Untuk pertama kalinya, Isabelle merasa terjebak, bukan oleh kekuatan fisik atau borgol, tetapi oleh tatapan seorang pria yang terlalu terobsesi padanya.
"..Kau sudah gila ya?"
Vincenzo terkekeh pelan, "Masih Bertanya? padahal kau tahu jelas tidak ada yang waras disini."
Isabelle mundur selangkah ketika Vincenzo mendekatinya dengan menatap senyum miring yang menganggu. Tangan Isabelle dengan cekatan meraih salah satu anak panah dari wadah yang ada di genggaman tangan Vincenzo, menodongkannya di leher pria itu.
"Asal kau tau aku bisa kabur kapan saja kalau aku mau." Ujarnya dingin.
Vincenzo tersenyum miring, menatap wanita di depannya dengan arogan. "Begitukah? kenapa kau tidak langsung kabur saja?"
"...Kau mengambil belati kesayangan ku."
Lagi lagi Vincenzo hanya tersenyum, tapi kali ini, ia membuang panah tersebut dan memborgol tangan Isabelle.
"Waktu berburu telah selesai. saatnya kembali."
***
Hari mulai menjelang malam, angin dingin berhembus membawa aroma hutan yang lembap. Di sekitar area luar mansion, penjaga berjaga dengan ketat. Pencahayaan yang redup dari obor dan lampu taman tidak cukup menerangi setiap sudut, tetapi cukup untuk membuat penyusup mana pun berhati-hati.
Dari kejauhan, di balik bayang-bayang pepohonan, dua sosok bergerak tanpa suara. Lennox dan Hera, dua ahli yang bekerja di bawah perintah Derrick Lombardi, mendekati mansion dengan rencana yang sudah dipikirkan matang-matang. Lennox, sang peramu racun, membawa botol kecil berisi cairan mematikan, sementara Hera, petarung jarak jauh, menggenggam busur di tangannya, anak panah beracun siap dilepaskan kapan saja.
"Ini bukan misi biasa," gumam Lennox pelan, matanya menyapu penjagaan yang lebih kuat dari yang diantisipasi. "Keamanan di sini terlalu ketat. Giustine benar-benar tahu cara menjaga keamanan."
Hera mengangguk, memfokuskan pandangannya pada beberapa penjaga di titik jauh. "Kita harus bergerak cepat. Isabelle ada di dalam, dan waktu kita terbatas."
Keduanya melangkah maju, bergerak seperti bayangan di antara pepohonan dan tembok mansion. Mereka adalah yang terbaik dalam bidangnya, dan tidak ada ruang untuk kesalahan. Isabelle adalah rekan mereka, dan Derrick telah memberi perintah langsung-Isabelle harus diselamatkan, apa pun risikonya. Keluarga Lombardi tidak akan membiarkan aset seberharga dia jatuh ke tangan musuh.
Saat mereka mendekati dinding luar mansion, Lennox berhenti, menarik botol kecil dari saku jaketnya. Cairan di dalamnya berkilau samar di bawah cahaya bulan. "Asap ini akan membuat bodyguard itu kehilangan kesadaran sekitar tiga puluh menit."
Hera mengangguk lagi, memberikan perlindungan dari kejauhan sementara Lennox mempersiapkan racunnya. Sejenak suasana begitu hening, hanya suara langkah penjaga yang terdengar samar di kejauhan. Namun, saat Lennox mulai bergerak untuk menaburkan racunnya, suara keras tiba-tiba memecah malam. Bukan suara manusia, melainkan derak langkah yang bergerak-perangkap.
"Kita terdeteksi!" Hera menarik busurnya dengan cepat, menembakkan panah ke arah penjaga yang mendekat. Panah beracun melesat dengan presisi, menumbangkan satu penjaga, tetapi lebih banyak yang mulai berdatangan.
"Persetan!" Lennox bergumam dengan penuh amarah. Mereka belum bahkan masuk ke dalam mansion, dan rencana mereka sudah kacau balau. Dia meraih pisaunya, siap bertarung, tetapi jumlah penjaga terus bertambah. "Kita tidak bisa terus di sini, mereka terlalu banyak."
Mereka berdua berlari ke arah hutan, mencoba menembus barisan keamanan, tapi langkah mereka terhenti ketika sosok tinggi muncul dari bayangan. Vincenzo.
Dengan anggun, Vincenzo berdiri di depan mereka, tidak membawa senjata, hanya menatap mereka dengan senyum dingin. Tidak ada tanda-tanda panik atau khawatir di wajahnya, hanya ketenangan yang tak tergoyahkan. Hera langsung membidikkan busurnya ke arah Vincenzo, sementara Lennox menghunus pisaunya, siap menyerang kapan saja.
"Jangan repot-repot," suara Vincenzo terdengar rendah namun jelas. "Aku tidak tertarik padamu berdua. Kalian boleh pergi."
Lennox dan Hera saling bertukar pandang, kebingungan dan kemarahan terlihat di wajah mereka. "Apa maksudmu?!" Lennox melangkah maju, memutar pisaunya. "Kau pikir kita hanya akan menyerah begitu saja?"
Vincenzo tertawa kecil, seolah segala ancaman dari mereka tidak ada artinya. "Isabelle berbeda. Dia spesial. Kalian... hanyalah pion dalam permainan ini. Kalian tidak menggangguku, jadi aku biarkan kalian pergi. Lebih baik kalian lari sebelum aku berubah pikiran."
Mata Hera menyipit, tangannya masih menggenggam erat busurnya. "Kau pikir kami tidak akan kembali?"
Vincenzo melirik ke arah Isabelle yang terkurung di dalam mansion, seolah tidak ada hal lain di dunia ini yang penting selain dia. "Kembali jika kalian mau. Tapi aku tidak akan melepaskan Isabelle."
Hera dan Lennox tahu mereka kalah jumlah. Pertarungan ini bukan tentang mereka, atau dengan Vincenzo yang begitu terobsesi pada Isabelle, dia tidak akan peduli pada mereka. Meski hati mereka terbakar, mereka tahu kapan harus mundur.
"Kita akan kembali," kata Lennox dengan dingin, matanya masih tajam tertuju pada Vincenzo.
Vincenzo hanya mengangguk sedikit, membiarkan mereka berjalan menjauh, punggungnya tetap tegak tanpa sedikit pun rasa gentar. Baginya, Lennox dan Hera hanyalah gangguan kecil-bukan ancaman yang berarti. Isabelle adalah satu-satunya yang menguasai pikirannya, satu-satunya yang ia inginkan.
Di tempat itu, di antara penjaga dan bayang-bayang malam, Vincenzo tersenyum pada dirinya sendiri. Mereka mungkin mencoba menyelamatkannya, tapi mereka tidak tahu bahwa Isabelle sudah menjadi bagian dari kehidupannya-dan dia tidak akan membiarkan siapa pun merebutnya.
"... Lihat? Bahkan tua Bangka Lombardi itu rela mengirimkan dua pion berharga untuk menjemput Isabelle."
.
.
.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗟𝗘𝗧𝗛𝗔𝗟 𝗔𝗟𝗟𝗨𝗥𝗘
Roman d'amourIsabelle, seorang pembunuh profesional ditugaskan untuk menghabisi Vincenzo, pewaris keluarga Giustine. Misinya jelas: bunuh Vincenzo, jaga keluarga Lombardi di puncak kekuasaan. Dengan langkah sunyi, Isabelle mendekat, senjata sudah siap untuk meng...