Prolog

59 34 18
                                    

"Boleh saja berhalusinasi, tapi jangan lupa kembali pada kenyataan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Boleh saja berhalusinasi, tapi jangan lupa kembali pada kenyataan. Lantas, bagaimana jika halusinasimu adalah kenyataan itu sendiri?"

"Terima kasih."

Gadis itu melangkah melewati beberapa pembeli setelah selesai membayar cup ice matcha dalam genggamannya, ia memegang gagang pintu dan mendorongnya—untuk kemudian sepersekian detik memicingkan mata saat siluet matahari menabrak kedua matanya.

"Panas banget hari ini," lanjutnya sambil berjalan menuju parkiran motor,"bisa gak sih, besok kerjanya libur?" dengusnya kesal—dia hanya lelah.

Viola Kahiyang Wijayanto—itulah namanya, atau lebih akrab dipanggil Viola. Gadis biasa yang kesehariannya dihabiskan untuk lima hal ; kerja, tidur, makan, nonton drama china, dan membaca novel. Perlu diketahui, Viola sangat suka dengan genre fantasy saat menonton drama china atau membaca novel. Dia suka karena otaknya bisa travelling bebas menembus logika tanpa batas.

Langkahnya terhenti saat Viola melihat segerombolan anak SMA yang masih mengenakan seragam di parkiran, mereka berjalan menuju caffe tempat ia tadi membeli ice matcha dengan bercengkarama dan tertawa lepas. Seragam yang sudah tidak rapi, ada yang masih mengenakan pakaian olahraga lengkap dengan bola ditangannya, juga ada yang menenteng kanvas dengan lukisan pemandangan—mungkin tugas dari guru. Sangat seru.

Viola tersenyum tipis dan kemudian melaju dengan motor scoopy-nya, iri melihat keceriaan itu. Ingatannya bergerilya pada kenangan 10 tahun lalu saat masih remaja. Sayang, semua sudah berlalu. Waktu tidak dapat diputar bebas layaknya drama china atau novel fantasy.

Dia hanya rindu pada masa-masa tanpa beban itu.

Tin...Tin...

Tin...Tin...

Brakh.....

Brakh.....

ABOUT LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang