🔗🔗🔗Satya Geovandra domain.
Melangkah dengan kaki jenjangnya memasuki mansion, netra hitam pekat itu beredar mencari sosok yang sedari tadi tidak ia temukan. “Kania?” Suara berat dan tegas membuat semua pelayan yang berjejer didepan pintu mematung, tubuh mereka bergetar mendengar satu kata yang bisa membuat pekerjaan mereka terancam.
“D-dia sedang berbelanja kepasar tuan” kepala pelayan memberanikan diri untuk membuka suara, dan membuat yang lainnya bernapas lega.
Satya memperbaiki letak kacamata hitam ynag bertengger manis pada puncak hidung mancungnya. Ia berniat melanjutkan langkah tapi suara teriakan dibelakangnya membuat ia menghentikan langkah.
“Tuan!!” pekik gadis dengan gaun putih gading, berlari kearah Satya dengan membawa keranjang belanjaan ditangannya. Napasnya terengah-engah, membuktikan seberapa cepat ia berlari.
“Maaf taun, saya terlambat –,”
“Bawakan koperku ke...kamar.” Titah Satya. Memberi penekanan pada kalimatnya. Langkah besarnya menyusuri anak tangga menuju lantai tiga. Tempat dimana hanya orang-orang tertentu yang boleh naik ke sana.
Salah satu pelayan bergegas mengambil alih keranjang belanja dari tangan Kania. “Pergilah Kania, jangan buat tuan muda menunggu,” ujar gadis muda yang umurnya hanya berjarak satu tahun diatas Kania.
Kania mengangguk. Melangkahkan kakinya sambil membawa koper hitam yang bahkan lebih besar dari tubuhnya. Langkah Kania terhenti saat kepala pelayan menghadangnya.
“Kania, ingat apa yang selalu aku katakan.” Wanita itu berucap dengan tegas dan sorot mata serius.
“baik madam Berlin.”
“Cepat naik dan segera turun. Aku ada pekerjaan untukmu.”
Tinggal satu langkah lagi sebelum sampai didepan di depan pintu yang dimaksud. Kania menarik napas dalam dan dihembuskan perlahan. Merapikan sedikit penampilannya.
Mata Hazel Kanja lantas membulat, ia menundukkan pandangannya ketika melihat tuan mudanya sedang berganti pakaian.
Pinggang ramping dengan bahu lebar adalah porsi yang pas, Kania bahkan sempat melihat bekas luka sayatan di pinggang sebelah kiri dan tato ular di bahu kanan sebelum pria itu menurunkan baju kaos oblong hitam itu.
“Kenapa diam di sana, cepat bongkar kopernya. Aku harus memeriksa berkas penting yang ada di dalam sana.” Perintah Satya tegas. “oh ya, jangan lupa bantu aku mengganti seprai ini dengan warna hitam pekat” lanjutnya.
“Baik tuan.”
“Apa yang kau bawa dari pasar?”
Kania menghentikan kegiatannya. Ia diam sesaat dan menggigit bibir bawahnya. “sayur dan juga kebutuhan lainnya tuan” akhirnya Kania membuka suara.
“tidak ada coklat untukku?” Satya duduk pinggir ranjang dengan sebelah kaki ditumpuk dengan kaki lainnya. Ia memperhatikan wajah gadis itu. “Aku tahu kau membelinya. Cepat berikan padaku.” Satya mengulurkan tangannya.
Kania berjalan mendekat, merogoh saku gaunnya dan menyerahkan satu bungkus cokelat pada Satya.
“Hanya ini?”
Kania mengangguk. “Hanya tersisa satu.”
“Aku sudah pergi selama tiga hari dan setelah pulang hanya mendapatkan satu bungkus cokelat? Yang benar saja. Cepat berikan sisanya.”
Kania diam.
“Kau serius hanya ada ini?” Satya mengangkat bungkus permen itu. “Tidak ada yang lain?”
Kania mengangguk.
“Baiklah, kau boleh pergi.”
Kania bernapas lega setelah keluar dari kamar itu. Setelah berjalan cukup jauh, Kania menoleh ke kanan dan kiri sebelum mengeluarkan kantong berisi coklat miliknya dari balik gaun lusuhnya.
Senyum kemenangan muncul menghiasi bibir ranumnya. Untung saja ia sempat menyembunyikannya. Jika tidak, ia tidak akan kebagian.
"Maaf kan saya tuan, tapi coklat ini milik saya dan saya tidak rela membaginya dengan siapapun."
ooOoo
KAMU SEDANG MEMBACA
Burning Love
RomanceMelepaskan mu adalah hal gila yang tidak akan pernah aku lakukan - Satya.