Apa Kata Bunda

28 10 6
                                    

Di tengah bentangan tanah dan lembah gunung yang menjulang di tanah Nusantara ini, Anggraeni Pramusita berdiri sebagai penjaga tradisi dan kehormatan leluhur. Ia adalah simbol kekuatan dan kebijaksanaan, seorang ibu yang tegas dan tak kenal lelah dalam menegakkan nilai-nilai yang telah diwariskan dari zaman ke zaman. Anggraeni adalah inkarnasi dari Sang Hyang Naga, penjaga dan wakil dewa yang menghubungkan langit, naraka maupun bumi bersama saudarinya.

Ia dan saudarinya, yang masing-masing mewakili aspek berbeda dari jagat raya, memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan antara apa yang hidup dan mati. Jika Anggraeni mengawasi dunia fisik dan roh yang tersebar di tanah ini, saudarinya mengurus dimensi-dimensi yang tersembunyi di balik tirai waktu-dan alam di mana kekuatan dan kehendak para dewa dipertaruhkan.

Walau pun begitu, mereka jarang sependapat, hubungan mereka diwarnai dengan jarak yang sulit dijembatani. Salah satu penyebab ketidakakuran itu adalah kehadiran Li K'un, seorang perempuan berdarah tionghoa yang dikenal sebagai personifikasi dari Sumatera Selatan, tanah seribu sungai.

Perempuan itu memancarkan keanggunan yang penuh misteri, dengan rambut panjang yang menjuntai hingga menyentuh lantai, ujung rambutnya seperti ekor ikan mencerminkan aliran sungai yang menjadi jantung tanah yang ia wakilkan. Wajahnya pucat, bibirnya merah seperti darah, dan tubuhnya dibalut dalam pakaian tradisional yang mewah, menandakan statusnya yang tinggi sebagai penguasa pada zamannya.

Li seringkali menjauhkan diri dan terpisah dari dunia di sekitarnya, tetapi hari ini, ada keletihan dalam dirinya yang tak bisa disembunyikan. Ia perlahan mendekati Anggraeni, langkah kakinya nyaris tak terdengar, dan matanya yang besar dan sayu tertuju ke tanah.

Anggraeni, yang menyadari kehadiran Li, menyambutnya dengan senyum lembut yang penuh makna. "Tara, ngantuk lagi?" tanyanya dengan nada halus dan penuh perhatian.

Li hanya mengangguk pelan. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia mendekat dan perlahan bersandar di bahu Anggraeni. Rambut panjangnya yang menyerupai aliran sungai jatuh lembut di sekitar mereka, menutupi sebagian tanah. Anggraeni tidak menegur atau memarahi, melainkan tetap tersenyum, tangannya yang halus tergerak untuk menepuk-nepuk punggungnya dengan kasih sayang seolah ingin mengusir kelelahan yang dirasakan istrinya.

Keheningan menyelimuti mereka. Anggraeni menatap lembut ke kejauhan, ke arah jendela pada pegunungan dan langit yang tak berbatas. Sementara itu, Tara perlahan menutup mata, terlelap di bahu Anggraeni, seperti seekor ikan yang kembali ke aliran sungainya.

Anggraeni, dengan penuh cinta , mengangkat dagu sang istri dengan lembut, dan sebelum Li benar-benar terlelap, ia menunduk, lalu mengecup kening nya.

"Istirahatlah." bisik Anggraeni lembut, membiarkan Li tenggelam dalam tidurnya.

* . : 。 ✿ *𓇢𓆸 Hana..caraka..


Anggraeni mengangkat wajahnya dari tumpukan dokumen yang membanjiri mejanya. Suara Arya, anak bungsunya, terdengar menggelitik di telinganya dari ujung pintu. "..Bunda, adakah surat dari negara kincir?"

Anggraeni mengernyitkan dahi, berusaha memahami maksud pertanyaan itu. Ia tahu bahwa Arya, meskipun polos dan tampak tidak berbahaya, sering kali terjebak dalam urusan yang lebih rumit daripada yang bisa dia tangani.

"Surat dari negara kincir? Maksudmu siapa?" tanya Anggraeni dengan nada sedikit bingung. Ia melirik ke arah pintu, di mana Arya bersembunyi dengan mata berbinar, seolah-olah berharap untuk mendengar kabar baik tentang wanita Eropa yang selalu dibicarakannya.

"Arya hanya penasaran..bunda. Arya dengar yang lain berbicara tentang kunjungan mereka ke sini. Siapa tahu ada surat dari...," Arya berusaha mencari kata yang tepat. "..Giselle?" ujarnya dengan sedikit gugup.

Lah...Personifikasi Lagi?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang