game. Dengan gerakan pelan, Raga melangkahkan kaki sedikit demi sedikit, mendekat ke sofa. Ketika baru sampai di ujung, mata tajam Ananta sudah melirik ke arahnya. Raga pun sontak mematung, lanjut bersiul-siul, mengalihkan pandangan ke sekitar dan melakukan hal konyol berupa pura-pura menangkap nyamuk.

"Ish, jangan ganggu!" peringati Ananta.

"Enggak, siapa yang mau ganggu, orang gue cuma mau duduk."

"Ya kan kursi masih banyak yang kosong, Mas!"

"Tapi gue maunya duduk sama lo."

"Ck, serah deh."

Mendengar pernyataan tersebut, Raga refleks nyengir kayak kuda. Ia menempati tempat awalnya, sembari memeluk bantal sofa, Raga memanjangkan lehernya agar bisa melihat Ananta bermain.

Merasa terus diperhatikan, Ananta jadi agak kurang fokus. Ia lalu menggeser sedikit gawainya, menjauh dari pandangan Raga, membuat laki-laki itu berdecak.

"Lihat dikit, pelit amat," cibir Raga.

"Main sendiri kan bisa."

"Males, gak seru kalau main sendiri. Seruan juga lihat lo main."

"Itu karena lo noob! Apaan, rank masih sampai elit. Kalah noh sama bocil komplek."

"Ya emang kenapa sih, gue juga gak gila game kayak lo. Main game tuh cuma buat seneng-seneng aja Ta, main di waktu kosong, enggak kayak lo, tiap jam push rank terus. Gak di rumah, gak di sekolah, gak di mana-mana ngegame mulu kerjaan lo."

What is Life? [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang